JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar pengelola rumah susun milik di DKI Jakarta masih belum mau mengikuti Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik. Pengelola menganggap, aturan ini masih belum sesuai secara hukum dan belum bisa segera diimplementasikan. Padahal, pergub ini bisa menjamin kepercayaan calon pembeli apartemen dan solusi di tengah lesunya bisnis penjualan apartemen.
Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji mengungkapkan, dari 195 rumah susun milik (rusunami) yang ada di Jakarta, baru 10 rusunami yang menyesuaikan aturan baru tersebut. Padahal, 195 rusunami ini telah mendapatkan SK penetapan pengelola perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS).
”Masih banyak pengelola yang mempermasalahkan pergub ini. Mereka menganggap, seharusnya ada peraturan pemerintah atau peraturan menteri terlebih dahulu sebelum pembentukan pergub ini,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Ibnu menyebutkan, pergub ini juga masih dalam tahap uji materi di Mahkamah Agung. Menurut dia, seharusnya pengelola apartemen bisa menjalankan aturan baru ini meski sedang dilakukan uji materi.
”Banyak masyarakat serta penghuni rusunami yang menunggu implementasi pergub ini. Mereka ingin mendapatkan kepastian dari pengelola dan P3SRS terkait transparansi iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) serta fasilitas lain di apartemen,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Melly Budiastuti mengatakan, batas akhir penyesuaian pergub hingga akhir Maret 2019. Jika amanat ketentuan ini diabaikan pengelola, Pemprov DKI tidak akan menerbitkan izin usaha apartemen tersebut.
Selain itu, pergub ini juga mengatur tentang pembentukan P3SRS yang harus mendapat persetujuan penghuni serta sistem transparansi IPL. Ibnu mengatakan, masih ada kongkalikong antara pengelola rusunami dan P3SRS. ”Ada apartemen yang belum mendapat sertifikat laik fungsi (SLF) dan belum menyelesaikan akta jual beli (AJB), tetapi sudah membentuk P3SRS,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menempuh proses hukum jika ada yang menggugat pergub rusunami. Jika gugatan ini ada, ia yakin memenangi uji materi terkait pergub tersebut.
”Justru ini merupakan cara beradab dan jika punya masalah, silakan diajukan secara hukum. Daripada harus mengirim 500 orang bayaran untuk melakukan aksi demo di depan Balai Kota, lebih baik kita sama-sama jalani proses hukumnya,” tuturnya di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Sebelumnya, Anies juga berencana untuk mencabut SK pembentukan P3SRS bagi pihak pengelola apartemen yang tidak menjalankan pergub ini. Menurut dia, seharusnya pengelola bisa lebih memperhatikan hak-hak penghuni apartemen. ”Nantinya, kebutuhan tempat tinggal di Jakarta akan didominasi oleh hunian vertikal karena keterbatasan lahan. Oleh sebab itu, perlu dibuat aturan terkait hal ini,” ucapnya.
Ibnu menambahkan, pergub rusunami diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat yang ingin membeli apartemen. Menurut dia, banyak masyarakat yang masih ragu-ragu untuk membeli apartemen karena tidak ada transparansi biaya IPL.
”Sanksi yang diberikan gubernur juga bisa berbahaya bagi bisnis apartemen yang sedang lesu beberapa tahun terakhir ini. Diharapkan, dengan adanya pergub ini, masyarakat bisa percaya ketika membeli apartemen dan meningkatkan penjualan apartemen,” ujarnya.