JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah perlu fokus menjaga data ekonomi agar aliran modal asing masuk ke instrumen portofolio tetap deras. Jika mampu mempertahankan kondisi fundamen ekonomi dengan baik, maka imbal hasil obligasi pemerintah dapat diturunkan sehingga beban utang berkurang.
Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun saat ini imencapai 7,9 persen. Pada September 2018, imbal hasil SBN tenor 10 tahun berada di level 8,52 persen. Adapun aliran masuk ke instrumen SBN sejak 1 Januari hingga 21 Februari 2019 tercatat sebesar Rp 33,9 triliun.
Tingkat imbal hasil obligasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan imbal hasil surat berharga milik pemerintah Amerika Serikat (AS), US Treasury Bond, yang untuk tenor 10 tahun saat ini sebesar 2,6 persen.
Kepala Ekonom dan Riset PT Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menyatakan tingginya imbal hasil obligasi tidak akan serta-merta menambah beban utang negara. Namun, dana asing yang masuk ke pasar portofolio tersebut harus dipastikan dapat produktif secara jangka panjang.
“Utang kita pun jangka panjang jadi ada kesempatan menggunakan dana ini untuk investasi yang produktif dan membuahkan hasil. Jumlah utang Indonesia tahun lalu di kisaran 30 persen dari pendapatan nasional masih dapat dikelola dengan baik,” kata Enrico di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Utang kita pun jangka panjang jadi ada kesempatan menggunakan dana ini untuk investasi yang produktif dan membuahkan hasil.
Total utang pemerintah Indonesia masih jauh di bawah batas yang ditetapkan undang-undang sebesar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hingga akhir 2018, total utang sebesar Rp 4.418,3 triliun atau sama dengan 29,98 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang nilainya Rp 14.735,85 triliun.
Enrico mengatakan, aliran modal asing yang masuk ke instrumen portofolio Indonesia tahun ini akan tetap terjaga karena dukungan faktor domestik dan global. Faktor dari dalam negeri di antaranya adalah kepercayaan investor terhadap kebijakan moneter dan fiskal Tanah Air. Adapun faktor global antara lain tensi perang dagang antara dua negara raksasa, AS dan China juga mulai mereda.
“Semakin menarik pasar obligasi pemerintah maka instrumen ini akan semakin likuid karena semakin banyak pemainnya. Jika pasar sudah likuid serta data ekonomi dalam negeri baik, maka lambat laun imbal hasil dapat diturunkan,” ujarnya.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, optimistis kondisi fundamen ekonomi Indonesia yang semakin baik membuat credit default swap (CDS) atau risiko gagal bayar Indonesia menurun. Imbasnya, imbal hasil obligasi pemerintah akan semakin turun sehingga beban pembayaran bunga utang dapat ditekan.
Berdasarkan data Bloomberg, CDS tenor 10 tahun Indonesia pekan lalu berada di level 179,08. Capaian itu menurun signifikan dari posisi CDS pada September 2018 di level 225,93. Sementara pekan lalu Malaysia menyentuh level CDS di posisi 70,048, Filipina (63,857), dan Thailand (46,226).
“Saya yakin dengan kondisi ekonomi yang semakin baik, CDS Indonesia akan makin rendah mendekati posisi Thailand dan Malaysia,” ujarnya.
Kondisi fundamen ekonomi Indonesia yang semakin baik membuat risiko gagal bayar (CDS) Indonesia menurun. Imbasnya, imbal hasil obligasi pemerintah akan semakin turun sehingga beban pembayaran bunga utang dapat ditekan.
Sinyal domestik
Direktur Investment Banking Bahana Sekuritas, Nelwin Aldriansyah, menilai proyeksi perekonomian domestik yang tahun ini diperkirakan akan lebih baik dibanding tahun lalu menjadi daya tarik pasar keuangan Indonesia. Hal ini juga berpengaruh positif terhadap rencana korporasi untuk mencari pendanaan dari pasar saham dan obligasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 mampu tumbuh sbesar 5,17 persen atau tertinggi sejak 2014. Ditengah sinyal ini pemerintah mampu menjaga defisit anggaran sebesar 1,76 persen PDB, lebih rendah dari perkiraan semula sebesar 2,19 persen PDB.
“Adapun inflasi mampu dijaga dikisaran 3 persen. Melihat realisasi kinerja perekonomian yang positif ditengah terpaan faktor eksternal yang cukup berat, investor menilai prospek perekonomian Indonesia sepanjang tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mengatakan, faktor pendorong dari global datang dari arah kebijakan moneter Bank Sentral AS, Federal Reserve, yang diperkirakan akan lebih lunak daripada tahun lalu.
“Kebijakan Dewan Gubernur The Fed diyakini akan sangat hati-hati untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga acuan,” kata Nanang.