Agar tidak terjadi lagi okupasi trotoar di berbagai sudut kota, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini mulai menyiapkan regulasi agar sanksi bisa diterapkan kepada mereka yang berjualan di luar lokasi binaan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/F WISNU WARDHANA DHANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki aturan penataan pedagang kaki lima di trotoar. Agar tidak terjadi lagi okupasi trotoar di berbagai sudut kota, pemprov kini mulai menyiapkan regulasi agar sanksi bisa diterapkan kepada mereka yang berjualan di luar lokasi binaan.
Kepala Dinas Bina Marga Hari Nugroho di Jakarta, Kamis (16/5/2019), mengatakan, pihaknya kini masih memetakan trotoar mana saja yang diperbolehkan untuk pedagang kaki lima (PKL) dan mana yang tidak boleh. Dia menyebut, penataan PKL kelak akan disinkronkan dengan penataan trotoar.
”Jadi, kami nanti akan buat kluster-kluster. Trotoar mana yang boleh dipakai dan mana yang tidak. Jadi, kami tetap akan atur agar tidak semrawut. Jangan sampai trotoar sudah dibagusin, tetapi PKL malah merebut hak pejalan kaki,” tutur Hari.
Aturan dibuat dengan melibatkan semua wali kota di DKI dan sejumlah satuan kerja perangkat daerah terkait, seperti dinas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dalam aturan itu, Hari menjelaskan, ada syarat khusus terkait trotoar mana yang diperbolehkan untuk PKL, misalnya lebar trotoar harus lebih dari 1,5 meter. Kemudian, ada pula klasifikasi khusus bagi PKL yang akan berjualan di trotoar tersebut.
”Jadi, tidak semua PKL asal bisa di trotoar dan tak semua trotoar juga bisa asal dipakai PKL,” ucap Hari.
Tak hanya itu, sanksi juga akan diatur dalam upaya penataan PKL di trotoar. Ini semata-mata untuk menertibkan penggunaan trotoar agar tidak sembarangan dipakai berjualan. ”Kalau melanggar, ya, kami harus tertibkan. Mudah-mudahan secepatnya aturan ini selesai,” ujar Hari.
Kepastian
Pedagang hanya mengharapkan adanya aturan yang jelas tentang berjualan di trotoar. Mereka sudah lelah menyuarakan aspirasi karena tidak kunjung mendapatkan kepastian.
Suqiyah (54), pedagang pakaian wanita di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, menyarankan agar pemerintah mendata pedagang yang berjualan di trotoar agar efektif dalam menerapkan peraturan.
”Orang di sini (trotoar) rebutan. Dapat sepetak, dua petak, sudah syukur. Data lagi agar gampang diatur dan tidak semrawut,” ucapnya.
Sama halnya dengan Deri Jambak (33), yang juga berjualan di kawasan yang sama dengan Sugiyah. Pedagang asal Pariaman, Sumatera Barat, ini sudah lelah kucing-kucingan dengan petugas ketertiban.
”Bingung, tiap hari kucing-kucingan. Kehabisan ide untuk saran ke pemerintah. Ikut saja yang mau dilakukan pemerintah. Harapannya, ya, pedagang terakomodasi,” katanya.
Pedagang lain, Muklis (50), menambahkan, penataan dan pembagian petak harus adil dan cermat. Menurut dia, kebanyakan pedagang di trotoar tak kebagian tempat di Jembatan Penyeberangan Multiguna, Jatibaru, Tanah Abang. ”Berbondong-bondong daftar, tetapi banyak yang tidak dapat,” ujarnya.
Sementara Perwakilan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Jakarta Hoiza Siregar menuturkan, asosiasi mendukung upaya pemerintah daerah dalam menata pedagang agar lebih tertib.
Pada prosesnya, pemerintah juga harus menyediakan tempat berjualan yang terjangkau oleh pembeli. Selain itu, memberikan pendampingan dan pelatihan kepada pedagang.
”Ditentukan penataannya, tidak perlu basa-basi. PKL, kalau dibina dengan baik, bisa lebih produktif,” ujar Hoiza.