Komunikasi Jadi Akar Masalah Kesehatan Mental Remaja
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bonus demografi pada 2025-2035 akan tercapai jika sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehat dan produktif. Jika tidak, bonus tersebut justru menjadi bencana nasional.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Kemenkes) Eni Gustina menyampaikan, Indonesia saat ini masih dihadapkan pada permasalahan kesehatan mental. Masalah kesehatan ini cukup banyak dialami oleh remaja. Untuk itu, intervensi yang menyeluruh harus dilakukan dengan memberikan remaja ruang berbicara yang lebih luas.
“Masalah kesehatan mental itu butuh intervensi dengan lets talk, silakan bicara. Dia (remaja) punya masalah tetapi tidak tahu mesti cerita kemana, ke siapa. Jadi kita berikan konseling, mengajak orang-orang terdekat untukbisa dijadikan teman bicara,” ujarnya seperti yang tertulis dalam siaran pers terkait acara “Youth Town Hall” di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Ia menambahkan, stres menjadi salah satu masalah kesehatan menta, termasuk pada remaja. Contoh masalah yang mengakibatkan remaja stres antara lain, seks bebas, masalah keluarga, dan masalah ekonomi.
Faktor penyebab masalah tersebut ada banyak. salah satunya kurang komunikasi dengan orang tua karena orang tua terlalu sibuk bekerja.
“Banyak orang tua yang sibuk bekerja yang kadang komunikasi dengan pesan tulisan, kalau begitu kapan dia bisa berkonsultasi (langsung) dengan orang tuanya,” kata Eni.
Stres akibat pornografi
Contoh lain, yang juga bisa menyebabkan stres pada anak yaitu terkait pornografi. Menurut dia, sebagian besar pornografi disebabkan karena remaja mengakses konten porno sendirian di kamar.
“Artinya orang tua itu mesti mengawasi apa yang dilakukan anaknya. Jika sudah teradiksi pronografi kemungkinan besar mencari lawan jenisnya bahkan sampai terjadi kekerasan seksual,” ucapnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati menambahkan, pemerintah saat ini berupaya mencegah gangguan mental pada remaja dengan memberikan konseling kepada para murid di sekolah. Tahun ini, guru-guru bimbingan konseling (BK) dilatih dalam hal peningkatan kemampuan konseling bagi siswa ajarnya.
Terlepas dari itu, untuk mewujudkan capaian Indonesia mendapatkan bonus demografi, remaja Indonesia juga diharapkan memiliki keterampilan hidup sehat atau yang disebut dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS).
Mampu berempati
PKHS merupakan keterampilan dalam mengenali karakter diri sendiri, mampu berempati, mampu menentukan pilihan terbaik, menyelesaikan masalah secara konstruktif, serta berpikir kritis dan kreatif. Melalui pendidikan ini, remaja juga diharapkan mampu dan berani menyampaikan gagasan, memiliki kemampuan interpersonal yang baik, mampu mengendalikan emosi, dan mengatasi stres.
“Jika kemampuan PKHS ini dimiliki setiap remaja maka mereka dapat memberikan keputusan yang tepat dalam tiap tindakan termasuk dalam menolak ajakan perilaku berisiko,” katanya.