Pasar Global Pengaruhi Nilai Tukar Petani Sektor Perkebunan
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Nilai tukar petani atau NTP perkebunan rakyat cenderung meningkat. Meskipun demikian, perkembangan ini masih di bawah NTP secara umum sebesar 102,73. Sebagian kalangan menilai hal ini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas itu di pasar internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kelapa sawit dan karet menjadi salah satu dari 10 barang dalam golongan utama ekspor nonmigas nasional. Berdasarkan data BPS, NTP perkebunan rakyat pada Maret 2019 naik 0,7 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi 96,07 poin.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan NTP itu disebabkan adanya tren peningkatan harga di pasar internasional untuk sejumlah komoditas perkebunan. Secara umum, NTP dibentuk oleh indikator indeks harga yang diterima petani (It) dan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Kenaikan NTP perkebunan rakyat pada Maret 2019 menandakan harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan pengeluarannya.
Berdasarkan pantauan, Rabu (3/4/2019), harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) internasional dari situs Malaysia Palm Oil Council pada Februari 2019 bergerak di kisaran 519,86 dollar Amerika Serikat (AS) per ton - 568,14 dollar AS per ton. Pada Maret 2019, harganya bergerak di 505,64 dollar AS - 536,52 dollar AS.
Harga karet internasional dengan kode TSR20 di Tokyo Commodity Exchange pada Februari 2019 senilai 1.300 dollar AS per ton - 1.530 dollar AS per ton. Pada Maret 2019, harganya bergerak di angka 1.410 dollar AS per ton - 1.560 dollar AS per ton.
Untuk harga kakao di tingkat internasional, berdasarkan pantauan di situs International Cocoa Organization, harga pada Februari 2019 berkisar 2.255,8 dollar AS per ton. Harga pada Maret 2019 sekitar 2.200,49 dollar AS per ton.
Pengamat dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia Khudori berpendapat, masih rendahnya NTP perkebunan rakyat menjadi sinyal untuk mendorong hilirisasi untuk mendongkrak permintaan dalam negeri. "Jika dibandingkan, NTP lain (selain perkebunan) terbentuk karena harganya bergantung pada permintaan dalam negeri. Meskipun demikian, penguatan ekspor tetap harus jadi sorotan," tuturnya saat dihubungi, Rabu.
Dari sisi kesejahteraan, Khudori menyoroti, adanya indikasi kesejahteraan petani perkebunan rakyat tertekan karena peran petani tak hanya sebagai produsen tetapi juga konsumen dalam rantai ekonomi. Berdasarkan data BPS, inflasi desa pada Maret 2019 berkisar 3,33 persen.
Menurut Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto, mayoritas petani kelapa sawit, terutama yang bersifat swadaya, menggantungkan kehidupannya dari harga kelapa sawit yang terbentuk di tingkat petani. Dia berharap, pemerintah dapat memastikan akses pasar dan harga bagi petani, terutama terkait serapan dalam negeri.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia Arief Zamroni berpendapat, kesejahteraan petani kakao saat ini masih tergolong stabil. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia Lukman Zakaria berpendapat, jika harga di tingkat petani masih rendah, petani karet ingin mengalihkan lahannya menjadi kebun kelapa sawit. (JUD)