JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengingatkan pengelola apartemen untuk menyesuaikan ketentuan baru. Salah satu ketentuan yang dimaksud mengatur tentang penyesuaian pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun. Hal ini mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Melly Budiastuti mengatakan, batas akhir penyesuaian aturan akhir Maret 2019. Jika amanat ketentuan ini diabaikan pengelola, Pemprov DKI tidak akan menerbitkan izin usaha apartemen tersebut.
”Jika diabaikan, sanksi administratif akan berlaku. Salah satunya, pencabutan izin usaha,” ujar Melly saat berada di kantor harian Kompas di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Berdasarkan catatan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, sejauh ini ada 195 rumah susun milik (rusunami) di Jakarta. Dari semua rusunami itu, baru satu rusun yang sudah menyesuaikan aturan baru di Apartemen Taman Rasuna.
Dinas Perumahan, kata Mellly, siap memberikan pendampingan dan membantu proses penyesuaian aturan baru. Di akhir pekan meski bukan hari libur, Dinas Perumahan membuka layanan untuk pengelola apartemen yang mengajukan proses penyesuaian aturan. ”Sejauh ini sudah ada sepuluh pengurus apartemen yang mengajukan penyesuaian aturan,” ujarnya.
Aturan baru tentang rumah susun tersebut dibuat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Adapun semangat penerbitan Pergub Nomor 132 Tahun 2018 dibuat untuk melindungi penghuni rumah susun.
Sebab, selama ini Dinas Perumahan sering menerima pengaduan tentang lambatnya penyerahan unit, lamanya penyelesaian akta jual beli (AJB), sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS), serta konflik pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS) pengelolaan barang bersama serta milik bersama. Dari 277 pengaduan yang masuk pada Januari-Oktober 2018, sebesar 81,9 persen merupakan kasus terkait perumahan ataupun apartemen (Kompas 14/1/2019).
Perbedaan aturan
Dalam ketentuan baru pembentukan pengurus P3SRS, pengurus harus dipilih melalui pemilihan dari pemilik hunian apartemen. Jika sebelumnya pemilihan ditentukan sesuai nilai perbandingan proporsional, ketentuan baru mengatur bahwa satu pemilik unit memiliki hak satu suara. Artinya, pemilik unit yang memiliki banyak unit sekalipun tetap berhak atas satu suara. Ketentuan ini dibuat untuk memberikan keadilan kepada semua penghuni bahwa mereka memiliki hak suara yang sama.
Sebelum aturan baru dibuat, pemilik unit rusun yang banyak, baik pengembang maupun atas nama pribadi, menggunakan suaranya untuk menjadi pengurus rumah susun. Pada titik ini, peluang untuk menyalahgunakan keuangan penghuni terbuka. Hal ini yang kemudian memicu konflik antara penghuni dan pengurus yang pada beberapa kasus disusupi pengembang.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji mengapresiasi penerbitan aturan gubernur itu. Ia menyampaikan, banyak warga yang menunda pembelian apartemen karena banyaknya masalah. Dia yakin, dengan aturan ini, calon pemilik tidak perlu khawatir karena hak dan kewajibannya terlindungi (Kompas, 14 Januari 2019).
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Noufal Firman Yursak mengakui banyaknya masalah apartemen. Ia yang juga Ketua P3SRS Apartemen Taman Rasuna mulai menerapkan aturan baru. Dengan aturan ini, Noufal meyakini warga menjadi semakin tenang tinggal di apartemen. Menurut dia, akar persoalan rumah susun salah satunya ada pada susunan kepengurusan penghuni.
Lantaran tidak transparan, sering kali persoalan pengelolaan uang iuran warga menjadi masalah serius. Dengan kepengurusan baru, transparansi pengelolaan keuangan dapat diterapkan. Kecil kemungkinan ada penyalahgunaan keuangan selama mengacu pada aturan baru.