TANGERANG, KOMPAS – Era digital telah mengubah kebiasaan masyarakat, termasuk kebiasaan dalam mengonsumsi media. Informasi secara berlimpah tersaji dalam genggaman tangan. Untuk itu, pers dengan prinsip jurnalisme perlu hadir untuk menyajikan kebenaran di tengah riuhnya informasi yang beredar.
Menurut Presiden Komisari Kumparan.com Budiono Darsono, perubahan pola komunikasi dan konsumsi media di era disrupsi saat ini menuntut pers untuk turut beradaptasi dengan perubahan tersebut. Namun, meski platform media yang digunakan bisa berbeda, kaidah jurnalisme harus tetap dipegang teguh.
“Pers justru jadi rujukan di era digital. Masyarakat tetap membutuhkan kehadiran pers yang memegang teguh prinsip jurnalistiknya, terutama menyajikan berita berdasarkan fakta dan kebenaran,” ujarnya dalam acara Comnews 2019 bertajuk “Tutur Digital dalam Dominasi Generasi Milenial” yang diadakan di kampus Universitas Multimedia Nusantara di Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019).
Ia berpendapat, hal lain yang membedakan informasi yang disampaikan pers dengan media sosial, yakni terkait konfirmasi. Media sosial tidak dituntut untuk melakukan konfirmasi, sementara pers harus menyajikan informasi setelah ada konfirmasi dari sumber yang terpercaya.
Meski begitu, bukan berarti pers tidak bisa menampilkan informasi secara cepat. Media daring, misalnya, tidak perlu menyajikan berita secara utuh dan mendalam terkait suatu peristiwa. Berdasarkan sifat mediumnya, media ini bisa mendahulukan informasi dengan cepat dan pendek, baru kemudian disusul lagi dengan informasi lanjutannya.
“Kalau di media daring, tidak perlu lengkap, yang penting konfirmasi terus. Model ini disebut running news dan sudah sesuai dengan kode etik jurnalistik,” kata Budiono.
Di sisi lain, Pendiri KayuApi Digital Reputation Arya Gumilar mengatakan, media juga perlu memahami perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Strategi komunikasi yang dibangun perlu diubah. Sebagian besar pembaca tidak mengakses informasi secara langsung dari sebuah media konvensional. Masyarakat berkunjung ke suatu berita karena tautan dari media sosial.
Media juga perlu memahami perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi informasi.
“Media sosial sangat berpengaruh dalam menarik pembaca. Oleh karena itu, media sosial perlu dimanfaatkan secara optimal. Komunikasi yang dibangun di media sosial pun tidak bisa satu arah, melainkan ada interaksi, ada dialog dengan pembacanya,” ucapnya.
Hal itulah yang dilakukan oleh Kumparan.com sebagai strategi komunikasi untuk menarik pembacanya. Budiono menyampaikan, kolaborasi dengan platform digital lain dilakukan secara optimal, misalnya melalui aplikasi Line. Banyak pembaca justru datang dari platform digital ini.
Selain itu, sosial media pun dimanfaatkan dengan baik. Setiap pemberitaan yang dimunculkan di laman web disinkronkan dengan konten yang diunggah di media sosial. Tim khusus pun disiapkan untuk mendukung konten yang dilengkapi dengan grafis dan video yang sesuai dengan kebutuhan di media sosial.
Hoaks
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia Wenceslaus Manggut menambahkan, peran pers yang tidak kalah penting di era distrupsi saat ini adalah sebagai penangkal hoaks. “Masalah utama negeri ini adalah hoaks. Media konvensional dengan kebenarannya sangat berperan di tengah kondisi ini. Meski begitu, pemerintah pun harus mengintervensi dengan membuat regulasi dalam menekan hoaks,” katanya.
Terkait hal itu, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto menyampaikan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan regulasi untuk mengatur platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Penyedia layanan media sosial ini diwajibkan untuk bertanggung jawab mereduksi hoaks yang disebarkan melalui media sosial tersebut.
“Regulasi ini nantinya akan mewajibkan platform penyedia media sosial untuk turut bertanggung jawab akan hoaks yang disebarkan. Mereka (penyedia media sosial) harus menyiapkan sistem untuk menangkal persebaran hoaks,” ujarnya.