Isu Papua Bakal Besar jika Indonesia Tak Mengontrolnya
JAKARTA, KOMPAS – Isu mengenai Papua yang terus digaungkan pihak tertentu di Pasifik akan terus begulir dan membesar jika Indonesia tidak mengontrolnya secara baik. Untuk mengendalikannya, Indonesia perlu meningkatkan leverage atau pengaruh politiknya melalui kesamaan budaya dan ekonomi.
Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, menyampaikan hal tersebut saat berkunjung ke redaksi harian Kompas di Palmerah, Jakarta, Senin (6/5/2019) petang. Ia diterima Wakil Pemimpin Umum Rikard Bagun dan Pemimpin Redaksi Ninuk Mardiana Pambudy.
Terkait dengan upaya menggaungkan kesamaan budaya dan ekonomi, Indonesia hendak menggelar acara bertajuk “Pacific Exposition 2019” di Auckland, 12-14 Juli 2019. Acara ini bertujuan meningkatkan peluang bisnis dan membangun jaringan komunitas pebisnis, budaya, dan pariwisata.
Mengapa Indonesia terlibat di kawasan Pasifik? “Lima provinsi di Indonesia timur secara geografis berada di Pasifik, sebuah kawasan yang didominasi ras Polinesia dan Melanesia. Indonesia adalah bagian dari Pasifik,” kata Tantowi.
Tantowi menjelaskan, melihat fakta sosial budaya dan geografis, Indonesia adalah Pasifik dengan etnis Melanesia dan Polinesia terbesar di dunia. “Populasi dua ras tersebut di dunia ini mencapai 13 juta jiwa. Tujuh juta jiwa di antaranya berada di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur,” katanya.
Berbagai usaha dan upaya telah dilakukan Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar Indonesia di Wellington. Misalnya, Kedubes RI di Wellington sering mengadakan pagelaran budaya untuk membuka mata masyarakat Pasifik bahwa Indonesia bangga menjadi bagian dari mereka.
Baca juga : Reposisi Indonesia sebagai Penduduk Pasifik
Kedubes RI, kata Tantowi, terus berusaha meningkatkan presensi politik atau pengaruh Indonesia di kawasan Pasifik. Disadari, bahwa saat ini sudah ada empat besar “pemain” di kawasan itu, yang masing-masing memiliki kepentingannya yakni Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan China.
Saat ini sudah ada empat besar “pemain” di kawasan itu, yang masing-masing memiliki kepentingannya yakni Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan China.
Kehadiran AS dinilai negara-negara kecil di Pasifik terlalu mengontrol mereka, dan China menjerat mereka dengan utang. Australia dan Selandia Baru, yang dijuluki sebagai the two big brothers telah meningkatkan kapasitas bantuan keuangan, tetapi tidak membuat negara-negara Pasifik mandiri.
Mengoneksikan Pasifik
Indonesia, atas dasar kesamaan budaya dan ekonomi, akan terlibat membantu untuk membuat bangsa-bangsa itu lebih mandiri dan percaya diri atas kemampuan dan potensi mereka sendiri.
“Setelah memerhatikan dan mencermati kondisi nyata di negara-negara Pasifik itu, Indonesia melakukan sebuah inisiatif untuk membantu mempromosikan semua peluang mereka,” ujarnya.
Menurut Tantowi, Indonesia akan membuat pameran perdagangan, investasi, dan pariwisata untuk Negara-negara Pasifik dengan nama Pacific Exposition 2019. Tujuannya adalah untuk memamerkan potensi ekonomi, perdagangan, investasi, dan pariwisata negara-negara itu.
“Intinya, di bidang ekonomi, kita datang sebagai pasar untuk mengakomodir berbagai produk mereka. Dalam konteks investasi, kita datang lebih sebagai investor untuk membantu mereka membangun infrastrukstur dan peningkatan kapasitas mereka,” kata mantan anggota Komisi I DPR RI ini.
Menurut Tantowi, langkah yang sama akan dilakukan di sektor pariwisata. “Kita punya mimpi besar untuk mengoneksikan negara-negara di Pasifik dengan bagian timur Indonesia. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu jauh, Indonesia timur akan masuk dalam Pacific Tourism Map,” katanya.
Kita punya mimpi besar untuk mengkoneksikan negara-negara di Pasifik dengan bagian timur Indonesia. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu jauh, Indonesia timur akan masuk dalam Pacific Tourism Map
Dengan masuknya Indonesia timur di dalam peta wisata Pasifik, turis dari kawasan manapun yang datang ke kawasan itu, di mana Indonesia ada di dalamnya, mereka cukup dengan satu visa masuk. Wisatawan bisa menambah masa liburnya sampai Labuan Bajo hingga Raja Ampat.
Tantowi juga mengatakan, dalam konteks budaya, akan digelar kegiatan pendukung yang disebut Pasific Cultural Summit pada 12-14 Juli 2016 di Auckland. “Untuk pertama kalinya kesamaan budaya bangsa-bangsa di Pasifik akan ditumpahkan di atas satu meja untuk dirumuskan saat itu. Dari kegiatan ini kita berharap akan hadir konsensus bersama mengenai kebudayaan Pasifik itu,” katanya.
Terkait dengan kegiatan bertajuk “Pacific Exposition 2019” ini, Indonesia bekerja sama dengan Australia dan Selandia Baru. Diharapkan akan ada 10.000 orang yang menghadiri pameran tersebut.
“Kita harapkan, para pelaku usaha, kelompok bisnis, dan masyarakat setempat tersejahterahkan. Sebab, mereka sudah mendapatkan ruang untuk menjual dan menawarkan produk-produk terbaik mereka ke seluruh Pasifik, utamanya adalah Indonesia,” kata Tantowi.
Menurut Tantowi, Pasifik sekarang ini adalah sebuah kawasan regional dengan populasi tidak lebih dari 30 juta jiwa. Jumlah populasi itu sudah termasuk Australia dan Selandia Baru dengan produk domestik bruto (PDB) 1,2 triliun dollar AS.
Baca juga : Peluang Indo-Pasifik
Dengan masuknya Indonesia, kawasan regional ini akan menjadi kawasan baru dengan kekuatan populasi 300 juta lebih jiwa dan PDB-nya menjadi sekitar 2,6 triliun dollar AS. Ketika digabung, dan ada Indonesia di dalamnya, maka kawasan regional ini akan menjadi lebih menarik.
“Nah, inilah yang membuat mengapa negara-negara Pasifik menjadi tertarik mengikuti acara tahunan ini. Kecurigaan mereka akan adanya angenda-agenda politik di balik ini akan tereliminir, ketika mereka bangga menyokong bagian dari satu region baru yang sangat lukratif,” katanya.
Menurut Tantowi, apabila konsep ini berjalan baik, apalagi berlangsung setiap tahun, “Kita sangat berharap tujuan akhir kita bahwa siapapun yang memimpin negara-negara Pasifik dengan agenda ingin melepaskan Papua dari Indonesia akan gampang dipengaruhi pelaku enonomi.”
“Saya sebagai duta besar berlatar belakang politik, tahu betul kekuatan politik dengan mudah bisa dinavigasi oleh para pelaku ekonomi,” ujar Tantowi lagi.
Upaya diplomasi dalam ruang (in the box), yang mengandalkan debat politik seperti yang dilakukan selama ini memang berhasil. Tetapi upaya itu tidak berdampak besar karena Indonesia terus diintimidasi dan menjadi komoditi politik oleh para pelaku politik.
“Kalau kita coba dengan cara lain, kita sentuh pelaku ekonominya, kita sejahterakan masyarakatnya, biarkan mereka yang akan mengingatkan para politisinya,” kata Tantowi mengakhiri pertemuan.