Pemerintah daerah didorong untuk menyelesaikan persoalan tata ruang dan wilayah juga pembangunan infrastruktur di daerah. Penyelesaian persoalan itu dinilai tidak perlu menunggu pemindahan ibu kota.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah daerah didorong untuk menyelesaikan persoalan tata ruang dan wilayah, juga pembangunan infrastruktur daerah. Penyelesaian persoalan itu dinilai tidak perlu menunggu pemindahan ibu kota.
Wacana pemindahan ibu kota semakin menjadi perbincangan ketika Presiden Joko Widodo berkunjungan ke beberapa kota di Pulau Kalimantan beberapa hari lalu. Dalam kunjungannya itu, Presiden meninjau langsung lokasi yang ditawarkan pemerintah daerah.
Dosen Kajian Politik Pembangunan Universitas Palangka Raya (UPR), Paulus Alfons, mengungkapkan, persoalan tata ruang harus segera diselesaikan di daerah. Sejak persoalan itu muncul pada 2015, sampai saat ini peraturan daerah yang berkaitan dengan hal itu belum selesai dibahas.
”Pemindahan ibu kota harus dilihat dari sudut pandang daerah. Masalah yang ada di Kalteng dengan Jakarta berbeda. Di Kalteng, persoalan tata ruang menjadi pemicu munculnya konflik agraria dan perebutan lahan di desa-desa,” kata Paulus di Palangkaraya, Kamis (9/5/2019).
Sampai saat ini, terdapat 300 desa di Kalteng yang melaporkan konflik lahan ke Kantor Staf Presiden (KSP). Salah satunya di Desa Laman Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalteng, di mana batas desa yang tidak jelas menimbulkan konflik berkepanjangan karena tak ada kesepakatan antara warga desa dan pemerintah daerah.
Di Kinipan, warga desa mempertahankan hutannya tidak digarap oleh perusahaan perkebunan sawit, sedangkan batas desa yang dibuat pemerintah kabupaten tidak sesuai dengan wilayah kelola masyarakat. Akibatnya, hutan tempat masyarakat berburu, mengambil tanaman obat dan hasil hutan bukan kayu lainnya raib.
”Persoalan seperti ini belum jadi pertimbangan pemerintah untuk diselesaikan. Jangan tunggu jadi ibu kota baru diselesaikan,” ujar Paulus.
Persoalan seperti ini belum jadi pertimbangan pemerintah untuk diselesaikan. Jangan tunggu jadi ibu kota baru diselesaikan.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, infrastruktur dan persoalan tata ruang di Kalteng tetap menjadi perhatian utama pemerintah daerah. Hal tersebut menjadi syarat untuk menyiapkan ibu kota.
”Kawasan hutan di Kalteng masih 80 persen itu kan cukup tinggi, syaratnya hanya 30 persen, jadi kawasan hutan masih banyak,” ungkap Fahrizal.
Fahrizal menambahkan, persoalan tata ruang dan wilayah masih akan tetap dibahas antara legislatif dan eksekutif. Ia pun percaya persoalan tata ruang menimbulkan konflik di antara masyarakat.
”Penyelesaian konflik lahan dan sebagainya terus berjalan. Tiap wilayah itu berbeda masalahnya, jadi nanti akan tetap diidentifikasi dan penyelesaiannya disesuaikan,” kata Fahrizal.
Fahrizal menambahkan, terkait dengan persoalan infrastruktur, pihaknya sudah menyiapkan bahan-bahan pendukung untuk dibahas di daerah. Bahan-bahan yang dibahas terkait kebutuhan, seperti bandara, pelabuhan, jalan, dan infrastruktur lainnya.
”Hasil pembahasan itu juga nanti diserahkan ke pusat supaya pusat tahu kebutuhannya di daerah kalau ibu kota jadi dipindah,” ujar Fahrizal.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menegaskan, persoalan tata ruang harus diselesaikan di daerah. Pemerintah pusat pun mendorong hal tersebut.