Yang muda yang bersemangat. Selama masih positif, tentu tak mengapa. Namun, sebagian remaja di Ibu Kota dan sekitarnya justru banyak terjerumus ke dunia hitam.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi, Kamis (14/3/2019), mengatakan, ada 131 kasus kejahatan yang melibatkan pelajar selama tahun 2018 hingga Februari 2019. ”Kami menyelidiki alasan para pemuda tega melukai korban. Dari hasil tes urine, sebagian besar dari mereka positif narkoba,” kata Hengki.
Ia mencontohkan, kasus penusukan di Jalan Daan Mogot, Kebon Jeruk, pekan lalu, yang melibatkan tiga pelaku di bawah umur positif mengonsumsi narkoba. Setiap akan beraksi, mereka mengonsumsi narkoba untuk menghilangkan rasa empati kepada korban.
Begitu juga saat penangkapan pada 20 Januari dan 5 Februari 2019, ada 16 pemuda yang diketahui mengonsumsi narkoba sebelum beraksi. ”Penangkapan polisi tidak membuat mereka jera. Dalam penangkapan bulan lalu, misalnya, ada pemuda yang tergolong residivis dan kembali tawuran ke jalan,” ujar Hengki.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Kota Jakarta Barat Urip Asih mengatakan, hal ini coba diantisipasi dengan menjadwalkan jam belajar pukul 18.00-20.00 di 144 lokasi. Walau sudah dilakukan, ia akui hal ini belum cukup efektif mereduksi aksi jahat para pemuda.
Begal muda
Di Kota Depok, sejak awal 2019 sudah ada belasan kasus begal yang melibatkan puluhan pelaku remaja. Usia para begal ini antara 14 tahun dan 21 tahun.
MR (14), salah satu begal yang tertangkap di Kelurahan Harjamukti, Cimanggis, awal Maret lalu, mengaku membegal karena ikut-ikutan. Ia diajak pimpinan begal, S (22).
Saat ditanya lebih lanjut, MR mengaku dirinya biasa dibebaskan oleh orangtuanya dalam hal bergaul. ”Orangtua saya tidak pernah marah saya bergaul dengan siapa pun, termasuk jika saya pulang malam,” kata MR di Polres Metro Kota Depok, pekan lalu.
Pemimpin begal, S, mengatakan, dirinya membegal karena tak punya pekerjaan. Padahal, ia sudah berkeluarga dan memiliki anak balita. S lantas memengaruhi remaja lain untuk membegal karena dirinya tak berani beraksi sendiri.
ASP (16), begal lain yang tertangkap di Cagar Alam, Pancoran Mas, pekan lalu, mengatakan, dirinya membegal setidaknya sembilan kali. Hasil membegal untuk membeli pakaian dan minuman keras. Menurut dia, orangtuanya jarang menuruti keinginannya untuk membeli pakaian. Dia pun pilih ambil jalan pintas.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Depok Ajun Komisaris Besar Arya Perdana mengatakan, hanya sedikit begal remaja yang membegal karena kebutuhan ekonomi. Kebanyakan, mereka membegal untuk memenuhi keinginan dan gaya hidup mereka. Sementara prinsip hidup di jalan yang benar tidak tertanam baik dalam diri mereka.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Putu Levina, mengatakan, pendekatan kepada pemuda ini mestinya dilakukan dengan melihat latar belakang keluarga terlebih dulu. Dalam sejumlah kasus, mereka yang terlibat tawuran ternyata kurang kasih sayang dari keluarga.
Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Bidang Kurikulum SMK 29 PGRI Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rachel Ratu. Di sekolah, ia temukan tiga siswa yang terlibat tawuran karena minim perhatian keluarga.
Di Jakarta Barat, Urip Asih kini merencanakan ada kelompok kerja (pokja) bagian keamanan siswa. ”Pokja ini akan dipimpin guru dan koordinasi langsung dengan polisi untuk mendekati siswa bermasalah (tawuran atau narkoba). Pendekatan tetap dilakukan seramah mungkin agar siswa tidak merasa ditekan,” kata Urip.
Berbagai cara memang mesti ditempuh karena ini persoalan serius. Jangan sampai asa hidup para pemuda itu terus salah arah. (KRISTI DWI UTAMI/ADITYA DIVERANTA)