Mirip pasar kaget, warga Kelurahan Malimongan Tua, Wajo, Makassar, berkerumun seperti sedang berebut barang kulakan. Rupanya, ada yang lebih menarik daripada berbelanja.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
Saat hampir semua toko di Makassar, Sulawesi Selatan, tutup karena pemiliknya pergi merayakan pesta demokrasi Pemilu 2019, Rabu (17/4/2019), jajaran tenda putih di Jalan Tarakan, Kelurahan Malimongan Tua, Wajo, cukup mengejutkan. Mirip pasar kaget, warga sekitar berkerumun seperti sedang berebut barang kulakan. Rupanya, ada yang lebih menarik daripada berbelanja, yaitu perhitungan surat suara pasangan calon presiden-wakil presiden.
Benar, tenda-tenda putih di sepanjang Jalan Tarakan bukanlah deretan kios bazar atau pasar kaget, melainkan tempat pemungutan suara (TPS). Ada 14 TPS yang berbaris di sepanjang jalan, masing-masing terbuat dari dua tenda putih beratap runcing melengkung.
Hebohnya berbagai TPS tersebut pun tidak kalah dengan kios kulakan. Di TPS 14, misalnya, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengangkat kertas suara sambil membacakan nomor pasangan calon yang dicoblos.
”Kosong satu…! Kosong dua…!” pekiknya sesuai hasil coblosan pemilih. Warga yang menyaksikan, baik anak-anak maupun orang dewasa, tak membiarkan lelaki kurus itu heboh sendiri. ”Wooii...! Eaaaa...! Tancap gas!” teriak mereka bergantian.
Ada lebih dari 200 kertas suara yang harus dibacakan anggota KPPS itu. Terkadang ia kelelahan meneriakkan nomor pasangan calon. Bagaimana lagi? Warga telanjur antusias. Namun, warga menyadarinya. ”Kasih dia air!” kata salah satu warga.
Suasana di TPS 13 pun tak jauh berbeda. Para pemuda berkumpul dan bersorak ketika pasangan calon jagoannya memperoleh suara. Setelah surat suara habis dihitung, mereka bersorak dan tertawa, kemudian kembali ke salah satu warung untuk lanjut nongkrong.
Entah siapa yang pertama kali mencetuskan ide menata ke-14 TPS secara mengular begitu. Formasi tersebut telah digunakan sejak Pilkada 2018 dan sukses membuat TPS ”mencolok” karena mudah ditemui.
Alhasil, TPS yang berdekatan pun membuat warga semakin dekat satu sama lain. Pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mengungguli pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, hampir di semua TPS. Namun, atmosfer persaingan politik karena dominasi pendukung salah satu pasangan calon tak lagi terasa. Semuanya larut dalam kehangatan kebersamaan pesta demokrasi.
Ketua KPPS di TPS 1 Fitriani (41) mengatakan, formasi TPS yang berdekatan mendorong warga untuk turut mencoblos. Warga yang masih tercatat sebagai penduduk Malimongan Tua tetapi sudah pindah ke Kabupaten Gowa atau Kabupaten Maros bahkan niat kembali untuk memilih.
Kedekatan TPS pun bisa menciptakan jarak antara masyarakat dan api kontestasi politik yang panas. Biasanya, keluarga pergi ke TPS bersama-sama dan bisa bertemu dengan warga lain, bahkan di TPS berbeda. Pemilu pun menjelma menjadi ajang silaturahmi antarwarga.
”Tidak pernah ada bentrok saat hari-H pemilihan. Boleh berbeda-beda pendapat, tapi tetap saling menghargai. Kalau calon kita naik, tapi kita tetap bermusuhan, kan, yang rugi kita sendiri. Mungkin itu kesadaran sendiri dari warga,” tuturnya.
Tidak pernah ada bentrok saat hari-H pemilihan. Boleh berbeda-beda pendapat, tapi tetap saling menghargai. Kalau calon kita naik, tapi kita tetap bermusuhan, kan, yang rugi kita sendiri. Mungkin itu kesadaran sendiri dari warga.
Ketua KPPS di TPS 3 Ilham Nurdin (46) mengatakan, persaingan politik memang tidak bisa memecah warga. Sebab, kebersamaan warga sangat kuat sehingga perbedaan pilihan tak perlu diributkan.
”Relasi sosial warga di sini sangat bagus karena mereka selalu tinggal berdekatan. Pilihan itu terserah masing-masing dari kita. Sehabis pemilu, kita harus kembali ke kehidupan masing-masing. Kerukunan dan perdamaian tetap harus diutamakan,” lanjutnya.
Di samping itu, Ilham yang juga menjabat ketua KPPS selalu mengingatkan warga bahwa perbedaan pilihan adalah hal yang wajar. Pemilu adalah bentuk kebebasan warga negara sesuai hati nuraninya. Karena itu, tidak perlu saling mencela pilihan satu sama lain.
Heriani (49), warga yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 12, mengatakan, warga sudah merasa nyaman dengan formasi TPS yang diterapkan di Jalan Tarakan. Warga pun semakin merasa dekat satu dengan yang lain.
”Warga sudah saling mengenal sejak lama, makanya kami bisa tetap rukun. Lagi pula, beda pendapat itu sudah biasa,” kata Heriani.
Akhirnya, pemilu adalah sebuah pesta. Perbedaan pendapat bukan untuk dipersoalkan, melainkan untuk dirayakan.