Wartawan dan Ramalan Banjir
Musim hujan kerap membawa berita. Mulai dari datangnya masa tanam hingga banjir dan tanah longsor. Tentu saja tidak berharap yang buruk terjadi. Namun, wartawan perlu mengantisipasi, mulai dari menyiapkan "perlengkapan tempur" menghadapi musim hujan hingga persiapan fisik dan mental jika terjadi bencana.
Musim hujan menyisakan kecemasan di hati warga Bandung, Jawa Barat. Sebenarnya tidak hanya warga, pewarta berita pun ikutan cemas sambil bersiap siaga. Penyebabnya, daerah ini "langganan" banjir dan longsor.
Bukti teranyar adalah banjir bandang yang mengguyur perumahan Jati Endah Regency, Desa Jatiendah, Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Sabtu (9/2/2019). Banjir ini menyebabkan tiga orang tewas, tiga orang luka-luka, dan 12 rumah rusak.
Ketika saya bertugas di Kompas Biro Jawa Barat selama 2016-2018, banjir hampir menjadi “makanan sehari-hari” saat musim hujan. Masih segar dalam ingatan, apabila hujan mengguyur sepanjang hari tanpa henti dengan intensitas deras selama 1-2 jam, maka hampir pasti dalam beberapa jam ke depan saya akan meliput banjir atau longsor bahkan keduanya sekaligus.
Meski sama-sama banjir, ada dua jenis banjir yang kerap melanda Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Pertama, banjir bandang, yaitu banjir yang datang dengan cepat, diiringi arus kuat, serta mengangkut debris berbagai benda padat seperti kayu ataupun puing-puing bangunan.
Banjir bandang ini cepat datangnya namun juga cepat surutnya. Adapun daerah yang sering diterpa banjir bandang adalah Kota Bandung, khususnya di Jalan Pagarsih dan Jalan Dr Djunjunan.
Kami harus bisa meramalkan lokasi terjadinya banjir bandang dan tiba di lokasi sebelum banjir tiba.
Jenis banjir yang kedua adalah banjir yang menggenang dan bertahan lama di suatu daerah. Banjir ini bisa bertahan berhari-hari. Karena karakteristiknya berbeda, maka meliput dua jenis banjir ini memerlukan persiapan yang juga berbeda.
Adapun daerah yang sering terkena banjir adalah tiga kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang, dan Kecamatan Dayeuhkolot.
Banjir bandang
Untuk banjir bandang yang datangnya cepat dan surutnya cepat, kami sudah harus tiba di lokasi kejadian sebelum banjir itu tiba. Sebab, banjir bandang biasanya hanya terjadi 5-15 menit. Bila kami baru berangkat setelah mendengar ada informasi banjir, maka dipastikan kami tidak akan bisa melihat langsung dan mengambil foto atau video banjir itu.
Artinya, kami harus tiba sebelum banjir bandang itu datang. Kami harus bisa meramalkan lokasi terjadinya banjir bandang dan tiba di lokasi sebelum banjir tiba.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, lokasi banjir bandang di Kota Bandung seringkali terjadi dan terpusat di dua lokasi, yaitu di Jalan Pagarsih dan Jalan Dr Djunjunan. Dua lokasi itu yang paling diantisipasi kedatangan banjir bandangnya.
Untuk bisa datang ke lokasi sebelum banjir bandang tiba, maka para senior wartawan Kompas di Biro Bandung saat itu, seperti Kang Dedi Muhtadi (DMU), Cornelius Helmy (CHE), Samuel Oktora (SEM), Rony Aryanto (RON), dan Tatang Mulyana Sinaga (TAM) mengajarkan saya teknik yang sangat penting. Teknik itu adalah memperhatikan lokasi awan dan memprediksi arah awan mendung.
Apabila awan mendung kehitaman terlihat di barat daya atau utara Kota Bandung ditambah sudah turun garis-garis air, maka tanpa diperintah pun kami langsung bergegas ke dua lokasi itu. Mengapa demikian?
Penyebab banjir bandang di Jalan Pagarsih adalah meluapnya Sungai Citepus yang berada di gorong-gorong sebelah badan jalan. Adapun Sungai Citepus memiliki hulu di sekitar kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Teknik itu adalah memperhatikan lokasi awan dan memprediksi arah awan mendung.
Jadi, apabila langit di barat daya atau utara Kota Bandung, yakni di Lembang sudah mendung dan hujan, maka aliran hujan di hulu sungai itu akan mengalir ke Sungai Citepus dan tiba di hilirnya di Jalan Pagarsih. Hal inilah yang kerapkali memicu banjir bandang.
Begitu juga di Jalan Dr Djunjunan. Penyebab banjir bandang di kawasan ini salah satunya adalah limpasan banjir dari hujan deras di hulu Sungai Cianting yang juga memiliki hulu di sekitar utara Bandung. Maka ketika awan mendung datang di barat daya atau utara Kota Bandung saat musim hujan tinggi, maka ada kemungkinan terjadi banjir bandang.
Berbekal pengamatan itulah kami langsung meluncur ke kedua lokasi. Sebetulnya, kami bisa saja menghubungi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk menanyakan perkiraan cuaca. Namun, itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Maka berdasarkan pengalaman, para senior saya mengajarkan teknik membaca awan mendung.
Hasilnya "manjur". Saya selalu datang sebelum banjir tiba di Jalan Pagarsih. Biasanya saya selalu menunggu di posko banjir milik ketua RT setempat. Posko yang sudah ditinggikan itu berada persis di atas aliran Sungai Citepus. Jadi saya bisa melihat debit dan tinggi muka air yang terus meningkat detik demi detik sampai terjadinya banjir, lantas kemudian surut. Dengan demikian, saya bisa mendeskripsikan dan melaporkan seperti apa banjir bandang itu dalam tulisan.
Menggenang lama
Apabila di Kota Bandung hujan deras dan banjir, maka di tiga kecamatan Kabupaten Bandung, yakni Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang, dan Kecamatan Dayeuhkolot, hampir dipastikan banjir juga. Sebab, tiga kecamatan ini adalah hilir dari sungai-sungai yang melewati Kota Bandung.
Berbeda dengan banjir bandang di Kota Bandung, banjir di tiga kecamatan ini punya karakteristik menggenang lama hingga berhari-hari. Mengapa banjir itu bisa bertahan hingga berhari-hari?
Kondisi geografis Bandung Raya, yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi menyerupai mangkok. Para ahli dan pemerintah biasa menyebutnya Cekungan Bandung. Seperti halnya bagian dasar mangkok yang selalu menjadi lokasi berkumpulnya air, demikian pula tiga kecamatan yang berada di bagian terendah Cekungan Bandung itu.
Sementara itu, bagian tertinggi dari Cekungan Bandung berada di dua lokasi yang berada di utara dan selatan. Di bagian utara ada Lembang dan Gunung Tangkuban Perahu, sedangkan di selatan terdapat kawasan Ciwidey dan Gunung Wayang.
Bagian-bagian tertinggi dari cekungan ini menjadi hulu-hulu sungai, seperti Gunung Wayang yang menjadi lokasi Situ Cisanti atau mata air Sungai Citarum yang kemudian melewati Cekungan Bandung.
Baca juga:
Ketika Wartawan Dihadang Sakit
Berkaca dari bentuk geografis Cekungan Bandung, maka saat hujan mengguyur wilayah Bandung Raya, sudah dipastikan daerah yang bakal tergenang banyak air adalah daerah paling rendah di sana, yaitu Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang.
Tiga kecamatan ini menjadi titik temu anak-anak sungai dengan aliran utama Sungai Citarum. Meluapnya sungai terbesar di Jawa Barat inilah yang menjadi penyebab banjir yang menggenang hingga berhari-hari di tiga kecamatan tersebut. Pada musim hujan 2017, dalam catatan saya, banjir pernah menggenang kawasan ini hingga lebih dari dua pekan berturut-turut.
Meliput banjir yang menggenang berhari-hari juga memerlukan persiapan khusus. Pertama, persiapan untuk melindungi alat-alat liputan, seperti jas hujan, plastik pelindung ponsel, dan dompet.
Namun, yang paling penting adalah semangat dan mau terjun basah-basahan menjumpai warga untuk mewawancarai mereka. Sebab, banjir berhari-hari artinya berita kemungkinan besar akan terbit juga selama berhari-hari. Kami harus kreatif mencari angle baru agar mampu menampilkan sesuatu yang berbeda dan tidak terjebak angle yang itu-itu saja.
Meliput banjir bukan aksi sok heroik dengan terjun langsung berbasah-basahan. Namun, kami berharap melalui berita banjir ini dapat mengetuk dan mengingatkan pemerintah untuk membenahi lingkungan agar ke depan penanganan banjir mendapat perhatian serius.