Alat Tes Diagnostik Cepat Buatan Lokal untuk Tekan Impor
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — PT Kimia Farma (Persero) Tbk menargetkan produksi alat tes diagnostik cepat atau rapid test agar dapat segera digunakan untuk kebutuhan industri di dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat memberi efisiensi pada kebutuhan alat tes diagnostik dalam negeri yang saat ini masih impor.
Alat tes diagnostik yang diproduksi itu terdiri dari lima jenis alat, meliputi penyakit malaria, demam berdarah, sifilis, hepatitis, dan tes kehamilan. Produksi alat-alat tes itu mulai April 2019.
Manajer Pengembangan Bisnis Organik PT Kimia Farma Wida Rahayu, Jumat (26/4/2019), mengatakan, selama ini kebutuhan untuk alat diagnostik rapid test di Indonesia sebagian besar masih mengandalkan impor. Hal itu karena seluruh bahan baku belum bisa didapatkan di Indonesia.
Sejak 2018, pabrik Kimia Farma Rapid Test yang dibangun di Denpasar, Bali, berusaha untuk menekan kebutuhan akan impor produk alat tes tersebut. Wida mengatakan, produksi alat tes di pabrik masih mengandalkan bahan baku impor, namun dapat cukup menekan biaya secara signifikan.
Konsultan Peneliti Kimia Farma Rapid Test Suraya Kiely mengatakan, harga satu alat diagnostik rapid test untuk penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang diimpor ke Indonesia bisa mencapai Rp 250.000. Harga tersebut berlaku hanya untuk satu alat tes. Padahal, setidaknya dibutuhkan dua alat tes untuk mendeteksi penyakit DBD.
“Pada penyakit demam berdarah, setidaknya diperlukan dua alat tes, yaitu untuk penyakit malaria (IgG/IgM) dan alat tes untuk DBD (NS1). Jumlah dua alat tes ini saja kalau diimpor bisa mencapai Rp 500.000. Hal ini pasti memberatkan masyarakat untuk membayar sebesar itu bila hanya untuk tes penyakit,” kata Suraya.
Dengan membuat pabrik di Indonesia, menurut Suraya, biaya produksi alat tes bisa ditekan secara signifikan. Ia mencontohkan, dari produksi alat tes yang dihasilkan di pabrik saat ini, estimasi biaya produksinya sekitar Rp 30.000 hingga Rp 50.000.
Dengan membuat pabrik di Indonesia, biaya produksi alat tes bisa ditekan secara signifikan. Dari produksi alat tes yang dihasilkan di pabrik saat ini, estimasi biaya produksinya sekitar Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per alat.
Wida mengatakan, ada sebanyak 2,7 juta permintaan alat tes untuk kebutuhan pasar nasional pada tahun ini. Adapun produksi permintaan tersebut akan dimulai dengan memasok alat tes untuk penyakit hepatitis (HbsAg test) dan alat tes kehamilan (hCG test) lebih dulu pada April 2019.
“Sejauh ini, kami mendapat 2,7 juta permintaan yang diprioritaskan untuk pasar dalam negeri. Jumlah permintaan ini mungkin bisa bertambah. Namun, kami siap untuk menerima permintaan hingga 5 juta alat tes sepanjang tahun ini,” ungkap Wida.
Didukung
Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat kunjungan ke pabrik rapid test di Denpasar, Selasa (23/4/2019) lalu, mengatakan, terjangkaunya harga alat tes diagnostik cepat akan membantu keputusan tenaga dokter di rumah sakit. Pada kasus DBD misalnya, diagnosis yang cepat dapat membantu pencegahan lebih dini.
“Saya sangat menganjurkan agar alat ini dapat segera digunakan untuk tenaga kesehatan di rumah sakit. Bila dapat di-diagnosis secepat mungkin, penanganan yang dilakukan terhadap penyakit tertentu akan lebih efektif,” ujarnya.
Wida mengatakan, Kimia Farma juga sedang mengembangkan alat tes diagnostik cepat untuk mendeteksi pengguna narkoba dan penyakit HIV. Kedua alat tes tersebut akan segera diproduksi menjelang pertengahan tahun 2019.
“Kami masih terus mengembangkan produk alat tes. Saat ini, kami juga mengembangkan bahan baku untuk alat tes diagnostik cepat DBD, bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Universitas Andalas,” kata Wida.