Kisah WNI yang Selamat dari Penembakan Massal di Christchurch
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
Natalia Damayanti (48) dalam perjalanan ke kantornya di Jakarta ketika ia dihubungi oleh anaknya pada Jumat (15/3/2019) pagi WIB. Saat itu, anaknya sedang melarikan diri dari tembakan massal di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, yang terjadi saat waktu ibadah shalat Jumat.
”Ma, aku lagi shalat Jumat dan duduk mendengarkan khotbah. Tiba-tiba, masjid diserang. Pakai senapan mesin, Ma. Aku lari ke rumah sebelah masjid dan melompati pagarnya,” cerita Yanti sambil mengutip cerita anaknya, Muhammad Luthfan Fadhli (19), ketika dihubungi pada Selasa (19/3/2019) di Jakarta.
Fadhli merupakan salah satu dari delapan warga Indonesia yang berada di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood ketika serangan terjadi. Lima di antaranya berhasil melarikan diri dengan selamat, dua terluka, dan satu meninggal.
Fadhli merupakan salah satu dari delapan warga Indonesia yang berada di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood ketika serangan terjadi.
”Saya lemas banget (ketika mendengar cerita Fadhli). Sampai lepas rasanya jantung itu. Saya langsung suruh Fadhli untuk masuk ke dalam rumah itu. Takutnya, si penembak masih berkeliaran,” kata Yanti.
Fadhli beserta 14 orang lainnya yang berhasil melarikan diri dari Masjid Al Noor, berlindung di rumah warga itu hingga pukul 19.00. Sebelumnya, Fadhli melarikan diri dari Masjid melalui kaca jendela yang dipecahkan orang lain.
Mereka kemudian dievakuasi oleh polisi dan diantar ke rumah CEO International Aviation Academy of New Zealand (IAANZ), sekolah di mana Fadhli sedang menjalani pendidikannya. Setelah sekitar satu jam di sana, Fadhli beserta temannya diperbolehkan kembali ke kosnya masing-masing, yang berada tidak jauh dari Masjid Al Noor.
Selain Fadhli, ada juga murid asal Indonesia lain dari IAANZ, Kevin, yang berada di Masjid Al Noor ketika serangan terjadi. Ia selamat melarikan diri bersama Fadhli dan satu warga Indonesia lainnya, Irfan, mahasiswa doktoral.
”Saya dan papanya Fadhli shock ketika mendengar kabar dari Fadhli. Kami langsung kepikiran pergi ke Christchurch. Namun, bandara di sana saat itu ternyata ditutup. Selain itu, proses visa memerlukan waktu selama 5-15 hari. Akhirnya, kami memutuskan Fadhli yang akan pulang ke Jakarta,” tutur Yanti. Fadhli rencana berangkat dari Christchurch pada Rabu (20/3/2019) siang dan tiba pada Rabu malam di Jakarta.
Trauma
Sejak kejadian hingga sekarang, Fadhli dikabarkan kesulitan tidur. ”Tidurnya hanya sebentar saja. Ia juga sakit flu dan badannya lemas. Ia kecapean dan stress,” ucap Yanti ketika ditanyai bagaimana kabar Fadhli.
Kondisi teman Fadhli, Kevin, dikabarkan lebih buruk. Ia lebih trauma karena menyaksikan seseorang di sebelahnya yang lehernya tertembak.
”Saya tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi. Saya tidak bisa tidur pada malam hari. Saya menyadari, bisa saja saya yang terbunuh (dalam kejadian itu) dan saya tidak bisa bertemu dengan keluarga saya lagi. Apa pun bisa terjadi. Salah satu teman saya terbunuh pada hari itu,” kata Fadhli dalam sesi wawancara dengan The Washington Post.
Teman korban tewas yang disebut Fadhli itu bernama Ozair Kadir, warga asal Hyderabad, India. ”Ia pria yang baik dan hadir dalam setiap ibadah shalat Jumat. Saya tidak pernah menyangka kejadian seperti ini akan terjadi di Selandia Baru,” tambah Fadhli.