Perangi Kecurangan, Grab Berbagi Data Pemilik Akun Nakal
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tingkat kecurangan atau fraud dalam bisnis digital di Indonesia, termasuk angkutan dalam jaringan, lebih tinggi daripada rata-rata kecurangan di Asia Tenggara. Penyusunan dan berbagi basis data antarperusahaan dinilai dapat mengatasi kecurangan tersebut.
Studi bertajuk Southeast Asia Fraud Benchmark Report 2018 oleh perusahaan teknologi Cybersource menyatakan, bisnis digital di Asia Tenggara rata-rata kehilangan sekitar 1,6 persen dari pendapatan mereka selama 2018 karena kecurangan digital. Di Indonesia, tingkat kecurangan dua kali lebih tinggi, mencapai 3,2 persen.
Head of Trust, Identity, and Safety Grab, Wui Ngiap Foo, Rabu (13/3/2019), mengatakan, tiga jenis kecurangan utama di bidang transportasi daring adalah penyalahgunaan insentif, penggunaan GPS (global positioning system) palsu, dan pemakaian aplikasi palsu. Di kalangan pengemudi, aplikasi palsu tersebut populer disebut aplikasi “tuyul”.
Tiga jenis kecurangan utama di bidang transportasi daring adalah penyalahgunaan insentif, penggunaan GPS (global positioning system) palsu, dan pemakaian aplikasi palsu.
“Ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Dari pengamatan kami, seiring masuknya kompetitor (ke beberapa negara tempat Grab beroperasi), tingkat kecurangan juga naik, misalnya di Singapura dan Vietnam. Memang, kecurangan akan mengikuti ke mana pun uang pergi,” kata Wui Ngiap.
Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, kesempatan terjadinya kecurangan di Indonesia jauh lebih besar karena wilayah geografis yang sangat besar. Karena itu, Indonesia menjadi wilayah operasi Grab yang diprioritaskan dalam pencegahan kecurangan.
Karena itu, selama beberapa tahun terakhir Grab mengembangkan infrastruktur pencegahan kecurangan. Beberapa perusahaan seperti Google, Facebook, dan Microsoft dilibatkan dalam kerja sama.
Di samping itu, Grab membangun sistem waktu nyata (real time) dengan berbagai tolok ukur untuk mendeteksi pengguna akun yang baik dan curang melalui pembelajaran mesin (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). “Menurut studi Spire Research and Consulting, tingkat kecurangan di aplikasi Grab bisa ditekan sampai di bawah 1 persen,” kata Ridzki
Menurut Wui Ngiap, jutaan transaksi setiap hari yang diproses Grab dapat dipelajari oleh sistem antikecurangan tersebut. “Kami sudah berhasil membangun basis data siapa saja pengguna yang baik dan curang. Karena itu, kami bisa membantu perusahaan-perusahaan mitra strategis kami untuk tidak merugi,” katanya.
Dari basis data tersebut, Grab menciptakan sistem baru untuk pencegahan dan deteksi tindak kecurangan yang disebut Grab Defence. Sistem ini terdiri dari tiga bagian, yaitu event risk management suite, entity intelligence services, dan device and network intelligence services.
Event risk management suite terdiri dari serangkaian API (application programming interface) untuk mengevaluasi risiko suatu transaksi. Perusahaan mitra Grab bisa mengintegrasikan sistemnya dengan Grab Defence untuk mendeteksi akun mana saja yang rawan melakukan kecurangan berdasarkan analisis AI.
Entity intelligence services memanfaatkan basis data email dan nomor telepon pengguna untuk memprediksi risiko kerugian akibat aktivitas pengguna. Adapun device and network intelligence services dapat mendeteksi pelaku kejahatan, misalnya pembuatan akun palsu, melalui analisis terhadap perangkat milik pengguna.
Gratis
Wui Ngiap mengatakan, sistem ini telah digunakan oleh dua mitra strategis Grab, yaitu uang elektronik OVO dan platform belanja daring ke luring (online-to-offline) Kudo. “Keamanan adalah tanggung jawab sosial perusahaan. Karena itu, kami memberikan sistem ini kepada mitra strategis secara gratis,” kata Wui Ngiap.
Pada triwulan kedua 2019, lebih banyak mitra perusahaan Grab dapat menggunakan sistem ini. Adapun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kemungkinan juga dapat menggunakan sistem ini pada akhir tahun.
Kepala Subdirektorat Penyidikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Teguh Arifiyadi menilai Grab Defence sebagai langkah awal untuk menciptakan sistem yang dapat digunakan secara lintasplatform. “Dalam platform digital, ada pengamanan fisik dan non-fisik. Sistem Grab Defence bisa meningkatkan keamanan non-fisik penyedia platform,” kata Teguh.
Ia menambahkan, akan selalu ada kecurangan dalam transaksi elektronik di platform. Karena itu, perusahaan bisa bersaing secara bisnis namun harus bekerja sama dalam memerangi kecurangan. Dengan demikian, pengguna bisa bertransaksi secara aman.