PORTO, SELASA — Pertahanan kuat, seperti permainan ala catenaccio, sudah menjadi mazhab klub sepak bola Italia sejak 1960-an, termasuk AS Roma. Akan tetapi, lini pertahanan ”Serigala Roma” justru dikhawatirkan menjadi titik lemah saat bertandang ke markas FC Porto, Stadion do Dragao, pada leg kedua babak 16 besar Liga Champions, Kamis (7/3/2019) pukul 03.00 WIB.
Pertahanan Roma sedang dalam sorotan setelah kekalahan 0-3 dari Lazio dalam derbi della capitalle, akhir pekan lalu. Duet bek tengah mereka, Juan Jesus dan Federico Fazio, terlihat amat rapuh pada derbi lalu. Duet ini kemungkinan besar tampil kembali di Liga Champions akibat cederanya Kostas Manolas sepekan sebelum laga derbi.
Di luar cederanya Manolas dan laga derbi, Roma memang sedang dalam krisis di area pertahanan. Setelah ditinggalkan kiper bintang Alisson Becker ke Liverpool pada awal musim, mereka kini menjadi klub dengan kemasukan gol terbanyak di antara peringkat enam besar Serie A.
Total tim asuhan Eusebio Di Francesco sudah kebobolan 36 gol dari 26 laga. Jumlah itu sangat jauh jika dibandingkan Juventus (16 gol), Napoli (20 gol), dan duo Milan (22 gol). Bahkan, kemasukan mereka lebih banyak dari Udinese (32 gol), tim peringkat ke-15.
Di Liga Champions, rekor pertahanan Roma jauh dari harapan. Pada babak grup, mereka kemasukan delapan gol, terbanyak keempat dari 16 tim pada babak perdelapan final, dan hanya mampu menjaga gawang tanpa kebobolan dalam 2 dari 6 laga.
Sebagai tim Italia, Roma seperti kehilangan jati dirinya musim ini. Sejak legenda Inter Milan, seorang pelatih, Helenio Herrera, memperkenalkan catenaccio pada era 1960-an, tren gaya bermain klub-klub Italia terkenal akan pertahanan yang kuat. Adapun catenaccio merupakan konsep bermain bertahan sebagai kunci memenangi pertandingan.
Legenda sepak bola Italia, Gianluca Vialli, mengibaratkan catenaccio lebih dari sekadar gaya main. Hal itu merupakan kultur bangsa Italia yang mengutamakan kemenangan di atas segalanya. Prinsip itu sama seperti pertarungan gladiator yang terkenal di Italia pada Sebelum Masehi. Para gladiator tidak perlu menyerang terus-menerus hanya untuk mendapatkan pujian. Sebab, jika mereka kalah dan mati, keindahan dalam pertarungan itu tidak berguna.
catenaccio lebih dari sekadar gaya main. Hal itu merupakan kultur bangsa Italia yang mengutamakan kemenangan di atas segalanya. Prinsip itu sama seperti pertarungan gladiator yang terkenal di Italia pada Sebelum Masehi.
Dalam sepak bola modern, catenaccio memang tidak saklek bertahan total. Tim-tim besar menyesuaikan kepada siapa lawannya. Tentunya mereka tidak bertahan total menghadapi tim kecil, tetapi juga tidak memaksakan menyerang sepanjang laga setelah unggul.
Catenaccio sendiri dipertontonkan Roma pada Liga Champions musim lalu. Penampilan fokus ke lini pertahanan dengan mengandalkan serangan balik membuat mereka lolos ke semifinal mengalahkan salah satu tim terkuat di dunia, FC Barcelona.
Hilangnya jati diri itu menjadi tanda tanya Roma untuk lolos ke perempat final melewati Porto. Apalagi, tim tuan rumah memiliki salah satu lini serang terbaik di Eropa saat ini. Pada babak grup, Yacine Brahimi dan rekan-rekan menjadi tiga tim tersubur lewat 15 gol atau rerata 2,5 gol per pertandingan.
Dengan statistik itu, Porto lebih diuntungkan. Mereka hanya membutuhkan kemenangan 1-0 untuk lolos ke perempat final dengan agresivitas gol tandang. Sebab, mereka berhasil mencuri gol tandang saat kalah 1-2 dari Roma pada leg pertama.
Di Francesco berjanji semaksimal mungkin mengatasi permasalahan di lini pertahanan pada leg kedua. Menurut dia, permasalahan utama musim ini adalah karena banyaknya kesalahan tidak penting saat bertahan. ”Terlalu banyak kesalahan sendiri saat bertahan. Penjagaan pemain kami tidak berjalan dengan baik,” ucapnya.
Kapten Roma, Daniele De Rossi, meminta rekan-rekannya tidak terganggu kekalahan pada laga derbi. ”Pertandingan berikutnya sangat penting. Kami harus menunjukkan determinasi jika ingin memenangi laga. Hal itu tidak muncul saat kami kalah dari Lazio,” kata gelandang tengah tersebut.
Sky Sports Italia mengabarkan, unsur pimpinan Roma sempat mengadakan pertemuan setelah kekalahan dari Lazio. Pertemuan antara Monchi, Francesco Totti, dan Mauro Baldissoni itu dikabarkan membahas tentang nasib Di Francesco.
Kemungkinan besar pelatih asal Italia itu akan dipecat langsung jika Roma gagal lolos ke perempat final Liga Champions. Pihak Roma telah mengumpulkan beberapa kandidat, seperti Claudio Ranieri dan Paulo Sousa, serta mantan pemain Roma, Christian Panucci. (AFP/REUTERS)