”Coworking Space” Diminati Korporasi Industri Konvensional
Operator ”coworking space” terus menambah luas ruangan demi memenuhi tingginya permintaan sewa.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Operator ruang kerja bersama atau coworking space terus menambah luas ruangan demi memenuhi tingginya permintaan sewa, terutama dari kalangan perusahaan sektor industri konvensional skala besar. Tren ini sejalan dengan keinginan perusahaan sektor industri konvensional skala besar bertransformasi digital agar tetap relevan.
Head of Corporate Communication CoHive, Kartika Octaviana, di Jakarta, Senin (27/5/2019), menilai tren yang kini berkembang adalah perusahaan skala besar (enterprise) dan korporat ingin tetap relevan di era industri digital. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk memindahkan ruang bekerja sebagian divisinya ke ruang kerja bersama.
Pada saat bersamaan, perusahaan rintisan dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang lebih dulu terbiasa di coworking space memerlukan masukan bisnis dari enterprise ataupun korporasi. Dari sanalah, kemudian, ruang kerja bersama berkembang menjadi ruang temu.
CoHive mulai beroperasi pada Mei 2015. Pada saat itu, namanya adalah EV Hive dan diperuntukkan sebagai ruang kantor bagi perusahaan rintisan bidang teknologi yang telah mendapat investasi dari East Venture. Lokasi coworking EV Hive pertama terletak di Jalan Maja, Jakarta Selatan, atau depan Pasar Puring.
Dalam perjalanannya, ruang kerja bersama EV Hive terbuka bagi perusahaan rintisan bidang teknologi lain, termasuk juga UMKM dan pekerja lepas. Nama EV Hive pun sempat berganti menjadi Cocowork dan per Januari 2019 berganti lagi menjadi CoHive.
Kartika menyebutkan, pada triwulan IV-2018, CoHive telah mengoperasikan 52.000 meter persegi ruang kerja bersama. Sampai Maret 2019, luas ruangan yang dikelola CoHive telah bertambah menjadi 62.000 meter persegi. Targetnya, pada triwulan IV-2019, CoHive akan mengoperasikan sampai menjadi 84.000 meter persegi.
Total anggota pengguna ruang kerja bersama CoHive sekarang 8.000. Dari jumlah ini, 80 persen di antaranya berstatus pekerja perusahaan rintisan dan UMKM. Sisanya adalah enterprise atau korporasi.
”Penambahan luas ruangan sampai akhir tahun 2019 memang kami peruntukkan guna memenuhi permintaan ruang kerja bersama dari segmen enterprise atau korporasi. Kami sekarang sudah mempunyai tim pemasaran khusus melayani segmen itu,” ujarnya.
Kartika menyampaikan, bagi segmen enterprise yang memakai jasa operator coworking space akan lebih efisien biaya operasional. Mereka tidak perlu memikirkan biaya dekorasi, mengurus acara, sampai pemeliharaan ruangan. Semua kebutuhan itu ditangani oleh operator.
Dia mencontohkan segmen enterprise yang memakai jasa CoHive, yaitu JD.ID dan Facebook. JD.ID menyewa ruang kantor di CoHive 101, kawasan Mega Kuningan. Sementara Facebook menyewa ruang kegiatan (event space) CoHive yang terletak di dalam Plaza Asia, Jakarta. Facebook mempergunakan event space CoHive untuk menggelar acara bagi pelanggan ataupun komunitas pengguna.
Di luar dua nama enterpise tersebut, Kartika menyebut ada perusahaan Indonesia berlatar belakang minyak dan gas bumi dan perusahaan multinasional dengan produk minuman ringan.
Dia menambahkan, rata-rata tingkat pemakaian seluruh coworking space yang dikelola CoHive adalah 70-80 persen.
”Lokasi coworking space CoHive menyebar di empat kota, yakni DKI Jakarta, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Utara. Kami sebisa mungkin mengelola coworking space yang dekat dengan akses fasilitas publik dan komunitas. Tujuannya adalah memudahkan kebutuhan bekerja ataupun berelasi anggota kami,” tuturnya.
Vice President International Workplace Group (operator coworking space merek Spaces) wilayah ASEAN, Taiwan, dan Korea Selatan Lars Wittig membenarkan bahwa enterprise ataupun korporasi kini mulai melirik coworking space. Dari pengalamannya, enterprise ataupun korporasi yang menggunakan coworking space karena tertarik model bekerja lebih fleksibel dan kolaboratif.
Perusahaan memilih menggunakan coworking space karena tertarik model bekerja lebih fleksibel dan kolaboratif.
Spaces sendiri pernah diminta Microsoft untuk membuka coworking space di gedung cabang mereka di Belanda. Kemudian, Spaces di Hanoi (Vietnam) mempunyai anggota dari sejumlah perusahaan konsultan global. Coworking space Spaces berkembang di lebih dari 200 kota di seluruh dunia. Di Jakarta, Spaces hadir di Menara WTC 3.
Lars mengatakan, perusahaan yang masuk daftar Fortune 500 pernah dan masih menggunakan jasa International Workplace Group. Namun, dia enggan menyebutkan nama perusahaan yang dimaksud.
”Pekerja generasi milenial amat memengaruhi cara bekerja fleksibel dan kolaboratif. Sepuluh tahun dari sekarang, pekerja milenial yang sekarang masih berstatus karyawan mungkin akan menduduki jabatan penting. Cara bekerja mereka akan mereka pakai saat jadi pemimpin,” tutur Lars.
Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL), dalam laporan Jakarta Property Market Update Triwulan I-2019 menyebutkan, ada 47 operator ruang kerja bersama di DKI Jakarta. Operator CoHive mendominasi dengan penyerapan 26 persen, diikuti WeWork (14 persen), Regus (11 persen), dan GoWork (10 persen).
Operator lain, seperti Marquee, Kolega, dan CEO Suite, menyerap kurang dari 4 persen. JLL memaparkan, di DKI Jakarta, dalam tiga tahun terakhir, ruang kerja bersama tumbuh 115 persen. Pada 2016, luasnya 74.000 m2. Pada triwulan I- 2019, luasnya menjadi 160.000 m2 (Kompas, 10 Mei 2019). (MED)