Hoaks Terus Merebak, Masyarakat Diminta Tingkatkan Kewaspadaan Siber
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggalangan opini di media sosial diperkirakan semakin meningkat, terutama serangan hoaks kepada para kontestan pemilu mendekati hari pemungutan suara pada 17 April 2019. Karena itu, kewaspadaan masyarakat terhadap konten siber semakin penting.
Head of Cybersecurity Policy Facebook Nathaniel Gleicher, Rabu (27/3/2019), mengatakan, integritas pemilu, termasuk di Indonesia, menjadi prioritas Facebook yang utama.
”Semakin mendekati tanggal pemungutan suara, kampanye jenis ini meningkat dengan cepat. Fenomena ini juga tampak di negara-negara lain yang akhir-akhir ini menggelar pemilu, seperti Amerika Serikat dan Brasil,” kata Gleicher dalam pertemuan media terbatas di Jakarta.
Ia mengungkapkan, persebaran konten-konten yang dipertanyakan ini biasanya terjadi dalam pola perilaku tidak otentik yang terorganisasi (coordinated inauthentic behavior).
Fenomena ini juga tampak di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat dan Brasil.
Perilaku tidak otentik yang terorganisasi mengacu pada sekumpulan akun atau laman yang menciptakan pemahaman yang tidak tepat kepada publik tanpa menunjukkan identitas yang kredibel. Pihak-pihak yang terlibat biasanya menggunakan akun-akun palsu untuk membangun narasi di tengah-tengah publik.
”Penggunaan akun-akun palsu secara terkoordinasi itu adalah pelanggaran regulasi Facebook,” kata Gleicher.
Gleicher mengatakan, sistem otomatis Facebook setiap menit telah menghapus jutaan akun palsu. Namun, dengan semakin sulitnya pemanfaatan akun palsu di Facebook, lanjutnya, para auktor intelektualis memilih untuk membajak akun seseorang dan menggunakannya untuk menyebarkan konten.
Praktik ini lebih sulit dideteksi sistem otomatis Facebook. Untuk memberantas akun semacam itu, perlu dukungan investigasi yang dilakukan tenaga ahli. Untuk itu, sebanyak 30.000 investigator dilibatkan Facebook di seluruh dunia.
Melalui upaya penyisiran manual itu, pada Januari 2019, Facebook telah menghapus 207 laman, 800 akun, 546 grup, dan 208 akun Instagram atas dasar terindikasi berperilaku tidak otentik yang terorganisasi. Gleicher mengatakan, sejumlah laman dan akun tersebut pun terlibat dalam sindikat Saracen.
Pada Januari 2019, Facebook telah menghapus 207 laman, 800 akun, 546 grup, dan 208 akun Instagram atas dasar terindikasi berperilaku tidak otentik yang terorganisasi.
Untuk itu, Gleicher meminta masyarakat Indonesia lebih memperhatikan keamanan akun Facebook. Mengubah kata sandi menjadi lebih kuat dan penggunaan aplikasi password manager perlu dipertimbangkan.
Delegitimasi pemilu
Gleicher menyebutkan, berdasarkan pengamatannya selama ini, aktivitas fenomena perilaku tidak otentik yang terorganisasi ini semakin meningkat jelang pemilu dan terjadi dalam tiga tahapan.
Tahapan pertama dimulai pada 4-6 bulan jelang pemilu. Pada fase ini, para auktor intelektualis mulai membangun opini. Proses ini terus meningkat hingga pada puncaknya, yaitu tahapan selama sekitar dua pekan menjelang hari pemungutan suara. Ketiga, persebaran konten bahkan akan berlanjut hingga beberapa waktu setelah pemilu.
”Setelah pemilu, biasanya opini yang dibangun adalah bahwa pemilu digelar dengan tidak adil; untuk mendelegitimasi proses pemilu,” kata Gleicher.
Untuk lebih jauh menjaga integritas pemilu dari campur tangan negara asing, ujarnya, Facebook juga telah melarang pemasangan iklan politik pemilu Indonesia yang dibeli oleh pihak asing.
Pemeriksa fakta pihak ketiga juga dilibatkan oleh Facebook, kata Gleicher, untuk menyisir upaya disinformasi yang dapat memicu konflik fisik di dunia nyata.
Masukan pemerintah
Gleicher mengatakan, dalam kunjungannya ke Indonesia ini, juga telah terjadwal pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Indonesia untuk menyampaikan upaya-upaya yang dilakukan Facebook guna menjaga integritas pemilu di Indonesia.
Ia menuturkan, laporan-laporan yang diterima Facebook dari pihak otoritas Indonesia sangat penting dalam proses menanggulangi permasalahan ini. Permintaan take down dari pihak otoritas memang tidak langsung diterima, tetapi Facebook akan melakukan investigasinya sendiri. ”Dan, dari permintaan itu, kami kadang mendapatkan jaringan akun yang lebih besar,” kata Gleicher.
Secara terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilu, Fritz Edward Siregar, membenarkan bahwa ada kecenderungan peningkatan ancaman siber menjelang pemilu, baik dalam bentuk penyebaran hoaks politik maupun disinformasi.
”Begitu kami menemukan atau mendapat laporan, langsung kami laporkan ke pengelola platformnya. Itu bagian dari proses pelaporan yang kami miliki. Akun penyebar bisa langsung di-take down,” ucap Fritz.