”Bela Beli Kulon Progo” Perlawanan Ideologis Hasto Wardoyo (3)
Masalah kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo mendapat perhatian serius Hasto Wardoyo dan Sutedjo begitu dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kulon Progo untuk periode 2011-2016.
Lewat pola pendampingan oleh keluarga sejahtera kepada keluarga prasejahtera, pemerintah daerah ini tidak hanya berhasil mengurangi angka kemiskinan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial berbagai komponen di dalam masyarakat.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kulon Progo, pada 2011 Kabupaten Kulon Progo memiliki 111.756 penduduk miskin atau 23,73 persen dari total penduduk 471.040 jiwa. Penduduk miskin itu terkluster dalam 34.089 keluarga prasejahtera atau 36 persen dari total keluarga yang ada di kabupaten ini.
Kabupaten yang secara administrasi terbagi atas 12 kecamatan dan 87 desa serta 1 kelurahan ini setidaknya memiliki 3 kecamatan yang dikenal sebagai kantong kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kecamatan Kokap, Samigaluh, dan Kalibawang.
Baca Juga: ”Bela Beli Kulon Progo” Perlawanan Ideologis Hasto Wardoyo (2)
Kemiskinan itu pada dasarnya disebabkan oleh terbatasnya lapangan pekerjaan di Kulon Progo sehingga banyak penduduk yang menganggur dan karena pendidikan serta keterampilan masyarakat tidak memadai. Lemahnya semangat wirausaha pada sebagian besar keluarga prasejahtera dan minimnya pemahaman akan cara pemasaran produk, baik barang maupun jasa, juga menjadikan kondisi ekonomi keluarga miskin sulit berkembang.
Kondisi itu telah menumbuhkan ide inovasi Hasto Wardoyo untuk membentuk Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB) pada pertengahan 2012 sebagai upaya membantu keluarga prasejahtera agar lebih berdaya dari sisi ekonomi.
Gagasan tersebut kemudian ditangani secara intensif oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa, Perempuan, dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Progo. Dalam pembinaan dan pendampingan, lembaga itu kemudian dibantu oleh Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan serta Tim Pembina Pos Pemberdayaan Keluarga yang berbasis di tingkat pedukuhan atau RW di Kabupaten Kulon Progo.
KAKB merupakan kelompok pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat di tingkat pedukuhan yang keanggotaannya mencakup keluarga sejahtera, keluarga prasejahtera, dan keluarga miskin absolut. Keikutsertaan keluarga sejahtera dalam KAKB dimaksudkan sebagai motivator dan inovator kegiatan dalam kelompok sehingga memacu keluarga prasejahtera dan keluarga miskin absolut untuk bangkit dan memberdayakan diri. Mereka membantu menumbuhkan semangat wirausaha melalui fasilitasi dan pendampingan.
KAKB merupakan kelompok pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat di tingkat pedukuhan yang keanggotaannya mencakup keluarga sejahtera, keluarga prasejahtera, dan keluarga miskin absolut.
Selain oleh keluarga sejahtera, pendampingan juga dilakukan perusahaan yang dapat diajak bermitra. Dukungan sarana prasarana ataupun hal teknis lainnya berupa peralatan dan teknologi juga diberikan oleh instansi terkait (dinas perinustrian dan perdagangan dan energi dan sumber daya mineral) meskipun dalam bentuk yang sederhana.
Adapun dukungan dana untuk usaha KAKB yang sebagian besar berupa warung KAKB dan usaha ekonomi produktif lainnya (ternak, produksi makanan minuman, dan kerajinan) berasal dari APBD dan tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan. Dana dari APBD diberikan dalam bentuk hibah Rp 1 miliar untuk 100 KAKB dengan nilai hibah per kelompok Rp 10 juta tahun 2013. Sementara dukungan dana yang bersumber dari CSR perusahaan terhimpun Rp 220 juta untuk 34 KAKB dengan nilai stimulan yang bervariasi antara Rp 4,25 juta dan Rp 15 juta.
Hasil pengembangan KAKB ternyata cukup positif. Apabila waktu sebelumnya banyak keluarga prasejahtera menganggur tidak memiliki usaha, sekarang mereka telah memiliki usaha walaupun hasilnya belum optimal. Setidaknya jumlah keluarga prasejahtera yang berwirausaha baik dalam bentuk usaha warung, usaha pertanian (cabai), ternak (ayam, kambing), perikanan (lele), makanan (tempe, rempeyek, keripik jamur, growol, bubur), kerajinan (tas, batik), maupun usaha jasa (pertukangan, bengkel) telah meningkat cukup banyak.
Jumlah keluarga prasejahtera yang berwirausaha melalui 15 KAKB yang berbasis di tingkat pedukuhan ini tidak kurang dari 92 keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga anggota berkisar Rp 50.000-Rp 200.000 tiap tahun untuk usaha warung dan antara Rp 150.000 dan Rp 800.000 tiap bulan untuk usaha ekonomi produktif.
Hal yang juga menggembirakan adalah ada 10 keluarga miskin absolut di 15 KAKB itu yang ikut diringankan beban kehidupannya karena kepedulian anggota KAKB, baik dalam bentuk bantuan uang maupun barang kebutuhan sehari-hari, yang diberikan pada waktu-waktu tertentu.
Apabila di waktu sebelumnya banyak keluarga prasejahtera yang menganggur tidak memiliki usaha, sekarang mereka telah memiliki usaha walaupun hasilnya belum optimal.
Untuk memperkuat perkembangan KAKB, pemerintah daerah juga meluncurkan program Senkudaya, yaitu jejaring antara Sentra Kulakan Warung Pemberdayaan Keluarga (Senkudaya) dan warung-warung kecil di desa-desa dan pemilik warung kecil khusus keluarga miskin.
Baca Juga: ”Bela Beli Kulon Progo” Perlawanan Ideologis Hasto Wardoyo (1)
Senkudaya menerapkan penjualan eceran dengan sistem ”member”. Member akan mendapat harga khusus. Member dibagi dalam tiga kelompok: pribadi, warung usaha kecil perorangan, dan warung KAKB (Kelompok Asuh Keluarga Binangun).
Dampak inovasi Senkudaya adalah memperbesar potensi untuk membangun dan memberdayakan koperasi dan kelompok usaha bagi masyarakat miskin. Rakyat sebagai pelaku usaha terbantu untuk membuka jejaring dengan warung-warung kecil di desa-desa dan dengan pemilik warung kecil khusus keluarga miskin.
Semua gerak yang dilakukan untuk pelaksanaan program KAKB secara langsung ataupun tidak langsung membawa dampak positif terhadap upaya pengentasan warga dari kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Apabila pada 2011 Kabupaten Kulon Progo masih memiliki 34.089 keluarga miskin (36 persen dari total keluarga di Kulon Progo), maka tahun 2014, berdasarkan hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten Kulon Progo, jumlah keluarga miskin telah turun menjadi 23.845 keluarga atau 16,74 persen. (Bambang Setiawan/Litbang Kompas)