Ketidakpastian Situasi Global dan Domestik Mengerem Aktivitas Industri
Pelambatan ekonomi global dan Pemilihan Umum 2019 memicu kekhawatiran sebagian pengusaha. Mereka cenderung menunggu kepastian yang akan terjadi setelah fase ini dapat terlewati. Akibatnya dari langkah ini, terjadi pengereman aktivitas industri.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelambatan ekonomi global dan Pemilihan Umum 2019 memicu kekhawatiran sebagian pengusaha. Mereka cenderung menunggu kepastian yang akan terjadi setelah fase ini dapat terlewati. Akibat dari langkah ini, terjadi pengereman aktivitas industri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor bahan baku dan penolong pada triwulan I-2019 merosot 7,27 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 30,58 miliar dollar AS. Nilai impor barang modal juga turun 4,17 persen menjadi 6,74 miliar dollar AS. Sementara pada triwulan I-2018, impor bahan baku dan penolong meningkat 18,35 persen dari triwulan I-2017. Nilai impor barang modal juga naik 27,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Jika golongan bahan baku dan penolong dispesifikkan menjadi kelompok industri penggunanya, secara garis besar penurunan paling tajam pada triwulan I-2019 berada di kategori bahan bakar dan pelumas untuk industri primer dan industri proses. Penurunan masing-masing 46,46 persen (primer) dan 30,58 persen (proses).
BPS juga mencatat, kenaikan impor bahan baku untuk industri primer dan proses pada triwulan I-2019 lebih lambat dibandingkan pada triwulan I-2018. Pada triwulan I-2019, nilai impor bahan baku untuk industri primer naik 1,31 persen dan industri proses meningkat 0,24 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Padahal, peningkatan impor bahan baku pada triwulan I-2018 dibandingkan tahun sebelumnya 30,68 persen untuk industri primer dan 11,97 persen untuk industri proses. ”Penurunan ini dipengaruhi oleh ketidakpastian akibat pelambatan ekonomi global dan hasil Pemilu 2019,” ujar ekonom PT Bank Danamon Indonesia, Dian Ayu Yustina, saat dihubungi, Selasa (16/4/2019).
Dari sisi eksternal, Dian berpendapat, revisi proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 dari 3,5 persen menjadi 3,3 persen menimbulkan ketidakpastian bagi industri. Sebelumnya IMF mencatat, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 sebesar 3,6 persen.
Dari sisi domestik, hasil Pemilu 2019 membuat adanya ketidakpastian terhadap kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintah. Imbasnya, kata Dian, pelaku industri cenderung menunggu dan melihat, baik untuk ekspansi usaha maupun peningkatan produksi.
Karena menahan ekspansi usaha dan peningkatan produksi, impor bahan baku/penolong ataupun barang modal cenderung menurun. Dian memperkirakan, pada semester II-2019, aktivitas industri akan pulih dan impor diprediksi meningkat.
Lebaran 2019
Nilai impor bahan baku dan penolong industri makanan dan minuman naik pada triwulan I-2019 dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk industri makanan-minuman primer nilainya naik 20,65 persen, sedangkan yang bersifat proses peningkatannya 15,65 persen.
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman, peningkatan impor tersebut untuk memenuhi kebutuhan saat Ramadhan-Lebaran 2019. ”Hal ini terjadi seperti biasa, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami melakukannya business as usual,” ucapnya.
Dari sisi komoditas untuk industri makanan-minuman, BPS mencatat, impor susu dan gandum meningkat pada triwulan I-2019 dibandingkan dengan tahun lalu. Kenaikan impor produk susu sebesar 2,28 persen menjadi 121,8 juta dollar AS.
Impor produk gandum juga meningkat 25,08 persen menjadi 930,2 juta dollar AS. Adhi mengatakan, bahan baku impor ini mayoritas untuk produksi biskuit. Gapmmi juga melihat adanya peningkatan permintaan produk makanan-minuman sebesar 30 persen di atas normal pada Ramadhan-Lebaran 2019. ”Peningkatan produksi sudah terlihat mulai Maret lalu,” kata Adhi.
Selain makanan-minuman, produksi industri tekstil seharusnya mengalami peningkatan. Akan tetapi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta mengatakan, produksi belum meningkat lantaran permintaan industri pakaian tertahan.
Berdasarkan laporan yang diterima Redma, tertahannya permintaan industri pakaian sebagai pengguna disebabkan oleh penumpukan kain impor di gudang yang disinyalir sejak Februari 2019. Padahal, seharusnya produksi industri serat dan filamen naik sekitar 15 persen menjelang Ramadhan-Lebaran. (JUD)