Mantri Khitan Warnai Protes ICW atas Putusan PK Koruptor
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch atau ICW mengenakan topeng bergambar foto wajah-wajah terpidana korupsi duduk dengan mengenakan sarung layaknya pengantin sunat. Aktivis lain berakting seperti mantri khitan, dengan berjongkok sambil mengacungkan gunting rumput ke hadapan mereka.
Aksi sunyi yang berjudul ”Klinik Sunat Putusan Koruptor” itu dilakukan di depan pagar Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, pada Jumat (29/3/2019).
Topeng yang mereka kenakan menunjukkan wajah Anas Urbaningrum, Suryadharma Ali, OC Kaligis, dan Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel. Mereka adalah deretan narapidana korupsi yang mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada MA guna mengurangi hukuman pidana mereka.
Choel Mallarangeng menjadi salah satu narapidana yang menjadi sorotan. Baru-baru ini, PK yang diajukannya telah dikabulkan majelis hakim pada 14 Maret 2019. Status tersebut telah dipublikasikan melalui situs kepaniteraan MA. Adapun majelis hakim agung yang memutus adalah Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Salman Luthan.
Choel divonis 3,5 tahun penjara pada Juli 2017 setelah terbukti melakukan korupsi pengadaan barang dan jasa dalam proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, sebesar Rp 2 miliar dan 550.000 dollar Amerika.
”Kami mendatangi MA untuk mewakili kekecewaan masyarakat pada putusan hakim MA di tingkat peninjauan kembali terhadap beberapa narapidana kasus korupsi. Kami juga mempertanyakan alasan MA yang baru-baru ini memperingan hukuman Choel,” ujar Peneliti ICW sekaligus koordinator aksi pada hari itu, Kurnia Ramadhana.
Berdasarkan data ICW, sejak 2007-2018, setidaknya ada 101 narapidana korupsi yang dihukum bebas oleh MA di tingkat peninjauan kembali. Sebanyak 14 orang antara lain diputus lepas, dan beberapa orang diputus lebih ringan daripada vonis di tingkat peradilan sebelumnya.
Selain mencermati tren putusan hakim terhadap pengajuan PK terpidana korupsi, ICW juga melihat adanya tren pengajuan PK setelah pensiunnya Ketua Kamar Pidana MA Hakim Agung Artidjo Alkostar, pada Mei 2018. ICW mencatat, per hari ini, setidaknya ada 27 narapidana kasus korupsi yang mengajukan PK.
”Baru-baru ini, salah satu terpidana korupsi kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan, OC Kaligis, mengajukan PK setelah hukumannya dikurangi dari 10 tahun ke 7 tahun. Dia secara jelas menyebutkan, alasan dia mengajukan peninjauan kembali adalah karena hakim Artidjo sudah purnatugas,” tutur Kurnia.
Adapun Ketua Kamar Pidana MA Hakim Agung Suhadi, yang saat ini menjabat, dipertanyakan integritasnya. Suhadi dianggap memiliki rekam jejak yang tidak baik karena sebelumnya memutus bebas Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Sudjiono Timan pada 2012. Sudjiono, pada tingkat kasasi, terbukti melakukan korupsi dengan kerugian negara senilai Rp 2 triliun.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat ditemui Kompas di kantornya, menerima kritik yang disampaikan masyarakat terhadap kinerja hakim MA. ”Keraguan dan kekhawatiran masyarakat itu sah-sah saja jika ingin disampaikan,” ujarnya.
Namun, terkait kritik atas putusan kabul yang diberikan kepada Choel, Abdullah meminta masyarakat agar tidak gegabah menanggapi petikan putusan yang saat ini belum dipaparkan alasannya.
”Hakim itu tentu punya pertimbangan. Untuk (perkara Choel) ini masih proses minutasi, belum keluar penjelasan putusannya. Lebih baik tunggu putusan resmi yang keluar sehingga bisa membaca pertimbangannya. Putusan kabul atau tidaknya pengajuan PK pasti ada alasannya,” tuturnya.
Menurut dia, pengajuan PK merupakan hak asasi setiap warga negara sebagai upaya hukum luar biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Integritas
Abdullah mengatakan, MA sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan integritas para hakim, termasuk dalam upaya mencegah dan melawan korupsi. Upaya itu tidak hanya dilakukan oleh internal yang didukung Ketua MA, tetapi juga berkerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial (KY).
”Ketua MA setiap saat membina dan memberi arahan kepada hakim-hakim kami. Bahkan MA menerapkan manajemen antisuap. Jadi, seluruh hakim agung senantiasa diberi pembekalan dan pembinaan agar selalu komitmen terhadap integritasnya,” katanya.