Kendati Diperkirakan Tumbuh Stabil, Perekonomian Indonesia Masih Belum Aman
Dalam laporan terbarunya pada Juni 2019, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 tetap stabil. Kendati begitu, Indonesia masih belum aman karena perlambatan ekonomi global berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi domestik.
Oleh
KELVIN HIANUSA/M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam laporan terbarunya pada Juni 2019, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 tetap stabil. Kendati begitu, Indonesia masih belum aman karena perlambatan ekonomi global berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi domestik.
Perlambatan ekonomi global itu akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia dan investasi. Selain itu, di dalam negeri, masih ada potensi penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Untuk itu, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu bekerja keras mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini. Target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 5,3 persen.
Bank Dunia, dalam laporan Selasa (4/6/2019), memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sebesar 2,6 persen. Perkiraan itu menurun sebesar 0,3 persen dari proyeksi yang dirilis pada Januari 2019.
Perlambatan ekonomi global itu terutama disebabkan lesunya arus perdagangan internasional akibat perang dagang Amerika Serikat dan China. Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan perdagangan menjadi hanya 2,6 persen dari sebelumnya di atas 3 persen.
Penurunan pertumbuhan ekonomi juga terjadi di kawasan Asia Barat dan Pasifik. Proyeksi pertumbuhan kawasan itu turun dari 6,3 persen menjadi 5,9 persen. Ini merupakan pertama kalinya pertumbuhan turun di bawah 6 persen sejak krisis ekonomi 1997-1998.
Dalam kondisi buruk laporan itu, posisi Indonesia cukup menggembirakan. Bank Dunia tidak mengubah proyeksi pertumbuhan Indonesia, yaitu tetap di 5,2 persen.
Ekonom Institute of Development Economics and Finance (Indef), Abdul Manap, kepada Kompas, Kamis (6/6/2019), mengatakan, perlambatan ekonomi global akan memengaruhi pertumbuhan Indonesia. Beberapa kendala yang akan dialami antara lain lesunya permintaan ekspor dan investasi.
Di sektor perdagangan, ekonomi dunia yang lesu akan menurunkan permintaan ekspor, terutama untuk komoditas mentah. ”Ini, kan, komoditas andalan Indonesia. Negara lain akan mengoreksi produksinya sehingga permintaan, misalnya, batubara akan terkoreksi,” kata Abdul.
Perlambatan ekonomi global akan memengaruhi pertumbuhan Indonesia. Beberapa kendala yang akan dialami antara lain lesunya permintaan ekspor dan investasi.
Selain itu, lanjut Abdul, harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) juga akan terkoreksi karena permintaan global turun. Permintaan tersebut melemah karena ada hambatan perdagangan CPO dan produk turunannya, terutama dari Uni Eropa yang mengeluarkan CPO dari daftar energi terbarukan.
”Pada triwulan I-2019, ekspor masih berkontribusi negatif terhadap produk domestik bruto, yaitu minus 2,08 persen. Ini bisa menjadi indikator menunjukkan masalah yang dihadapi Indonesia ke depan,” ujarnya.
Investasi
Menurut Abdul, pelemahan permintaan global akan menurunkan produksi industri manufaktur. Hal itu akan menyebabkan investasi cenderung melambat.
Pemerintah harus bergerak cepat untuk memacu permintaan domestik. Pemerintah bisa memaksimalkan konsumsi rumah tangga dengan tata kelola inflasi rendah dan peranan belanja pemerintah.
Indef memperkirakan ekonomi Indonesia tidak akan bertumbuh di atas 5 persen pada tahun ini. Meskipun pertumbuhan pada triwulan I-2019 mencapai 5,07 persen, Indef melihat pertumbuhan pada triwulan II-2019 tidak sebaik tahun sebelumnya yang mencapai 5,27 persen.
Indef memperkirakan ekonomi Indonesia tidak akan bertumbuh di atas 5 persen pada tahun ini.
”Triwulan II-2019 akan terbantu konsumsi tinggi karena Lebaran. Namun, hal itu akan tergerus oleh gejolak harga barang strategis, terutama tiket pesawat. Selain itu, masyarakat masih menahan konsumsi karena akan masuk tahun ajaran baru dan kondisi politik yang belum kondusif,” tutur Abdul.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, pemangkasan proyeksi pertumbuhan global menunjukkan perlambatan ekonomi yang disebabkan perang dagang antara AS dan China. Kedua negara tersebut merupakan tujuan utama ekspor Indonesia.
Walaupun demikian, pemerintah optimistis ekonomi dapat tumbuh sesuai target, dengan prediksi pertumbuhan triwulan II-2019 mencapai 5,2 persen. Keyakinan juga berasal dari meningkatnya peringkat daya saing global Indonesia menurut Institute for Management Development World Competitiveness Center, dari peringkat ke-43 menjadi ke-32.
Dalam situs Bank Dunia, Presiden Bank Dunia David Malpass menyampaikan, momentum ekonomi global saat ini berada di posisi lemah. Sementara itu, tingkat utang yang tinggi dan pertumbuhan investasi yang lemah membuat negara berkembang akan tertahan.
”Sangat penting negara-negara membuat iklim bisnis yang bisa menarik investasi. Mereka juga perlu menjadikan pengelolaan utang dan transparansi sebagai prioritas sehingga utang baru menambah pertumbuhan dan investasi,” papar David.
Bank Dunia menjelaskan, negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, masih bergantung pada aliran modal asing. Hal ini sangat rentan jika terhentinya aliran modal ataupun kenaikan biaya pinjaman.