Kerusuhan Terus Terjadi, Ketua DPR: Evaluasi Sistem Pemasyarakatan
DPR mendesak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengevaluasi sistem di pemasyarakatan secara menyeluruh. Ini menyusul kerusuhan yang berulangkali terjadi di lembaga pemasyarakatan dan rumah tanahan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerusuhan berulang kali terjadi di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan. Yang terbaru, kerusuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Terkait hal itu, DPR mendesak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengevaluasi sistem di pemasyarakatan secara menyeluruh.
Ketua DPR Bambang Soesatyo, di Jakarta, Jumat (17/5/2019), menyatakan, evaluasi sistem berkaitan dengan manajemen pengelolaan dan pengawasan di dalam pemasyarakatan. Termasuk di dalamnya penyesuaian antara jumlah sel tahanan dan warga binaan, mendesak untuk dilakukan.
”Mengingat kondisi lapas (lembaga pemasyarakatan) yang over capacity sering kali menjadi pemicu utama rusuh di lapas,” katanya.
Kerusuhan di Lapas Narkotika Kelas III di Langkat terjadi pada Kamis (16/5/2019). Emosi narapidana dipicu tindak kekerasan yang diduga dilakukan sipir terhadap seorang narapidana yang diduga menyimpan narkotika jenis sabu. Lapas ini dihuni 1.635 orang, sedangkan kapasitasnya hanya 915 orang.
Kerusuhan di Langkat berjarak kurang dari sepekan dengan kerusuhan di Rumah Tahanan Siak, Sabtu (11/5/2019). Menurut Kepala Keamanan Rutan Siak Mulyadi, kerusuhan bermula dari penganiayaan oleh tiga petugas jaga terhadap tiga laki-laki terduga pemakai sabu, yakni Li, Lim, dan Lem (Kompas, 13/5/2019).
Data dari Kanwil Hukum dan HAM Riau, kapasitas Rutan Siak 130 orang. Namun, penghuni saat ini diperkirakan mencapai 600 orang.
Selain penyesuaian antara jumlah sel dan warga binaan, Bambang juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menjamin setiap warga binaan mendapatkan haknya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasalnya persoalan hak yang diabaikan juga kerap menjadi pemicu kerusuhan.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik melihat salah satu hulu dari persoalan kelebihan penghuni di lapas atau rutan adalah banyaknya pengguna narkoba yang ditahan. Padahal pengguna seharusnya tidak perlu ditahan, cukup direhabilitasi.
Dia mencontohkan, dari 12.291 narapidana di Riau, sebanyak 6.632 orang di antaranya adalah pengguna narkoba.
”Sejak lima tahun lalu, problem ini masih terus berputar pada masalah yang sama. Komisi III berulang kali mengingatkan Menkumham agar membenahi persoalan ini. Dukungan anggaran juga diberikan dengan membangun lapas yang baru. Namun, jumlah penyalahgunaan narkoba yang masuk penjara juga tak berkurang. Padahal tak semuanya harus dipenjara. Undang-undang menyatakan bahwa pengguna dapat direhabilitasi,” katanya.
Dia pun mengkritik penegakan hukum yang terkesan berat sebelah. Jika artis atau orang terkenal diketahui menggunakan narkoba misalnya, mereka direhabilitasi. Sebaliknya jika bukan, dipidanakan.
”Mestinya diperlakukan sama. Soal ini harus diurus hulu dan hilir kalau mau selesai,” katanya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami menjawab singkat atas pertanyaan Kompas mengenai upaya Kemenkumham mencegah kerusuhan terjadi di lapas atau rutan.
”Pelaksanaan tugas dan fungsi harus berdasarkan aturan yang berlaku. Pembinaan dan pelayanan harus berdasarkan SOP (prosedur standar operasi). Jangan ada penyimpangan sedikit pun oleh siapa pun,” ujarnya.
Sri mengatakan, saat ini dirinya sedang dalam perjalanan melihat Lapas Narkotika Kelas III di Langkat pascakerusuhan. Menurut rencana, dia juga akan mendengar keluhan dari warga binaan. Selain itu, pihaknya sedang menyelidiki dugaan penganiayaan oleh petugas lapas terhadap narapidana.
”Yang bersalah akan dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku,” katanya.