JAKARTA, KOMPAS — Ketahanan pangan di Jakarta dibangun dari berbagai sektor, mulai dari subsidi pangan untuk masyarakat miskin, ketersediaan stok, hingga mengatur rantai distribusi. Kesiapan pasokan pangan ini vital untuk Jakarta yang 98 persen komoditas pangannya dipasok dari Jakarta.
Asisten Perekonomian dan Keuangan Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati mengatakan, selain langkah-langkah yang sudah dilakukan, saat ini juga sudah mulai dirintis contract farming (kontrak pertanian) dengan daerah penghasil. Alternatif lainnya adalah mengembangkan lahan pertanian sendiri di luar daerah.
Langkah ini diambil karena saat ini beberapa daerah penghasil komoditas pangan sudah mulai mengambil kebijakan untuk mengutamakan pasokan daerah dahulu sebelum menjual produknya ke luar.
Tanpa adanya perhatian khusus pada ketahanan pangan, ketersediaan pangan murah di Jakarta bisa terancam. Sebab, saat ini, 98 persen stok pangan Jakarta dipasok dari luar daerah. Sementara Jakarta sendiri sudah tidak memproduksi. Di lain sisi, inflasi Jakarta menyumbang 20,15 persen ke inflasi nasional. Jadi sangat vital menjaga ketahanan pangan di sini,” kata Sri di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (24/9/2019).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta pun tiap tahun dikucurkan untuk menguatkan sektor pangan tersebut. Selain untuk subsidi, anggaran juga dikucurkan dalam bentuk penyertaan modal daerah (PMD) pada badan usaha milik daerah sektor pangan di Jakarta.
Untuk subsidi pangan murah, yang di antaranya dikucurkan lewat Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan subsidi buruh, DKI Jakarta mengalokasikan sekitar Rp 950 miliar untuk tahun ini, yaitu lebih kurang Rp 650 miliar di APBD 2019 dan akan ditambah di APBD Perubahan 2019 sebanyak Rp 300 miliar. Tahun lalu, anggaran subsidi pangan sekitar Rp 850 miliar.
Direktur Pengembangan Agrobisnis Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Soekam Parwadi mengatakan, setidaknya ada tiga langkah yang perlu ditempuh perkotaan untuk membangun ketahanan pangan. Langkah pertama di tingkat lingkungan adalah dengan menggerakkan pertanian perkotaan, baik secara konvensional maupun dengan hidroponik.
Sejumlah komoditas sayuran, buah, dan bumbu bisa dipenuhi dengan pertanian perkotaan, dengan lahan terbatas ini. selain di perkampungan dan permukiman, pertanian perkotaan juga bisa dilakukan di gedung-gedung tinggi secara hidroponik.
Langkah kedua adalah membangun pola distribusi yang mampu memotong rantai pasokan dari daerah penghasil ke pasar induk serta dari pasar induk ke konsumen.
Paskomnas dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melakukannya sejak lima tahun lalu. Hal ini dilakukan dengan penyediaan program belanja komunal secara daring (online) lewat www.infopangan.jakarta.go.id. Dengan situs ini, pemotongan rantai pasokan dilakukan sehingga menjamin warga mendapat harga paling murah di pasaran. ”Ini bisa dilakukan untuk belanja secara kelompok, misalnya ibu-ibu di satu lingkungan bisa belanja bersama lewat situs ini. Barang bisa diantar,” katanya.
Sistem distribusi langsung kepada masyarakat ke pusat distribusi ini sangat penting karena masyarakat bisa membeli langsung ke pusat distribusi dengan harga terendah di pasaran. Saat ini, Paskomnas juga terus memperluas jaringan hingga ke agen-agen pos di bawah PT Pos Indonesia.
Menurut Soekam, pihaknya juga membangun pola yang sama dengan yang dilakukan di Jakarta di beberapa kota di Indonesia lainnya, antara lain Surabaya, Palembang, Denpasar, dan Semarang.