MANILA, JUMAT — Presiden Filipina Rodrigo Duterte memperingatkan China untuk mundur dari pulau yang disengketakan di Laut China Selatan dan mengancam dapat melawan dengan ”misi bunuh diri” apabila China bersikeras menetap di sana. Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Filipina melaporkan, kehadiran lebih dari 200 kapal nelayan China di perairan Pulau Thitu dan Pagasa adalah ilegal dan melanggar kedaulatan Filipina.
”Saya tidak akan memohon, tetapi saya menuntut Anda (China) untuk mundur dari Pagasa karena saya punya tentara di sana. Jika Anda menyentuhnya, saya akan memberi tahu tentara saya untuk mempersiapkan misi bunuh diri,” kata Duterte, Kamis (4/4/2019) malam.
Sebelumnya, Duterte cenderung tidak mengkritik China atas klaim teritorialnya di Laut China Selatan. Upaya tersebut demi mendorong kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara-negara di Asia.
Pada Selasa (2/4/2019), misalnya, nada pernyataan Duterte terhadap China masih bersahabat. ”China hanya ingin berteman dengan kami,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg.
Meskipun badan pertahanan Filipina telah memperingatkan bahwa kehadiran dan aksi China di Laut China Selatan semakin intens, Duterte menganggap China tidak berusaha merebut wilayah Filipina. Ia juga mengatakan tidak akan menentang klaim teritorial China di Laut China Selatan.
Duterte berkali-kali mengatakan, perang dengan China hanya akan menjadi sia-sia dan Filipina akan menderita kerugian yang berat. Perilaku itu berubah paa Kamis ketika Manila melaporkan, kehadiran ratusan kapal China di teritori Filipina melanggar kedaulatan Filipina.
Pernyataan tertulis yang dirilis Manila pekan ini juga menyatakan, diplomat dari Filipina dan China sebenarnya belum lama mengadakan pertemuan dua tahunan mereka di Manila dan mendiskusikan tentang masalah terbaru di Laut China Selatan. Kedua negara menegaskan pentingnya menjaga dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan. Kebebasan navigasi dan penerbangan juga perlu dipertahankan.
Kedua negara berkomitmen untuk menangani perselisihan di antara mereka dan melanjutkan diskusi mengenai pengembangan sektor minyak dan gas di kawasan tersebut.
Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, menyatakan, klaim China atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan tidak valid. Pengadilan setuju atas hampir semua pernyataan yang disampaikan Filipina atas kasus tersebut. Meskipun demikian, China mengabaikan keputusan pengadilan itu.
Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, menyatakan, klaim China atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan tidak valid.
Di sisi lain, Beijing, Kamis, menyatakan, China dan Filipina telah bertukar pikiran secara terus terang, damai, dan konstruktif mengenai konflik di perairan Pulau Thitu dan Pagasa.
Amerika Serikat sementara itu pernah menyatakan pada Maret 2019 bahwa mereka siap membantu Manila apabila terjadi konflik bersenjata di Laut China Selatan. AS juga terus menegaskan prinsip kebebasan navigasi di wilayah itu dan menyoroti pulau buatan China yang digunakan sebagai markas militernya.
Laut China Selatan merupakan wilayah dengan nilai ekonomi sangat besar. Selain kaya sumber daya alam, nilai barang yang melintasi wilayah itu mencapai triliunan dollar AS setiap tahun. (AFP)