Perambahan Hutan di Bukit Serelo Diduga Ditunggangi
Pembalakan hutan dan perusakan kantor Resor Konservasi Wilayah IX di pusat latihan gajah Kawasan Hutan Suaka Alam Isau-Isau, Lahat, Sumatera Selatan oleh warga Dusun Padang Baru diduga ditunggangi pihak tertentu. Polisi telah menangkap 10 pelaku yang terancam pidana penjara maksimal 10 tahun.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
LAHAT, KOMPAS - Pembalakan hutan dan perusakan kantor Resor Konservasi Wilayah IX di pusat latihan gajah Kawasan Hutan Suaka Alam Isau-Isau, Lahat, Sumatera Selatan oleh warga Dusun Padang Baru diduga ditunggangi pihak tertentu. Polisi telah menangkap 10 pelaku yang terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Resor Lahat Ajun Komisaris Besar Ferry Harahap ketika dihubungi dari Palembang, Jumat (24/5/2019). Polisi menangkap para pelaku, Kamis (23/5). Polisi menyita pula sejumlah alat bukti seperti mesin gergaji kayu, potongan kayu, dan batu yang digunakan untuk melakukan perusakan.
Ferry menerangkan, kesepuluh pelaku merupakan warga Dusun Padang Baru, Desa Padang, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat. Mereka diketahui setidaknya sudah melakukan perambahan di pusat pelatihan gajah Kawasan Hutan Suaka Alam (HSA) Isau-Isau di kawasan Bukit Serelo, sebanyak 30 kali. “Untuk penebangan terakhir, kami melakukan tindakan tegas,” ungkapnya.
Dia mengatakan, penindakan baru dilakukan sekarang karena beberapa waktu lalu, pihaknya sedang berkonsentrasi mengamankan pemilu dan mencegah potensi konflik horisontal. Selain itu, polisi juga terus melakukan upaya persuasif kepada warga. Namun, warga terus melakukan perambahan sehingga perlu ditindak tegas.
Namun saya meyakini, konflik ini bukan sekadar masalah lahan tetapi ada pihak yang menungganginya. Hal inilah yang masih diselidiki.
Dari sepuluh pelaku yang ditangkap, dua di antaranya diduga sebagai dalang perambahan yakni BS (61) dan ST (33). Kedua orang yang memiliki hubungan ayah dan anak ini, diduga mengajak warga untuk merambah hutan.
Ferry mengungkapkan, warga dusun Padang Baru menganggap kawasan HSA Isau-Isau merupakan milik warga, bukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Mereka pun menuntut agar tanah itu dikembalikan.
“Namun saya meyakini, konflik ini bukan sekadar masalah lahan tetapi ada pihak yang menungganginya. Hal inilah yang masih diselidiki,” katanya.
Adapun penangkapan didasari laporan BKSA Sumsel tentang perambahan di kawasan hutan Suaka Alam (HSA) Isau-Isau pada 23 Agustus 2018.
Adapun tiga pelaku lain ditangkap karena merusak kantor Resor Konservasi Wilayah IX, Lahat pada 4 Maret 2019. Lima pelaku lainnya ditangkap saat melakukan perambahan pada Kamis (23/5). “Ini sebagai bentuk ketegasan kami terhadap perbuatan melanggar hukum,” kata Ferry.
Sebelum menangkap para pelaku, Ferry mengaku, polisi telah melakukan upaya persuasif kepada warga. Dirinya sudah memperbolehkan warga memperjuangkan haknya, tetapi tidak dengan melawan hukum. Bahkan, dirinya juga telah membantu warga bertemu dengan BKSDA Sumsel dan pemerintah daerah untuk berdialog. “Namun, mereka malah melakukan perusakan. Tentu ini tidak boleh dibiarkan,” katanya.
Akibat aksi warga ini, 30 hektar kawasan HSA Isau-Isau rusak. “Di bagian depan hutan seluas 12,5 hektar, semua pohon sudah ditebang, demikian juga di kawasan pebatasan HSA yang sudah diklaim warga,” katanya.
Di bagian depan hutan seluas 12,5 hektar, semua pohon sudah ditebang, demikian juga di kawasan pebatasan HSA yang sudah diklaim warga.
Atas perbuatannya, tersangka perusak hutan dijerat Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. Adapun mereka yang merusak kantor dijerat Pasal 170 KUHP tetang perusakan bersama-sama dengan ancaman hukuman 5 tahun 6 bulan.
Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Lahat Martialis Puspito mengapresiasi tindakan kepolisian menindak tegas pelaku perusakan hutan. Hal ini bisa menjadi peringatan bagi warga untuk tidak lagi melakukan hal serupa.
Jika tindakan hukum tidak diterapkan, Martialis khawatir akan menjadi preseden buruk bagi aksi serupa selanjutnya. Bisa jadi, warga menganggap penusakan hutan diperbolehkan. “Jika hal ini terjadi, kawasan hutan lindung dan Suaka Margasatwa Isau-Isau yang berada di dekat HSA juga akan terancam,” katanya
Martialis menuturkan, selain menebas pohon, sebagian warga Dusun Padang Baru juga memasang cor beton untuk menandai batas wilayah. Dari 210 hektar (ha) kawasan HSA, mereka mengklaim 170 ha milik warga.
Namun, dari 40 ha lahan yang tersisa, hanya 30 hektar yang bisa digunakan untuk gajah. Sementara 10 hektar lainnya tidak memiliki lahan pangan karena merupakan kawasan hutan primer. Martialis berharap, proses hukum dapat terus berjalan hingga ke pengadilan.
Martialis belum bisa memastikan pengembalian delapan gajah yang saat ini dipindahkan ke Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin. Ia masih menunggu kepastian keamanan guna mengurangi risiko. “Apabila ada kepastian, kami bersama pihak terkait juga akan segera memperbaiki hutan yang telah ditebang warga,” katanya.