Terlambat Impor, Harga Bawang Putih Melonjak Dua Kali Lipat
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Akibat keterlambatan impor pada awal 2019, harga bawang putih di tingkat konsumen melonjak dua kali lipat hingga Rp 56.400 per kilogram. Oleh sebab itu, pemerintah dinilai perlu mengharmonisasi aturan terkait impor dan keterkaitanannya dengan swasembada bawang putih.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, rata-rata harga bawang putih nasional saat ini berkisar Rp 56.400 per kg. Pada awal Januari 2019, harganya berkisar Rp 24.150 per kg.
Untuk meredam lonjakan harga tersebut, Kementerian Pertanian menggelar operasi pasar bawang putih. "Harapannya, operasi pasar ini dapat menstabilkan harga bawang putih di tingkat konsumen hingga Rp 30.000 per kg," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat operasi pasar di Jakarta, Minggu (5/5/2019).
Salah satu target operasi pasar ialah Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Kementerian Pertanian menggelontorkan bawang putih sebanyak 120 ton di pasar induk itu. Selain di Jakarta, operasi pasar juga diadakan di Surabaya, Makassar, dan Medan. Operasi pasar akan diadakan setiap harinya secara bertahap selama Ramadhan-Lebaran 2019 hingga harga sesuai target.
Adapun sumber bawang putih yang digunakan dalam operasi pasar tersebut berasal dari impor sebanyak 115.000 ton yang sudah sampai di pelabuhan. Kementerian Pertanian mencatat, ada 14 importir yang menyuplai bawang putih untuk operasi pasar tersebut.
Sepanjang Ramadhan-Lebaran 2019, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mencatat, kebutuhan konsumsi bawang putih sebanyak 79.847 ton. Adapun kebutuhan total sepanjang 2019 mencapai 461.088 ton.
Akan tetapi, sepanjang triwulan I-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, total impor bawang putih mencapai 1.327 ton dan tidak ada impor sama sekali pada Februari-Maret 2019. Jika dibandingkan, impor bawang putih pada triwulan I-2018 mencapai 23.320 ton.
Oleh sebab itu, keterlambatan impor tersebut berimbas pada lonjakan harga di tingkat konsumen. "Impor terlambat karena tidak ada importir yang mengajukan permohonan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih," kata Amran.
BPS mendata, bawang putih memiliki andil terhadap inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dalam kelompok bahan makanan sebesar 0,09 persen pada April 2019. Laju inflasi bulanan kelompok bahan makanan senilai 1,45 persen.
RIPH yang diterbitkan Kementerian Pertanian merupakan syarat dalam pengajuan perizinan impor yang ada di Kementerian Perdagangan. Di sisi lain, pengajuan RIPH harus melaporkan realisasi wajib tanam bawang putih periode impor sebelumnya beserta rencana penanaman bawang putih.
Baca juga: Pemerintah impor Bawang Putih untuk Stabilkan Harga
Program wajib tanam bawang putih bagi importir ini merupakan langkah pemerintah mencapai swasembada bawang putih. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 rentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang sebagian pasalnya direvisi dalam Permentan Nomor 24 Tahun 2018 menyebutkan, importir bawang putih wajib menanam bawang putih dengan hasil produksi paling sedikit 5 persen dari volume impor yang diajukan.
Selain itu, Amran mengatakan, keterlambatan impor juga merupakan akibat dari ketidaktepatan perkiraan pemerintah. Pada awal 2019, berdasarkan laporan yang diterima, stok bawang putih masih tergolong cukup.
Keterlambatan impor juga merupakan akibat dari ketidaktepatan perkiraan pemerintah. Pada awal 2019, berdasarkan laporan yang diterima, stok bawang putih masih tergolong cukup.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian memproyeksi, kebutuhan bawang putih pada 2018 sebanyak 440.000 ton. Akan tetapi, BPS mencatat, impor bawang putih sepanjang 2019 mencapai 582.994 ton.
Secara menyeluruh, menurut pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, pemerintah perlu mengevaluasi kembali dan mengharmonisasi aturan terkait impor bawang putih. "Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan bawang putih. Oleh sebab itu, aturan terkait impor bawang putih harus diharmonisasikan, apalagi sifatnya lintas kementerian," kata dia.
Harmonisasi aturan tersebut juga mesti mempertimbangkan program wajib tanam agar Indonesia dapat swasembada bawang putih. Khudori berpendapat, keterlambatan pengajuan RIPH bawang putih juga berkaitan dengan kesulitan importir dalam memenuhi program wajib tanam.