Target 1.066 Biopori di Jakarta Barat Terkendala Lahan
Oleh
Hamzirwan Hamid
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Barat menargetkan pembangunan 1.066 lubang resapan air atau biopori dapat diselesaikan pada 2019. Namun, secara praktis, pembangunan sarana tersebut masih terkendala soal ketersediaan lahan.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Barat Edy Mulyanto di Jakarta, Selasa (26/3/2019), mengatakan, sejumlah kawasan padat permukiman di Jakarta Barat masih sulit untuk dibuatkan biopori. Di Kecamatan Tambora, misalnya, sulit ditemukan tanah untuk menggarap lahan biopori.
"Karena kawasan padat permukiman, jadi sulit mencari tanah yang dapat digali untuk biopori. Saat hujan, air kemudian meluap dari selokan ke rumah warga karena tidak terserap tanah," kata Edy.
Tambora bukan satu-satunya kawasan yang rawan genangan air. Data Lokasi Genangan Air pada situs data.jakarta.go.id mencatat, ada 23 lokasi yang rawan tergenang air di Jakarta Barat. Dari sejumlah kawasan ini, sebagian besar merupakan kawasan padat permukiman.
Di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, misalnya, RW 012 dan RW 016 menjadi permukiman paling padat. Jumlah penduduk masing-masing RW tersebut sekitar 18.000 penduduk.
Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Kapuk Suprapta mengatakan, pembuatan lubang biopori agak sulit dilakukan karena tidak banyak lahan tanah yang tersedia. Selain itu, sebagian tanah di kawasan Kapuk juga menghasilkan air ketika digali. Tanah seperti itu, menurut dia, tidak cocok untuk dibuat biopori.
Permukiman padat juga ditemukan di Kelurahan Kota Bambu Utara, Palmerah. Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Kota Bambu Utara Eki Ulianto mengatakan, tidak semua RW di kawasannya dapat dibuat lubang biopori yang memadai.
"Di RW 07 Kelurahan Kota Bambu Utara, misalnya, kawasan padat (permukiman) seperti ini sulit untuk dibuatkan kawasan resapan air," ujar Uki.
Edy mengatakan, ada rencana untuk mengakali pembuatan biopori di kawasan padat permukiman. Caranya, yaitu dengan membuat lubang biopori tersebut di selokan.
"Kalau biasanya dinding selokan dibeton, mau tidak mau, lantai selokan harus disediakan lubang untuk menyerap air. Inti dari biopori adalah menyediakan pori-pori bagi tanah agar dapat menyerap air," kata Edy.
Saat ini, proses pembuatan biopori dilakukan secara bertahap. Kawasan yang diprioritaskan terlebih dulu selama bulan Maret adalah Kecamatan Kalideres.
Ahli hidrologi dari Organisasi Masyarakat Air Indonesia, Fatchy Muhammad, mengatakan, ketersediaan lubang biopori dapat membantu mengurangi potensi banjir di Jakarta. Menurut dia, satu lubang biopori dengan diameter 10 centimeter dan kedalaman 50 centimeter mampu menyerap sekitar 200 liter air per jam.
Sementara itu, sumur resapan dengan diameter 1 meter dan kedalaman 4,5 meter dapat menyerap air sekitar 5 meter kubik per jam hingga 12 meter kubik per jam. (ADITYA DIVERANTA)