Sekitar dua ratus mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatera Barat demonstrasi ke Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat, Kamis (25/4/2019). Mereka menuntut KPU transparan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Sekitar dua ratus mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatera Barat berdemonstrasi di Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat, Kamis (25/4/2019). Mereka menuntut KPU transparan. Mereka juga meminta KPU memberikan santunan terhadap petugas yang menjadi korban pemilu serentak.
Mahasiswa berunjuk rasa di depan kantor KPU Sumatera Barat (Sumbar) selama satu jam sejak pukul 14.30. Mereka membawa keranda, replika mayat, dan spanduk-spanduk sebagai bentuk keprihatinan terhadap pelaksanaan pemilu, khususnya di Sumbar.
Dalam kesempatan itu, Aliansi BEM Sumatera Barat menyampaikan empat tuntutan kepada KPU Sumatera Barat. Tuntutan yang dimuat dalam pakta integritas itu kemudian ditandatangani oleh Komisioner KPU Sumatera Barat Divisi Partisipasi masyarakat dan Sumber Daya Manusia Gebril Daulai.
Adapun isi tuntutan mahasiswa adalah mendesak KPU menyelesaikan permasalahan pemilu yang terjadi di Sumatera Barat. Berbagai dugaan kecurangan, misalnya ada 101 tempat pemungutan suara harus melakukan pemilu ulang, dan adanya kasus kebakaran surat suara. Kasus-kasus itu telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"(Kami juga menuntut) KPU Sumatera Barat memberikan klarifikasi kepada publik terkait permasalahan pemilu di Sumatera Barat dan klaim perhitungan suara melalui konferensi pers," kata Koordinator Pusat BEM se-Sumatera Barat Indra Kurniawan, yang membacakan tuntutan.
KPU Sumbar juga dituntut bekerja secara profesional dalam merekap suara dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia serta memecat petugas penyelenggara pemilu yang curang. KPU Sumatera Barat diminta pula untuk mendesak KPU RI memberikan tunjangan kepada penyelenggara pemilu yang sakit dan meninggal dunia dalam penyelenggaraan pemilu.
"Pemilu kita tahun ini memiliki banyak permasalahan, mulai dari kejanggalan, kebakaran, bahkan kematian janin salah seorang petugas KPPS. Kita mau ada pertanggungjawaban terhadap itu. Kita tidak mau sistem seperti sekarang terjadi lagi," ujar Indra.
Pemilu kita tahun ini memiliki banyak permasalahan, mulai dari kejanggalan, kebakaran, bahkan kematian janin salah seorang petugas KPPS. Kita mau ada pertanggungjawaban terhadap itu. Kita tidak mau sistem seperti sekarang terjadi lagi
Aliansi BEM Sumbar pun memberikan waktu sepuluh hari kepada KPU Sumatera Barat untuk menindaklanjuti tuntutan mereka. Jika tidak, mereka akan kembali menggelar unjuk rasa. Mereka juga mengklarifikasi bahwa aksi yang dilakukan tidak ditunggangi kepentingan politik manapun dan murni untuk kepentingan agar pemilu ke depan lebih baik.
Gebril yang menerima para pengunjuk rasa menjelaskan, masyarakat bisa mengawasi dan melaporkan jika terjadi dugaan kecurangan selama proses pemungutan dan penghitungan suara. Masyarakat bisa langsung melapor karena di setiap TPS memiliki pengawas dan saksi.
Sementara, ketika rekapitulasi suara di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, yang diundang hanya pengawas, saksi, dan anggota panitia pemungutan suara. Pihak yang berhak menyampaikan keberatan saat rekapitulasi hanya pengawas dan saksi, sesuai peraturan yang berlaku.
"Kalau untuk hadir saat proses rekapitulasi suara (di kecamatan atau kabupaten/kota), bisa saja, sepanjang (masyarakat) tidak menggangu proses rekap," kata Gebril.
Kemudian, terkait 101 TPS yang melakukan pemungutan suara ulang (PSU), Gebril mengatakan, itu tidak bisa disimpulkan sebagai kecurangan. Pemilu ulang dilakukan di antaranya karena pemilih yang tidak terdaftar di TPS setempat bisa memilih hanya dengan memperlihatkan KTP tanpa mengurus formulir pindah memilih.
"PSU dilakukan karena adanya kekeliruan dan itu merupakan mekanisme koreksi. Kalau disebut ada kecurangan, sampai saat ini belum ada putusan yang menyebutkan ada kecurangan di Sumatera Barat," ujar Gebril. Sebagian kekeliruan tersebut terjadi karena tidak semua petugas di lapangan memiliki pemahaman yang utuh terhadap teknis pelaksanaan pemilu.
Selanjutnya, terkait kebakaran pada surat suara yang terjadi di Pesisir Selatan sedang didalami oleh kepolisian. Persoalan itu, kata Gebril, bukan lagi ranah KPU Sumatera Barat.
Adapun terkait perlindungan kepada petugas penyelenggara pemilu yang sakit dan meninggal dunia, Gebril mengatakan, KPU se-Indonesia menggalang dana untuk memberikan santunan sebagai bentuk solidaritas kepada petugas yang meninggal dunia. Sementara itu, negara tidak menanggung karena memang tidak ada anggarannya.
"Kita sudah memperjuangkan itu secara nasional oleh KPU RI. Tapi proses penyusunan anggarannya melibatkan pemerintah dan DPR. Ada mekanisme pembahasan anggaran melalui lembaga tripartit, yakni pemerintah, legislatif, dan Bappenas. KPU dari periode yang lalu sudah mengusulkan agar semua penyelenggara diberikan asuransi. Kewenangan (soal keputusan) bukan lagi di KPU," ujar Gebril.