Ada 275.923 Orang Pindah Memilih, KPU Kekurangan Surat Suara
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga 17 Februari, sebanyak 275.923 orang telah mengurus dokumen pindah memilih pemilihan umum serentak pada 17 April mendatang. Banyaknya masyarakat yang mengurus dokumen pindah memilih membuat Komisi Pemilihan Umum terkendala keterbatasan surat suara.
Anggota KPU Viryan Aziz di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (21/2/2019), menyampaikan, KPU telah menyelesaikan rekapitulasi daftar pemilihan tambahan (DPTb) secara nasional tahap pertama yang berakhir pada 17 Februari. Dari rekapitulasi tercatat sebanyak 275.923 pemilih dari 87.483 tempat pemungutan suara (TPS) mengurus dokumen pindah memilih.
Meski demikian, kata Viryan, saat ini KPU masih terkendala terbatasnya surat suara untuk pemilih tambahan tersebut. KPU juga tidak bisa mencetak surat suara kembali karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU Pemilu hanya mengatur pencetakan surat suara sesuai dengan daftar pemilih tetap (DPT) ditambah 2 persen untuk surat suara cadangan. Sementara solusi menggeser atau mengambil surat suara dari TPS lain juga tidak dapat dilakukan KPU. Sebab, menurut Viryan, hal tersebut berpotensi menimbulkan kecurangan karena solusi mengambil surat suara dari TPS lain merupakan hal yang sensitif.
Jika dirinci berdasarkan daerah, jumlah DPTb tersebut berasal dari 30.118 desa/kelurahan, 5.027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota. Adapun daerah dengan DPTb terbanyak berasal dari Jawa Timur (sekitar 60.000 pemilih), disusul Jawa Tengah (40.000 pemilih), dan Jawa Barat (11.000 pemilih).
Menurut Viryan, jumlah DPTb masih memungkinkan bertambah karena KPU masih terus menyisir potensi pemilih pindah TPS. Selain itu, KPU juga masih membuka pengurusan dokumen pindah memilih tahap kedua yang berakhir pada 17 Maret.
Dalam mengatasi kendala tersebut, KPU pun berencana mengalihkan pemilih tambahan ke TPS lain saat hari pencoblosan atau KPU membuat TPS baru. Namun, solusi tersebut masih akan didiskusikan kembali dengan berbagai pihak.
Selain itu, KPU juga menyayangkan tidak diberikannya akses bagi pemilih yang berada di lingkungan perusahaan tertentu, seperti perusahaan perkebunan atau pertambangan. Padahal, lanjut Viryan, pemilih di area perusahaan tersebut bisa mencapai ribuan.
”KPU akan menyampaikan kepada sejumlah pihak, perusahaan, atau lembaga pendidikan yang tidak memberikan akses memilih bahwa ada sanksi pidana sesuai Pasal 15 Undang-Undang Pemilu. Ini sebagai bentuk KPU sungguh-sungguh dalam melayani pemilih di tempat tersebut,” ungkapnya.
Realistis
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu Dan Demokrasi (SPD) August Mellaz mengatakan, mengalihkan pemilih tambahan ke TPS lain saat hari pencoblosan merupakan solusi yang paling realistis.
”Berdasarkan data, sudah diketahui berapa pemilih yang akan pindah memilih. Jadi, secara prinsip juga harus dipenuhi. Sekarang tinggal bagaimana menghitung dan memetakan wilayah mana saja yang surat suaranya harus dipenuhi,” katanya.
August menambahkan, KPU dapat mengatur waktu pencoblosan bagi pemilih tambahan agar semua terakomodasi. ”Misalnya saja pemilih tambahan dapat mencoblos jelang penutupan pemungutan suara. Dari situ bisa diketahui apakah surat cadangan tersedia dan mencukupi atau tidak,” ujarnya.