Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpesan agar seluruh masyarakat bisa kembali merajut persatuan dan saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri 1440 H, khususnya setelah pesta demokrasi. Masyarakat mesti berdamai dengan saling berbagi kebahagiaan. Bahkan, salah satunya dengan mengirimkan ketupat Lebaran kepada lawan politik.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpesan agar seluruh masyarakat bisa kembali merajut persatuan dan saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri 1440 H, khususnya setelah pesta demokrasi. Masyarakat mesti berdamai dengan saling berbagi kebahagiaan. Bahkan, salah satunya dengan mengirimkan ketupat Lebaran kepada lawan politik.
“Mari saling maaf-memaafkan yang tulus dari dalam hati. Yang kemarin beda pilihan politik, saatnya sekarang berangkulan. Kirimkan ketupat kepada lawan politikmu, kemudian bisa makan bareng dan semua bahagia,” kata Ganjar seusai Shalat Idul Fitri di Alun-Alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (5/6/2019).
Ganjar menyampaikan, Idul Fitri menjadi momentum yang sangat baik untuk kembali merajut tali persaudaraan. Sebab, ketika pesta demokrasi digelar, tentu ada pilihan yang berbeda-beda.
“Mari saatnya, hari ini kita bersalaman. Mari saatnya hari ini kita saling memaafkan. Biarlah secara konstitusional semuanya akan diselesaikan dengan baik-baik dan tidak ada lagi antaranak bangsa bergesekan,” paparnya.
Mari saatnya, hari ini kita bersalaman. Mari saatnya hari ini kita saling memaafkan. Biarlah secara konstitusional semuanya akan diselesaikan dengan baik-baik dan tidak ada lagi antaranak bangsa bergesekan
Ganjar juga mengajak setiap orang dapat mengendalikan diri, menjaga tutur kata, dan unggahan di media sosial agar tidak timbul gesekan sehingga menyebabkan luka hati. Dia berharap yang terucap dan tertulis adalah tentang optimisme dan kebahagiaan.
“Apakah gesekan fisik, apakah gesekan omongan, apakah gesekan tulisan-tulisan yang membuat orang tersinggung di medsos. Mari kendalikan hal itu. Karena kadang-kadang kita tidak pernah tahu bahwa sesuatu yang kita lemparkan ke publik bisa menggoyang, bisa menghancurkan, kadang-kadang juga bisa membuat hati menjadi bimbang, marah, dan tidak terkendali. Itu bukan Indonesia, itu bukan adat kita, itu bukan budi pekerti kita,” tuturnya.
Ganjar pun berpesan agar setiap orang bisa saling berbagi kepada yang membutuhkan. Dia berpesan, masyarakat yang memasak makanan enak di rumah agar ingat untuk berbagi kepada orang-orang di lingkungan sekitar yang membutuhkan.
"Jika ada hadiah-hadiah yang menyenangkan, berikan kepada lawan politik kemarin yang berbeda, sehingga bisa bersalaman dan kembali rukun. Itu yang menjadi harapan kita,” katanya.
Sementara itu, dalam khotbahnya, KH Mohammad Roqib, rektor IAIN Purwokerto yang menjadi khotib dalam shalat Idul Fitri menyampaikan, cinta terhadap agama terkait erat dengan cinta pada negara. “Tatkala kita mencintai agama, maka ekspresinya adalah mencintai negara kesatuan Republik Indonesia,” kata Roqib.
Tatkala kita mencintai agama, maka ekspresinya adalah mencintai negara kesatuan Republik Indonesia.
Dia mengajak jamaah yang hadir untuk berefleksi apakah bulan suci Ramadhan telah menjadikan seorang Muslim menjadi baik secara individu, sosial, dan bernegara.
“Ramadhan adalah tempat di mana kita ingin meluruskan yang bengkok. Ramadhan di mana kita harus memperbaiki watak dan karakter, kebiasaan yang negatif, biasa malas-malasan, menyebarkan berita bohong, dusta kepada sesama, bohong terhadap apa yang telah diamanahkan. Ini semuanya harus segera diluruskan melalui proses bulan suci Ramadhan,” paparnya.
Dalam perayaan Idul Fitri ini, Rokib juga mengingatkan agar setiap orang memohon ampun kepada Allah, memohon maaf kepada sesama manusia, berbagi kebahagiaan, serta mengembangkan empati terhadap sesama.
Lintas iman
Seusai shalat Idul Fitri, Komunitas Lintas Iman Kabupaten Banyumas yang antara lain terdiri dari pemeluk agama Katolik, Kristen, Budha, dan Konghucu ikut berpartisipasi membersihkan sampah koran bekas di alun-alun. Sebelumnya, mereka juga ikut menyediakan fasilitas kesehatan berupa ambulans, menjaga keamanan, dan parkir di sekitar alun-alun.
“Ini bagian dari perwujudan toleransi. Toleransi tidak hanya dalam pikiran, tapi juga mewujud dalam tindakan. Ini adalah momentum yang tepat bagi kami komunitas lintas iman di Purwokerto untuk mewujudkan, ikut membantu panitia Shalat Idul Fitri di alun-alun,” kata Koordinator Lintas Iman Agus Wahyudi.
Samuel Muyak (25), personel Orang Muda Katolik (OMK) Voltus Gereja Katolik Paroki Santo Yosep mengaku senang bisa berpartisipasi dalam menjaga dan ikut membersihkan sampah koran di alun-alun. “Ini wujud rasa toleransi beragama. Senang karena cinta kekeluarggan itu ada dan tolerensi antar umat beragama itu ada,” kata Samuel.