BEKASI, KOMPAS — Banyak warga Bekasi, Jawa Barat, yang mengandalkan kereta rel listrik. Hal ini terjadi karena adanya titik macet di sejumlah ruas jalan dari Bekasi-Jakarta. Sayangnya, moda andalan tersebut semakin sering terganggu dalam sepekan terakhir.
Gangguan ini menyebabkan warga mengorbankan waktu, biaya, dan tenaga. Sebab moda angkutan alternatif selain KRL terbatas ketersediannya. Pengguna KRL jurusan Bekasi-Jakarta, Novi Dyan (30), menuturkan, gangguan perjalanan kereta membuat perjalanannya menjadi semakin lama ke tempat tujuan.
”Tetapi saya tetap memilih pakai KRL karena tidak biasa menggunakan moda angkutan lain,” kata Novi di Kota Bekasi, Kamis (4/4/2019). Novi mengalami pengalaman pahit ini saat terjadi rel patah di antara Stasiun Cakung-Stasiun Bekasi, Selasa (2/4/2019). Ketika itu, dia tertahan sekitar 1,5 jam di Stasiun Gambir, Manggarai, dan Jatinegara.
Hal serupa dialami Pandu Aji Prakoso (21), mahasiswa Universitas Gunadarma, Depok. Mahasiswa yang biasa menggunakan KRL dari Stasiun Bekasi itu, pada Selasa kemarin, baru tiba di rumahnya di Tambun, Bekasi, sekitar pukul 23.00. Padahal, sebagai mahasiswa, dia masih memiliki sejumlah tugas kuliah yang harus dikerjakan saat malam hari.
Pandu menambahkan, gangguan itu juga menyebabkan ribuan pengguna KRL terpaksa turun di Stasiun Cakung dan berjalan kaki. Mereka kesulitan mengakses sejumlah aplikasi ojek daring karena banyaknya permintaan di waktu yang bersamaan.
”Di Stasiun Kranji, ada yang sampai cegat truk. Waktu itu juga sudah malam, jadi angkutan umum terbatas,” ucap pendiri Forum Pengguna dan Pencinta KRL itu.
Menurut Nurul Miracle (40), yang menggunakan KRL sejak tahun 2010, warga Bekasi sangat bergantung pada KRL karena transportasi publik lain belum menjawab kebutuhan warga Bekasi. Transportasi massal Transjabodetabek juga dinilai belum bisa diandalkan karena masih sering terjebak kemacetan.
”Kami enggak ada pilihan. Saya pernah naik Transjakarta dari Halte Bulak Kapal ke Gerbang Tol Bekasi Timur saja bisa sampai 30 menit. Soalnya banyak angkutan umum yang ngetem di situ,” kata warga Tambun itu.
Perempuan yang berkantor di Jakarta Pusat itu, mengatakan, dia sudah sejak tahun 2010 meninggalkan mobil pribadi karena sering terjebak kemacetan lebih dari tiga jam. Menggunakan mobil pribadi juga sulit untuk mendapatkan tempat parkir.
Berharap ada perbaikan
Anggota Komunitas Commuter Line (CL) Mania, Bimo Nugroho, yang biasa menggunakan KRL dari Stasiun Jatinegara ke Kota Tua, berharap PT Kereta Commuter Indonesia segera mengurangi gangguan KRL yang terjadi berulang. Upaya itu dilakukan dengan meningkatkan pengecekan sarana dan prasarana berupa persinyalan dan aliran listrik agar diremajakan jika telah berusia tua.
Dia menuturkan, peningkatan layanan pengguna kereta sangat penting karena dampak bagi masyarakat cukup serius jika sering terjadi gangguan. Dia secara pribadi pernah dipotong gajinya karena terlambat hampir 40 menit sebelum tiba di tempat kerja.
Nurul menambahkan, perjalanan kereta dari Bekasi ke Jakarta dalam situasi normal membutuhkan waktu cukup lama karena harus bergantian menggunakan rel dengan kereta jarak jauh. Hal itu diperparah dengan jumlah penumpang yang menumpuk sejak dari Bekasi hingga Stasiun Jatinegara.
”Kami keadaan normal saja sudah menderita. Seharusnya jangan buat kami susah lagi dengan gangguan seperti ini,” ucapnya.
Pendapat berbeda dikatakan pengguna KRL Jurusan Tangerang-Tanah Abang, Anthony Ladjar (42). Menurut dia, kendala operasi KRL akibat listrik aliran atas (LAA) tidak terlalu berpengaruh karena di Kota Tangerang banyak moda transportasi alternatif yang bisa diakses warga. Selain itu, gangguan LAA juga terjadi karena tersambar petir akibat cuaca buruk.
Vice President Communication PT KCI Anne Purba, Rabu, mengatakan, kejadian beberapa hari terakhir sudah dievaluasi oleh PT KCI maupun PT KAI Daop I selaku pengelola PT prasarana kereta api. Hujan disertai petir di kawasan Jabodetabek ikut berpengaruh pada gangguan LAA.
”Ada banyak faktor yang menyebabkan gangguan prasarana KRL beberapa hari terakhir. Selain karena cuaca ekstrem, juga ada penyebab eksternal, seperti LAA tersangkut layang-layang. Ini kami evaluasi terus dan cari solusinya,” ucap Senior Manager Humas PT KAI Daop I Eva Chairunisa, Rabu kemarin.