KAIRO, KOMPAS -- Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Selasa (19/3/2019), tiba di Kuwait sebagai persinggahan pertama dalam lawatan terbaru di Timur Tengah, yang juga akan meliputi Israel dan Lebanon. Pada Januari lalu, Pompeo telah mengadakan lawatan ke Timur Tengah dengan mengunjungi Jordania, Mesir, Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Kesultanan Oman.
Pompeo membawa misi sangat sulit dalam lawatannya ke Timur Tengah saat ini, yaitu upaya menangkal bahaya ekspansi pengaruh Iran. AS kini melihat ancaman ekspansi pengaruh Iran sebagai bahaya utama setelah lenyapnya ancaman bahaya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Kelompok ekstrem ini praktis telah dilumpuhkan di Irak dan Suriah.
Pompeo tiba di Kuwait hanya sehari setelah pertemuan pejabat teras pertahanan Iran, Irak, dan Suriah di Damaskus, Senin lalu, yang memperkuat posisi Iran di regional. Pada pertemuan itu, ketiga negara (Iran, Irak dan Suriah) menyerukan agar semua kekuatan asing di Suriah yang tidak diundang resmi oleh pemerintah Damaskus harus keluar dari Suriah.
Seruan Damaskus itu ditujukan kepada pasukan AS dan Turki yang datang ke Suriah tanpa undangan resmi dari Damaskus. Sebaliknya, seruan itu sekaligus membenarkan keberadaan pasukan Rusia dan Iran yang datang ke Suriah atas undangan resmi pemerintah Damaskus.
Pertemuan di Damaskus tersebut juga menegaskan langkah segera untuk membuka jalur darat Teheran, Baghdad hingga Damaskus. Dibukanya jalur darat Teheran-Baghdad-Damaskus secara langsung mewujudkan impian Iran bagi lahirnya bulan sabit Syiah atau kaukus Syiah yang membentang dari Iran, Irak, Suriah, hingga Lebanon.
Seperti diketahui, kekuatan politik Syiah saat ini sedang mengontrol Irak melalui partai-partai politik Syiah, dan Suriah melalui keluarga besar Al-Assad yang menganut mazhab Syiah Alawiyah, serta Lebanon lewat Hezbollah dan Gerakan Amal Syiah.
Iran melalui pertemuan di Damaskus itu, dengan mengusung kaukus Syiah, melakukan perlawanan sengit terhadap misi lawatan Pompeo ke Timur Tengah saat ini.
Dialog strategis
Adapun Wakil Menlu Kuwait, Khaled al-Jarallah, seperti dilansir kantor berita Kuwait, KUNA, mengatakan bahwa kunjungan Pompeo ke Kuwait digelar dalam konteks membangun dialog strategis antara AS dan Kuwait. Ia menjelaskan, kunjungan Pompeo ke Kuwait untuk menandatangani sejumlah kesepakatan, khususnya di bidang pertahanan dan keamanan.
Kuwait secara keamanan dan pertahanan berada di bawah payung AS sejak invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Kuwait juga ikut bergabung dalam koalisi internasional melawan NIIS yang dibentuk AS pada tahun 2014
AS secara rutin menggunakan fasilitas bandar udara militer Ali al-Salem di Kuwait untuk pesawat-pesawat tempurnya yang melancarkan operasi militer di Timur Tengah, khususnya dalam perang melawan NIIS.
Namun, Kuwait juga menjaga hubungan baik dengan Iran. Kuwait tidak melupakan sikap Iran yang menolak keras invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Kuwait saat ini tidak masuk pula dalam kaukus anti Iran, yang melibatkan Arab Saudi, Bahrain dan UEA. Kuwait disinyalir selalu menolak bujukan Arab Saudi dan UEA agar bergabung dalam kaukus anti Iran.
Kuwait juga tercatat sebagai mediator dalam konflik antara Qatar dengan Arab Saudi, Bahrain, dan UEA. Kuwait dikenal berhasil menjalin hubungan yang imbang di kawasan Teluk Arab di tengah persaingan keras antara Arab Saudi dan Iran, serta konflik Qatar dengan Arab Saudi, Bahrain, dan UEA.