Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, pemerintah akan menelusuri penyebab pasti bencana banjir yang terjadi di sebagian besar daerah di Bengkulu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
BENGKULU, KOMPAS — Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, pemerintah akan menelusuri penyebab pasti bencana banjir yang terjadi di sebagian besar daerah di Bengkulu. Hal ini akan dilakukan setelah masa tanggap darurat berakhir.
Hal ini disampaikan Rohidin saat konferensi pers di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bengkulu, Minggu (28/4/2019). Menurut dia, bencana banjir dan longsor di Bengkulu saat ini dipicu curah hujan yang tinggi di hampir seluruh wilayah provinsi itu.
Hal ini berdampak pada meningkatnya volume air sungai. Namun, ada pula kemungkinan penyempitan di daerah aliran sungai dan diperparah dengan pendangkalan di muara sungai. Di sisi lain, bencana banjir ini juga disebabkan oleh volume sampah yang meningkatdan daerah tangkapan air yang semakin berkurang.
Namun, penyebab pasti bencana masih akan diselidiki, termasuk kemungkinan lahan gundul di kawasan hulu sungai. ”Permasalahan banjir tidak akan jauh dari hal seperti ini. Namun, mengenai kepastiannya akan dilakukan evaluasi sehingga bisa dilakukan pembenahan,” kata Rohidin.
Setelah hasil diperoleh, Rohidin mengatakan, pihaknya akan melakukan pembenahan tata ruang sehingga bencana ini tidak kembali terulang.
Warga Rawa Makmur, Kecamatan Muara Bangka Hulu, Robby (30), mengatakan, selama tinggal di kawasan tersebut, banjir kali ini adalah yang terbesar. Banjir Bengkulu tidak dapat diprediksi. Terkadang, saat hujan deras, di kota tidak terjadi banjir. Namun, saat hujan deras terjadi di kawasan hulu, terutama di daerah Kepahiang atau Curup, kawasan tempat tinggal Robby bisa saja banjir walau tidak hujan.
Ali Akbar, Direktur Kanopi Bengkulu, lembaga pemerhati lingkungan, menilai, banjir di Bengkulu besar kaitannya dengan aktivitas tambang batubara di kawasan hulu. Dia mengatakan, banjir yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu itu tidak bisa hanya ditimpakan pada hujan yang mengguyur sepanjang siang hingga malam pada Jumat lalu.
Debit air yang tidak mampu ditampung oleh sungai seharusnya menjadi poin perhatian utama untuk mencari akar masalah dari bencana yang tercatat merenggut 10 korban jiwa dan delapan orang lainnya dilaporkan hilang itu. Sungai Bengkulu, Ketahun, Manna, dan Musi kewalahan menampung air yang menggelontor ke badan sungai.
Luapan air akhirnya tak terhindarkan sehingga menyebabkan bencana. Bahkan, luapan Sungai Bengkulu dan anak sungainya juga menggenangi sejumlah desa di Bengkulu Tengah, seperti Desa Talang Empat, Genting, dan Bang Haji. Begitu pula desa-desa di sekitar Sungai Musi, yang membuat jalur utama penghubung Kepahiang-Bengkulu Tengah-Kota Bengkulu lumpuh beberapa saat.
Menurut Ali, penyebab utama banjir di Bengkulu tidak lepas dari amburadulnya penataan kawasan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengkulu di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah karena telah habis dikapling untuk pertambangan batubara dan perkebunan sawit. Tercatat ada delapan perusahaan tambang batubara di hulu sungai itu. Akibatnya, kawasan ini kehilangan fungsi ekologisnya.
Ali menjelaskan, sebagian besar kawasan DAS Bengkulu berstatus area penggunaan lain. Padahal, kawasan itu memiliki fungsi lindung yang semestinya dilestarikan untuk tata kelola air. Hutan lindung yang sedikit malah dibiarkan rusak.
Diketahui, DAS Bengkulu merupakan salah satu DAS terbesar di Provinsi Bengkulu dengan luas 51.951 hektar. Wilayahnya mencakup dua kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.
”Persoalan banjir di Bengkulu ini sebenarnya sudah jelas penyebabnya, yaitu kerusakan parah di area DAS Bengkulu yang diberikan untuk konsesi tambang, tetapi tidak pernah dituntaskan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah daerah,” ujar Ali.