Kebijakan Moneter Akan Jaga Stabilitas Sistem Keuangan
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kebijakan moneter yang selaras dengan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan membuat fungsi intermediasi lembaga keuangan tetap optimal. Tahun ini, Bank Indonesia masih mewaspadai kompleksitas ekonomi global yang berisiko terhadap fungsi intermediasi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, sepanjang 2018 ketidakpastian ekonomi global akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed, berdampak pada kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Sepanjang 2018 lalu, The Fed empat kali menaikan suku bunga mereka sebanyak 100 basis poin hingga 2,25 persen - 2,5 persen. Kenaikan ini memicu keluarnya dana asing dari instrumen investasi portofolio negara berkembang, menuju AS.
BI pun merespons dengan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin ke level 6 persen. Tujuannya adalah untuk menarik kembali modal asing ke dalam negeri agar stabilitas nilai tukar rupiah terjaga di tengah penguatan dollar AS.
“Tekanan pada stabilitas sistem keuangan betul-betul harus dicermati bersama. Tahun 2018 ketidakpastian global mekanan sisi stabilitas moneter dan sistem keuangan,” ujarnya dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 32, di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Buku tersebut membahas stabilitas kajian stabilitas keuangan selama tahun 2018 disertai dengan kebijakan penguatan intermediasi di tengah ketidakpastian global.
Selain menjaga daya tarik aset investasi portofolio domestik, lanjut Perry, BI tetap menerapkan kebijakan mitigasi terhadap berbagai risiko dalam sistem keuangan. Guna mendorong pertumbuhan intermediasi perbankan, ada beberapa strategi BI, baik yang telah diterapkan maupun akan ditingkatkan pada waktu yang datang.
Kebijakan tersebut di antaranya pelonggaran rasio kredit terhadap pinjaman (LTV), rasio intermediasi prudensial (RIM), pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta mendorong kredit di sektor-sektor prioritas. Dampaknya, kenaikan suku bunga acuan BI tidak terlalu berdampak pada kenaikan suku bunga kredit.
“Dalam menentukan kebijakan, BI melakukan analisis makro yang procyclical terhadap sektor keuangan, serta analisis mikro yang sistemik. Hasilnya, meski suku bunga naik 175 basis poin, suku bunga kredit turun 0,23 persen,” ujarnya.
Dalam menentukan kebijakan, BI melakukan analisis makro yang pro-cyclical terhadap sektor keuangan, serta analisis mikro yang sistemik. Hasilnya, meski suku bunga naik 175 basis poin, suku bunga kredit turun 0,23 persen.
Secara industri, kredit perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I-2019. Mengutip analisis uang beredar yang dilansir BI, pada Maret 2019 kredit perbankan tumbuh 11,5 persen menjadi Rp5.319,3 triliun, melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 12 persen.
Perlambatan ini terjadi pada golongan debitor korporasi yang memiliki pangsa pasar 50,1 persen dari total penyaluran kredit, dengan pertumbuhannya tercatat sebesar 15 persen, melambat dari bulan sebelumnya 15,8 persen. Adapun, debitor perseorangan dengan pangsa 46 persen tumbuh stabil dari 9 persen menjadi 9,1 persen.
Pemangkasan
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan penurunan suku bunga acuan penting untuk mendorong investasi dalam negeri. Pekan setelah pengumuman resmi hasil Pemilu 2019 dinilai sebagai momentum yang tepat untuk memangkas suku bunga acuan BI.
“Investasi domestik tetap memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Kepercayaan dunia usaha terhadap kebijakan fiskal dan moneter saat ini sedang tinggi,” ujarnya.
Penurunan bunga acuan dapat menambah optimisme kalangan pengusaha. Hariyadi berharap rapat dewan gubernur BI yang dilakukan Mei 2019 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 hingga 50 basis poin ke kisaran level 5,5 persen atau 5,75 persen.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengungkapkan posisi suku bunga acuan akan mengikuti stabilitas eksternal. Faktor ketidakpastian yang mempengaruhi perekonomian global ini datang dari risiko geopolitik yang belum usai.
Penurunan bunga acuan dapat menambah optimisme kalangan pengusaha. Rapat dewan gubernur BI yang akan dilakukan pada Mei 2019 diharapkan memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 hingga 50 basis poin ke kisaran level 5,5 persen atau 5,75 persen.
Selain itu dari sisi domestik, perekonomian di Tanah Air dihadapkan pada tataran stabilitas sistem keuangan berupa terjadinya lingkaran setan atau lingkaran tak berujung (vicious circle) terkait dengan ketersediaan pembiayaan, produktivitas yang rendah, dan perekonomian yang lemah.
“Pergerakan dana asing sangat dipengaruhi fenomena global, namun BI akan tetap memastikan likuiditas di pasar uang tetap mencukupi, sehingga fungsi intermediasi lembaga keuangan tetap terjaga seperti tahun lalu,” ujarnya.