JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan Stasiun Sentral Manggarai yang saat ini berlangsung bisa terhambat. Warga yang menghuni rumah semipermanen di tanah milik PT KAI belum menerima tawaran meninggalkan kawasan itu. Mereka menuntut ganti rugi bangunan dan lahan yang sudah ditempati bertahun-tahun.
”Ada 37 bangunan yang belum sesuai dengan harga yang ditawarkan. Kami akan membayar sesuai luas bangunan, tetapi mereka ingin ada ganti rugi tanahnya juga,” kata Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jakarta dan Banten Jumardi, Selasa (5/3/2019), di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, saat meninjau pembangunan.
Ia mengatakan, tanah yang dihuni warga itu milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian menawarkan pemberian uang ganti bangunan yang dihuni Rp 3 juta per meter persegi kepada warga. Namun, warga menginginkan ada ganti rugi terhadap tanah yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun.
Jumardi mengatakan, saat ini, PT KAI dan pihaknya melakukan sosialisai dan mencari solusi terbaik melalui komunikasi dengan warga. Berdasarkan pemantauan Kompas, rumah semipermanen berjajar di sepanjang sisi barat Stasiun Manggarai. Keberadaan bangunan itu membuat pembangunan pintu masuk di sisi barat belum bisa dikerjakan.
Terus berjalan
Meski demikian, pengerjaan bangunan tiga lantai untuk jalur kereta api dan sirkulasi penumpang di area Stasiun Manggarai terus dijalankan. Lantai satu dan lantai dua sudah hampir rampung dikerjakan. Jalur di lantai satu saat ini sudah digunakan untuk dua jalur kereta dari Bogor dan Depok. Sementara itu, dua jalur kereta api bandara sudah bisa digunakan, tetapi hanya untuk perputaran kereta.
Di lantai dua, sebagian ruangan dan fasilitas sudah selesai dikerjakan, seperti tempat shalat, toilet umum, dan toilet khusus penyandang disabilitas. Lantai dua akan digunakan sebagai pusat layanan dan sirkulasi penumpang seluas 9.108 meter persegi. Lantai dua ini berkapasitas 17.800 orang dengan fasilitas lift dan eskalator.
Sementara itu, pembangunan di lantai tiga masih berjalan. Menurut rencana, di lantai ini akan dibangun 10 jalur kereta yang terdiri dari 6 jalur kereta api jarak jauh dan empat jalur Kereta Komuter Bogor Line.
Pembangunan Stasiun Sentral Manggarai ditargetkan selesai pada 2021. Pemerintah menganggarkan biaya Rp 3,5 triliun untuk pembangunan stasiun ini. Pada pembangunan tahap satu, biaya yang dikeluarkan Rp 2,3 triliun, dan pada tahap dua sebesar Rp 1,2 triliun.
Jumardi mengatakan, empat jalur Kereta Komuter Bogor Line ditargetkan selesai pada Desember 2019. Ia mengatakan, pada awal tahun 2020, jalur itu diupayakan sudah bisa digunakan masyarakat dari arah Bogor dan menuju Bogor.
Konsep stasiun sentral adalah mengembangkan Stasiun Manggarai sebagai pusat peralihan kereta api antarkota dan kereta api perkotaan atau commuter line. Selain itu, Stasiun Manggarai juga akan menjadi titik keberangkatan kereta api bandara menuju Bandara Soekarno-Hatta.
”Penumpang dari arah Depok, Bogor, dan Bekasi yang menuju bandara bisa langsung naik KA Bandara di Stasiun Manggarai. Mereka naik komuter line, setelah itu transit, dan langsung menuju bandara,” kata Jumardi.
Peneliti Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, pembangunan Stasiun Sentral Manggarai diharapkan mampu merangkul masyarakat dari kalangan menengah ke atas untuk naik kereta. Menurut dia, kereta bandara tidak hanya untuk orang yang bepergian naik pesawat ke bandara. Namun, angkutan ini diharapkan dapat mendorong warga semakin tertarik naik transportasi umum dibandingkan mobil pribadi.
”Jika sudah selesai semua, kereta bandara bisa juga ditawarkan bagi kalangan menengah ke atas dan pekerja bandara. Mereka dirangkul dengan naik kereta bandara dengan tarif khusus,” kata Djoko di Stasiun Manggarai. (SUCIPTO)