Tim penyidik mendapati kejanggalan dalam kasus tewasnya seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di areal perambahan liar dalam kawasan hutan tanaman industri di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Dugaan sementara gajah tewas karena diracun akan dibuktikan lebih lanjut lewat pengecekan sampel organ ke laboratorium.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
TEBO, KOMPAS-Tim penyidik mendapati kejanggalan dalam kasus tewasnya seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di areal perambahan liar dalam kawasan hutan tanaman industri di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Dugaan sementara gajah tewas karena diracun akan dibuktikan lebih lanjut lewat pengecekan sampel organ ke laboratorium.
Penyidik dari Kepolisian Resor Tebo, Aipda Paryanto, mengatakan olah tempat kejadian perkara tengah dilakukan. Dari posisi gajah yang tewas itu didapati sejumlah kejanggalan.
Tim juga mendapati di dekat gajah tewas itu beberapa wadah berisi cairan racun rumput. Cairan itu dimungkinkan masuk ke dalam tubuh satwa liar itu. “Namun, untuk membuktikannya kami masih akan mengirim sampel organ dan menunggu hasil tes laboratorium,” katanya, Kamis (9/5/2019).
Gajah betina yang tewas itu ditemukan tim konservasi satwa dari Frankfurt Zoological Society pada Rabu siang. Tim pun langsung melapor kepada pihaknya. ”Lokasi gajah tewas itu berada di areal perusahaan HTI yang diokupasi,” kata Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi.
Terkait temuan ini, pihaknya masih menelusuri penyebab tewasnya gajah. Ia menerjunkan tim dokter dan penyidik menuju lokasi. Penelusuran Kompas, di dekat lokasi terdapat sejumlah pondok-pondok perambah.
Koordinator Unit Mitigasi Konflik Gajah FSZ Alber Tetanus membenarkan temuan itu didapat sewaktu timnya memonitor pergerakan dua kelompok gajah di ekosistem Bukit Tigapuluh, yakni kelompok gajah Freda dan Mutiara.
Sewaktu melintasi areal HTI yang dikelola PT Lestari Asri Jaya, tim mendapati seekor gajah betina di semak. Setelah diperiksa, gajah ternyata telah mati. Saat olah TKP, Kamis kemarin, tim memperkirakan gajah telah tewas sekitar 5 hari.
Dokter hewan yang mengambil sampel organ gajah itu, drh Muslianto, mengatakan kondisi gajah sudah mulai membusuk dan bau menyengat. Sejumlah sampel organ yang diambil, seperti jantung, limpa, lambung, hati, dan paru, juga tidak baik lagi kondisinya.
Menurut Rahmad, kematian gajah itu masuk dalam areal wildlife conservation area (WCA) HTI dengan pemegang izin PT Lestari Asri Jaya. Adapun, WCA merupakan program kerjasama antara LAJ dan Michelin Group dan Royal Lestari Utama, induk usaha LAJ.
Meskipun masuk ke dalam area konservasi satwa, wilayah itu sebenarnya diwarnai perambahan liar. Berdasarkan catatan Kompas, terdata 9.000 hektar telah dirambah sekitar 3.000 KK.
Terkait temuan gajah tewas di areal kerjanya, Direktur LAJ Meizani Irmadhiany menyatakan dukungan atas penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang.
“Kami mendukung upaya investigasi yang menyeluruh dan transparan terhadap kematian gajah di wilayah WCA. Sinergi multipihak antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan LSM merupakan kunci dalam menanggulangi kasus kematian gajah dan satwa yang dilindungi lainnya serta memitigasi risiko terjadinya konflik gajah dan manusia,” kata Meizani.
Lokasi WCA terletak berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan diapit oleh dua blok konsesi restorasi ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT). WCA merupakan proyek jangka panjang LAJ bekerja sama dengan WWF-Indonesia yang secara efektif mulai dikembangkan sejak 2018. LAJ mengalokasikan sebagian area konsesi tanaman hutan industrinya sebagai wilayah jelajah bagi Gajah Sumatera yang saat ini populasinya diperkirakan hanya tersisa 120-150 individu di lanskap Bukit Tigapuluh.
Menurutnya, WCA merupakan komitmen perusahaan dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Tim Ranger WCA setiap hari rutin berpatroli serta melakukan sosialisasi kepada warga perambah untuk mencegah terjadinya konflik antara manusia dan gajah.