Mayoritas Pengedar Narkoba di Depok Menyamar Sebagai Pengojek Daring
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS -- Sepanjang Februari 2019 Kepolisian Resor Metro Kota Depok menangani 28 kasus narkoba yang melibatkan 35 orang pengedar. Mayoritas pengedar menyamar sebagai ojek daring pada saat mengedarkan narkoba.
Sepanjang Februari 2019, Satuan Reserse Narkoba Polresta Depok menyita narkoba jenis sabu seberat 738,5 gram dan 15,8 gram ganja. Jumlah sabu yang disita naik 10 kali lipat, dari 71,29 dibanding jumlah sabu yang disita di sepanjang Januari 2019. Sementara, jumlah barang bukti berupa ganja menurun dari 887,98 gram menjadi 15,8 gram.
Sepanjang 2018, Polresta Depok menangani 324 kasus narkoba yang melibatkan 384 pengedar narkoba dan lima pemakai. Adapun barang bukti yang disita adalah 97,3 kilogram ganja dan 583 gram sabu.
Wakil Kepala Polresta Depok Ajun Komisaris Besar Polisi Arya Perdana mengatakan, para pengedar yang ditangkap sepanjang Februari 2019 itu berasal dari berbagai latar belakang. Tiga orang merupakan mahasiswa, delapan orang wiraswasta, 11 orang karyawan swasta, dan 13 lainnya pengangguran.
"Untuk mengelabui orang-orang, para pengedar itu menyamar sebagai pengemudi ojek daring. Modus itu marak dilakukan, karena dengan menyamar seperti itu warga tidak curiga," kata Arya dalam konferensi pers di halaman markas Polresta Depok, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019).
Untuk mengelabui orang-orang, para pengedar itu menyamar sebagai pengemudi ojek daring.
Salah satu pengedar THQ (20) mengaku, dirinya mendapatkan upah sebesar Rp 12.000 untuk setiap gram narkoba yang diedarkan. Dalam sekali antar, THQ biasa membawa sekitar 25 gram narkoba.
"Biasanya saya mengantar pesanan (narkoba) ke daerah Pamulang, Tangerang Selatan. Upah hasil megantar barang saya pakai untuk membiayai kuliah saya," kata THQ yang masih berstatus sebagai mahasiswa di perguruan tinggi swasta di Tangerang Selatan, Banten.
Barang bukti yang disita dari THQ merupakan yang paling banyak yakni 374,68 gram. Artinya lebih dari separuh total barang bukti yang ada disita dari tangan THQ.
Polresta Depok menjerat semua tersangka dengan ayat 2 pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman yang dikenakan mulai dari 6 hingga 20 tahun penjara.
Transit
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta Depok Indra S Tarigan mengatakan, Kota Depok merupakan kota transit untuk peredaran narkoba. Mayoritas pengedar yang tertangkap hanya kebetulan lewat di wilayah Depok.
"Kebanyakan narkoba yang diedarkan melewati Depok itu berasal dari daerah di luar Depok. Saat lewat Depok ya kami ringkus. Biasanya mereka (pengedar) mau antar barang ke daerah Jakarta Selatan atau Jakarta Timur lalu lewat Depok," kata Indra.
Menurut Indra, di Depok ada dua wilayah yang paling banyak menjadi lokasi pengungkapan kasus narkoba yakni, Kecamatan Pancoran Mas dan Kecamatan Sukmajaya. Untuk mengatasi masalah narkoba di Kota Depok, Polresta Depok menerapkan tiga strategi yakni preempit, prventif dan represif.
Tindakan preemtif dilakukan dengan cara memberi pemahaman dan pengetahuan dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Sementara itu, tindakan preventif dilakukan dengan pengawasan dan pemantauan terkait indikasi penyalahgunaan narkoba.
"Kalau sudah terbukti melanggar secara hukum, baru kami lakukan tindakan represif atau secara hukum," pungkas Indra. (KRISTI DWI UTAMI)