GENEWA, SENIN — Kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat di Teluk Persia tidak membuat takut Iran. Justru Iran mengklaim intimidasi tersebut kini memudahkannya menyerang langsung ke sasaran ketika AS melakukan pergerakan.
AS telah menempatkan kapal USS Abraham Lincoln dan sejumlah pesawat pengebom B-52 ke kawasan Teluk Persia. Washington juga setuju untuk mengerahkan rudal Patriot dan kapal serbu amfibi untuk memperkuat posisi. Sementara itu, Pentagon mengumumkan akan mengirim kapal USS Arlington (Kompas, 13/5/2019).
Kepala Divisi Kedirgantaraan Garda Revolusi Iran (IRGC) Amirali Hajizadeh mengatakan, militer AS yang terdiri dari sebuah kapal induk berisi 40-50 pesawat dan 6.000 tentara telah berkumpul di kawasan Teluk Persia. Di masa lalu, kehadiran militer AS tersebut akan menimbulkan kekhawatiran.
”Namun, ancaman ini telah berubah menjadi kesempatan bagi kami. Jika AS melakukan pergerakan, kami akan langsung menyerang mereka tepat di sasaran,” kata Hajizadeh, Minggu (12/5/2019).
Perseteruan antara AS-Iran berawal dari keberatan AS terkait program pengembangan senjata nuklir Iran. Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, AS mundur dari kesepakatan nuklir yang dibuat dengan Iran (JCPOA) 2015 pada tahun lalu.
Semenjak mundur, AS secara konsisten mendesak Iran menghentikan program nuklir dan memberikan sanksi-sanksi ekonomi agar negara lain berhenti mengimpor minyak bumi dari Iran. Namun, Iran tidak menggubris imbauan dan sanksi tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyebutkan, pengerahan militer AS ke kawasan Timur Tengah merupakan responS dari informasi intelijen ada potensi serangan Iran. Militer AS bertujuan mencegah serangan dan merespons ketika dibutuhkan.
”Ketika Iran mengganggu kepentingan AS, baik itu di Irak, Afghanistan, Yaman, atau tempat mana pun di Timur Tengah, kami siap merespons dengan cara yang tepat,” kata Pompeo, yang kemudian menambahkan bahwa AS tidak ingin memicu perang.
Ajakan bersatu
Presiden Iran Hassan Rouhani mengajak agar faksi-faksi politik bersatu menghadapi AS. Tegangan politik yang muncul dinyatakan sebagai tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan masa perang dengan Irak pada 1980-an.
Komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Hossein Khanzadi mengatakan, militer AS harus meninggalkan kawasan Teluk Persia. ”Keberadaan AS di kawasan telah mencapai batas dan mereka harus pergi,” ujarnya, Minggu.
Menteri Energi Israel Yuval Steinitz menyebutkan, ada kemungkinan Iran memanggil anggota militer Hezbollah dan Islamic Jihad dari Gaza jika perseteruan AS-Iran memanas. Bahkan, Iran bisa saja menyerang Israel.
Sebagai sekutu AS, Israel selama ini bersikap diam terkait konflik kedua negara itu meskipun pernah bertempur melawan Iran di Suriah. Israel menolak berkomentar mengenai apakah sedang mempersiapkan kekuatan militer dalam menghadapi potensi ancaman dari perseteruan AS-Iran.
Ancaman pelanggaran
Pompeo akan mengadakan pembicaraan bersama pejabat Uni Eropa di Brussel, Jerman, mengenai Iran pada hari ini, Senin (13/5/2019). Uni Eropa menyatakan ingin mempertahankan JCPOA 2015.
Pada Rabu (8/5/2019), Iran mengancam menambah pasokan bahan nuklir yang dapat melanggar kesepakatan JCPOA 2015. Pengumuman ini diberitakan tepat setahun setelah AS menarik diri dari kesepakatan.
Iran mengancam akan menambah pasokan bahan nuklir yang dapat melanggar kesepakatan JCPOA 2015.
Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian berpendapat, ancaman Iran untuk melanjutkan pengembangan senjata nuklir untuk merespon AS merupakan pelanggaran JCPOA 2015. Le Drian meminta Iran menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik.
”Iran merespons dengan buruk, yang ditambah dengan keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan dan memberikan sanksi (kepada Iran). Sayang sekali AS tidak menghormati komitmen dan seharusnya Iran dapat merespons dengan bijak,” tutur Le Drian.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton yang terlibat dalam pembahasan JCPOA 2015 telah lama berencana menarik AS keluar. Bolton dinilai bertindak agresif terutama terhadap negara Islam bahkan sebelum ia menjabat sebagai penasihat.
Pada Kamis (9/5/2019), Presiden AS Donald Trump kembali mendesak pemimpin Iran untuk berdialog dengannya terkait penghentian program nuklir, pada Kamis lalu. Desakan ini muncul di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dan militer atas Iran. Trump menyatakan, ia tidak dapat menghindari konfrontasi militer. (Reuters/AFP)