JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada pengusaha Tamin Sukardi. Pria 75 tahun itu terbukti melakukan tindak pidana suap kepada hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan, Merry Purba. Atas vonis ini, terdakwa masih berpikir untuk mempertimbangkannya.
Keputusan majelis hakim ini dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019) malam. Vonis itu dibicakan Ketua Majelis Hakim Rosmina didampingi hakim anggota Saifudin Zuhri, Duta Baskara, Sigit Herman Binaji, dan Sukartono.
”Mengadili terdakwa Tamin Sukardi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan,” kata Ketua Majelis Hakim Rosmina.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, baik kuasa hukum maupun jaksa penuntut umum memutuskan untuk mempertimbangkan ulang vonis tersebut. Tanggapan tersebut pun diterima majelis hakim. ”Karena keputusan persidangan masih akan dipikir ulang, keputusan ini dinyatakan belum berkekuatan hukum tetap,” lanjut Rosmina.
Kuasa hukum Tamin, Junaidi Albab Setiawan, mengatakan, keputusan untuk mempertimbangkan ulang vonis hakim karena melihat kondisi kesehatan kliennya. ”Nanti tunggu keputusan kami hari Senin, ya. Beliau masih harus menjalani pengobatan,” katanya.
Tamin dinyatakan bersalah atas kasus dugaan suap kepada Merry Purba dan panitera pengganti Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi. Tindakan itu dilakukan untuk memengaruhi putusan dan agar majelis hakim memutus Tamin tidak terbukti bersalah dan divonis bebas atas tindak pidana korupsi yang dilakukan sebelumnya.
Direktur PT Erni Putra Terari tersebut saat itu didakwa atas kasus pengalihan tanah negara yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II kepada pihak lain seluas 106 hektar. Merry merupakan salah satu satu anggota majelis hakim yang mengadili perkara korupsi penjualan lahan itu. Merry disuap dengan uang senilai 280.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 3 miliar.
Selain kepada Merry, menurut jaksa, Tamin juga berencana memberikan uang 130.000 dollar Singapura kepada hakim anggota Sontan Merauke Sinaga yang menangani perkara Tamin bersama hakim ketua Wahyu Prasetyo Wibowo.
Suap bersama-sama
Dalam melakukan tindak pidana suap itu, Tamin bekerja sama dengan pengusaha Hadi Setiawan. Hari ini, di waktu terpisah, ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri dan hakim anggota, yakni Rosmina, Duta Baskara, Sigit Herman Binaji, dan Sukartono, menyatakan Hadi bersalah karena telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama.
Berdasarkan tuntutan jaksa, Hadi disebut tidak ikut serta mewujudkan program pemerintah bersih korupsi, kolusi, dan nepotisme. Namun, penyesalan yang disampaikan Hadi meringankan tuntutan perkara. Hakim pun meminta jaksa membuka pemblokiran rekening atas nama Hadi Setiawan karena rekening itu tidak terkait dalam perkara tersebut.
Hadi pun menerima vonis oleh majelis hakim. Sementara itu, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi masih berpikir untuk mempertimbangkan permohonan banding atau tidak.
Perbuatan Tamin dan Hadi dinilai melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (ERK)