Sebanyak 195 perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun di DKI Jakarta menjadi sasaran pertama untuk mengimplementasikan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang pembinaan pengelolaan rumah susun milik. Mereka diberikan waktu satu bulan untuk menyatakan surat kesediaan mengikuti peraturan tersebut.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti mengatakan, sebanyak 195 perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS) tersebut merupakan P3SRS yang sudah berbadan hukum dengan pengesahan oleh Gubernur DKI Jakarta.
Pengurus 195 P3SRS tersebut diberi batas waktu hingga akhir Maret untuk mengirimkan surat pernyataan kesediaan mengimplementasikan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018.
”Surat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta untuk mengimplementasikan ini sudah disampaikan pada 14 Januari 2019,” katanya di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Kalau sampai akhir Maret ini P3SRS belum mengirim surat kesediaan implementasi, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta akan mengirimkan surat kembali. Apabila dalam sepekan tetap tak ada tanggapan, surat itu akan diikuti surat peringatan pertama dan kedua.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta akan melaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta soal P3SRS yang tak juga memberi tanggapan setelah surat peringatan pertama bahwa tak ada itikad baik untuk implementasi Pergub No 132/2018. Sanksinya adalah pencabutan status badan hukum P3SRS yang bandel.
Hingga awal pekan ini, sekitar 20 pengurus P3RSS sudah mengirim surat kesediaan tersebut. Untuk implementasinya, diberikan waktu cukup lama karena memang diperlukan waktu panjang untuk menyelesaikan tahapan.
Tahapan-tahapan itu mulai dari mengirimkan surat undangan kepada penghuni, sosialisasi kepada penghuni, pendataan, musyawarah, menentukan anggota luar biasa untuk mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta tata tertib dan susunan organisasi. Baru, sesudahnya dilakukan pemilihan pengurus dan pengawas P3RSS yang baru yang sesuai dengan Pergub No 132/2018.
Meli mengatakan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta memberikan asistensi untuk implementasi Pergub No 132/2018 itu. ”Ini yang kami fokuskan dalam waktu tiga bulan. Untuk rumah susun yang masih dalam pembangunan ataupun belum punya P3SRS tetap dilayani dengan target waktu satu tahun,” katanya.
Saat ini, Pergub No 132/2018 itu tengah digugat di Mahkamah Agung. Meli memastikan implementasi tetap berjalan, sementara gugatan hukum berlangsung.
Selama beberapa waktu terakhir, semakin banyaknya penghuni rusun di DKI Jakarta menimbulkan sejumlah persoalan. Sejumlah permasalahan pengelolaan rusun itu sudah dikeluhkan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta dan juga ke Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho pernah menyebutkan keluhan soal pengelolaan rusun atau apartemen mendominasi keluhan dari warga DKI yang masuk. Keluhan terbanyak adalah soal iuran dan tarif yang dinilai ditetapkan sepihak oleh pengelola sehingga penghuni merasa dirugikan.
Tak diperkenankan
Meli mengatakan, pangkal masalah pengelolaan rumah susun di Jakarta salah satunya adalah para pengurus P3SRS yang bukan orang yang tinggal di rumah susun tersebut. Bahkan, ada karyawan perusahaan yang ditunjuk oleh pemilik satuan rumah susun untuk masuk dalam kepengurusan P3SRS.
”Ini tak diperkenankan lagi terjadi. Pengurus harus orang yang tinggal di dalam rumah susun karena mereka yang tahu betul permasalahan yang terjadi di sana,” katanya.
Berdasar Pergub No 132/2018 itu, pengurus dan pengawas P3SRS harus berisi perwakilan dari para penghuni yang betul-betul tinggal dan berdomisili di lokasi rumah susun tersebut. Hal ini dibuktikan dengan KTP dan KK di lokasi rusun.
Para pengurus ini yang nantinya bermitra kerja dengan pengelola rusun. Pengelola rumah susun harus mengikuti perintah dari pengurus P3SRS sehingga bukan lagi pengelola yang bisa menentukan tarif ataupun tata tertib di sana.
”Pengelola ini dipilih oleh P3SRS. Pengelola biasanya perusahaan profesional yang berbadan hukum yang memang profesional dalam mengelola gedung atau rumah susun,” kata Meli.
Sementara itu, penghuni atau penyewa tak bisa menjadi pengurus P3RSS. Mereka hanya bisa menjadi anggota P3SRS dan punya hak suara di rusun setelah mendapat surat kuasa dari pemilik unit. Sama dengan itu, pemilik unit yang tak mempunyai KTP dan KK di lokasi rumah susun hanya bisa menjadi anggota P3SRS.
”Bukan hanya di DKI Jakarta ya, tetapi harus betul-betul KTP dan KK di lokasi rusun itu,” ujar Meli menjelaskan.
Kebijakan ini dimaksudkan agar rumah susun tidak hanya menjadi investasi, tetapi betul-betul dimanfaatkan menjadi tempat tinggal. Meskipun demikian, tak ada larangan untuk menjadikan rusun sebagai investasi, tetapi hak dari pemilik yang tak berdomisili di sana dibatasi.
Sejauh ini, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta belum mempunyai data jumlah penghuni rusun di DKI Jakarta meskipun sebenarnya P3SRS wajib memperbarui data penghuni setiap enam bulan sekali.
Pendataan secara tepat juga masih sulit dilakukan karena masih banyak rumah susun yang masih menginduk ke RT/RW setempat. Hal ini karena banyak rusun tak memiliki RT/RW karena jumlah penghuni belum memenuhi syarat. Untuk membentuk RT/RW di rumah susun, jumlah penghuni ber-KTP dan ber-KK di lokasi rumah susun harus memenuhi syarat minimal, yaitu 80 orang.