Tanggapi Koalisi Anti Mafia Hutan, APP Kembali Tekankan Komitmennya
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan Asia Pulp & Paper, grup Sinar Mas, beserta seluruh pemasoknya kembali menekankan komitmennya dalam mematuhi hukum dan perundangan serta memastikan keberlanjutan lingkungan hidup dan masyarakat di sekitar area operasinya. Hal itu kembali ditekankan ketika menanggapi tudingan dan respons Koalisi Anti Mafia Hutan terkait desakan untuk transparan dalam hal relasi kepemilikan dan pengelolaan perusahaan penyuplai.
Direktur Sustainability & Stakeholder APP Sinar Mas, Elim Sritaba, Rabu (15/5/2019), di Jakarta dalam jawaban tertulis, menyatakan, APP Sinar Mas telah menjelaskan seluruh tuduhan yang diajukan oleh para penandatangan laporan sejak tahun 2013 dan diangkat kembali pada tahun 2017.
“Sebagai wujud komitmen kami untuk menjunjung transparansi dan kolaborasi, APP juga telah berinisiatif menunjuk satu dari empat auditor terkemuka (Big Four) di Indonesia untuk melakukan tinjauan independen, yang berdasar pada serangkaian Kerangka Acuan rinci, guna memastikan bahwa rantai pasokan APP bebas dari deforestasi,” kata dia.
Lebih lanjut, APP menyatakan telah mengirimkan Ringkasan Eksekutif dari laporan audit tersebut kepada para anggota koalisi LSM terkait dan mengundang mereka untuk hadir dalam acara lokakarya pada 15 Maret 2019. Dalam kesempatan undangan APP tersebut, menurut Elim, dari anggota Koalisi Anti Mafia Hutan, hanya WWF yang hadir dan berpartisipasi aktif dalam sesi tanya jawab.
Ringkasan Eksekutif inilah yang kemudian direspons Koalisi Anti Mafia Hutan pada 15 Mei 2019. Dari Ringkasan Eksekutif itu, menurut Koalisi Anti Mafia Hutan, beberapa poin terkofirmasi terkait relasi perusahaan dengan beberapa kasus deforestasi maupun kebakaran hutan dan lahan. Koalisi mendesak agar APP transparan dan membuka keterkaitannya dengan para penyuplai bahan bakunya tersebut.
Elim Sritaba menjelaskan, laporan Koalisi Anti Mafia Hutan tertanggal 14 Mei 2019 ini dinilai, sejumlah isu yang diangkat di dalamnya tak relevan dengan rantai pasokan APP. “Hal ini karena APP telah menerapkan Kebijakan Konservasi Hutan, yang memastikan bahwa hanya kayu HTI (hutan tanaman industri) yang telah lolos proses Supplier Evaluation and Risk Assessment (SERA) sajalah yang dapat masuk ke pabrik APP,” tulis dia.
Seperti diberitakan, Koalisi melalui dokumen setebal 11 halaman berjudul Pengakuan APP/Sinar Mas Mengenai Keterhubungannya dengan Perusahaan-perusahaan Bermasalah yang dirilis, Rabu (15/5/2019), di Jakarta, menunjukkan sejumlah kasus dan temuan lapangan serta analisis citra satelit yang diduga kuat terkait APP.
“APP harus jujur dan komprehensif mengungkap informasi penerima manfaat perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok APP dan secara transparan menjalankan komitmen pelestariannya,” desak Syahrul Fitra, dari Yayasan Auriga Nusantara, anggota Koalisi Anti Mafia Hutan.
Anggota koalisi lainnya yaitu Hutan Kita Institute, Integritas, Pusat Studi Konstitusi, Woods & Wayside Internasional, WWF-Indonesia, YLBHI, Environmental Paper Network, Partnership/Kemitraan, dan Rainforest Action Network.
Tak hanya mendesak APP, Koalisi juga meminta Presiden, DPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, dan sejumlah lembaga terkait untuk menelisik berbagai potensi kecurangan maupun yang merugikan bagi perekonomian negara atas keberadaan APP/Sinarmas.
“Intervensi tegas dari pemerintah Indonesia dan tekanan lebih lanjut dari pelanggan potensial diperlukan untuk memastikan perubahan nyata, "tambah kata Aditya Bayunanda, Direktur Kebijakan dan Advokasi WWF-Indonesia, seperti dilansir dalam website WWF (www.panda.org).
Rincian dorongan kepada pemerintah yaitu Presiden agar memberlakukan single identity number (SIN) untuk menutup celah potensial bagi semua orang yang ingin menyalahgunakan informasi. DPR untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang 40/2017 tentang Perusahaan Terbatas, untuk menegaskan tanggung jawab perusahaan induk, perusahaan anak, dan grup perusahaan.