Waspadai Penurunan Setoran Pajak Industri Pengolahan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pengolahan menjadi sektor yang penerimaan pajaknya turun paling tajam pada Januari-Februari 2019. Situasi ini mesti diwaspadai karena industri pengolahan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak industri pengolahan pada Januari-Februari 2019 turun 11,3 persen dibandingkan pada periode sama 2018. Sementara penerimaan pajak industri pengolahan pada Januari-Februari 2018 tumbuh 13,2 persen.
Realisasi pajak dari industri pengolahan pada Januari-Februari 2019 sebesar Rp 36,87 triliun atau 24,3 persen dari total penerimaan pajak. Industri pengolahan menjadi penopang struktur perekonomian Indonesia selain dari perdagangan, konstruksi, dan pertanian.
”Fakta ini menjadi alarm bagi pemerintah, apalagi industri pengolahan secara produk domestik bruto juga besar porsinya,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo yang dihubungi Kompas di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Menurut Yustinus, penurunan setoran pajak mencerminkan adanya persoalan struktural yang serius di industri pengolahan. Kondisi tersebut berdampak ke pelemahan daya saing industri Indonesia dibandingkan negara lain. Persoalan struktural juga terkonfirmasi pada neraca dagang pada bulan Februari.
Nilai ekspor pada Februari 2019 turun 10,03 persen dari Januari, sementara nilai impor turun lebih dalam sebesar 18,61 persen. Neraca perdagangan dinilai mencerminkan kondisi Indonesia yang terimpit gejolak ekonomi global dan stagnasi perindustrian domestik.
”Dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik, seharusnya pertumbuhan penerimaan juga lebih baik, atau setidaknya sama dengan tahun lalu,” ujar Yustinus.
Penurunan setoran pajak mencerminkan adanya persoalan struktural yang serius di industri pengolahan.
Selain persoalan struktural, lanjut Yustinus, penurunan penerimaan pajak juga dipengaruhi kebijakan percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, percepatan restitusi tidak bisa dijadikan alasan karena pemerintah seharusnya sudah menyiapkan antisipasi kebijakan.
Penurunan penerimaan pajak industri pengolahan berdampak ke total penerimaan. Penerimaan pajak pada Januari-Februari 2019 hanya tumbuh 4,7 persen lebih rendah daripada periode sama tahun 2018 sebesar 13,7 persen. Pertumbuhan negatif industri pengolahan dan penerimaan PPN patut dicermati.
”Meski terlalu dini untuk dijadikan dasar analisis tren dan proyeksi penerimaan tahun 2019, tetap harus diwaspadai,” kata Yustinus.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, penurunan penerimaan pajak dari industri pengolahan tidak serta-merta mencerminkan kelesuan industri. Sebab, penurunan penerimaan pajak juga karena kebijakan percepatan restitusi ditambah dampak gejolak ekonomi global.
”Resitusi pajak ini bagus karena bisa digunakan untuk arus kas dan memutar perekonomian,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, insentif fiskal menjadi salah satu cara pemerintah meningkatkan daya saing industri pengolahan. Sejauh ini insentif fiskal yang diberikan berupa percepatan restitusi, pembebasan pajak (tax holiday), pengurangan pajak (tax allowance), serta berbagai insentif di kawasan berikat dan ekonomi khusus.
Kejar penerimaan
Menurut hitungan Kementerian Keuangan, untuk mencapai target APBN 2019, dibutuhkan pertumbuhan penerimaan sebesar 22,1 persen pada periode Maret-Desember 2019. Kebutuhan penerimaan pada Maret-Desember 2019 itu sebesar Rp 1.416,71 triliun.
Menanggapi penerimaan pajak itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, gejolak ekonomi global berdampak kepada pendapatan negara. Dampak paling nyata dan mesti diwaspadai adalah penurunan permintaan ekspor dan bea keluar, termasuk dari industri pengolahan.
Gejolak ekonomi global berdampak kepada pendapatan negara. Dampak paling nyata dan mesti diwaspadai adalah penurunan permintaan ekspor dan bea keluar, termasuk dari industri pengolahan.
Di sisi lain, menurut Suahasil, penerimaan pajak dari sektor nonmigas masih bisa jadi penopang di tengah penurunan harga minyak mentah dan minyak sawit. Ekspor secara perlahan diyakini meningkatkan seiring perbaikan struktural dan pemberian insentif dari pemerintah.
”Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) kita pantau setiap bulan, baik dari badan layanan umum, deviden, dan pengelolaan sumber daya alam,” kata Suahasil.