Menggapai Fitrah di Atas Jembatan Ampera
Jembatan Ampera, kebanggaan warga Palembang, Sumatera Selatan, tidak hanya menjadi sarana penghubung daratan di kanan-kiri Sungai Musi. Saat Idul Fitri tiba, jembatan sepanjang lebih dari 1 kilometer ini berubah fungsi menjadi lokasi pelaksanaan shalat Id. Wartawan Kompas Rhama Purna Jati berbagi kisah dan kesannya meliput momen ini.
Matahari terbit belum gagah benar, namun puluhan ribu warga sudah berkumpul di kawasan Jembatan Ampera, Palembang untuk menjalankan shalat Idul Fitri 1440 Hijriah. Jembatan Ampera saat itu menjadi saksi ribuan warga yang menggapai fitrahnya setelah satu bulan lamanya berpuasa.
Meliput shalat Idul Fitri di Jembatan Ampera tahun ini adalah pengalaman pertama saya, walaupun sudah empat tahun bertugas di Palembang. Tahun lalu, ketika sudah bersiap-siap meliput suasana shalat Idul Fitri di Jembatan Ampera, hujan mengguyur, sehingga tidak ada keramaian di Jembatan Ampera. Sebagai gantinya, jemaah melaksanakan shalat dan berdoa di dalam Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I Jayo Wikramo.
Tahun 2017, saya juga tidak sempat meliput shalat Id di Jembatan Ampera karena tergabung dalam tim lebaran dan ditugaskan untuk meliput di Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah. Salah satu tugas yang diberikan adalah mengecek kondisi jalan tol dari Jakarta hingga ke tol fungsional di Batang, Jawa Tengah.
Itulah sebabnya, tahun ini ketika ada kesempatan, tidak saya lewatkan untuk meliput antusiasme masyarakat bermunajat di atas Jembatan Ampera. Situasi liputan pun tidak mengecewakan, saya ikut terbawa dalam suasana sukacita warga Palembang yang luar biasa besarnya.
Di Sungai Musi, saya ingin melihat perahu ketek yang membantu warga menyeberangi sungai. Untuk mendapatkan kedua momen itu, hal berat yang harus saya lakukan adalah bangun pagi.
Dua tempat yang menjadi target liputan, yakni Jembatan Ampera dan Sungai Musi. Di Sungai Musi, saya ingin melihat perahu ketek yang membantu warga menyeberangi sungai. Untuk mendapatkan kedua momen itu, hal berat yang harus saya lakukan adalah bangun pagi.
Tidak mudah untuk bangun pagi, karena pada malam Lebaran, saya juga meliput suasana takbiran di sekitar Kota Palembang. Liputan dan tulisan baru saya selesaikan sekitar pukul 23.00, dan kembali pulang ke rumah sekitar pukul 00.00.
Takut tidak terbangun, saya memasang alarm di ponsel pintar. Ponsel itupun saya letakkan tidak jauh dari telinga agar suaranya segera terdengar. Keputusan itu tepat, pada pukul 04.30 WIB saya terbangun. Walaupun mata masih terasa berat tetapi semangat untuk meliput shalat Idul Fitri di atas Jembatan Ampera mendorong saya untuk segera bangun.
Berangkat dari rumah sekitar pukul 05.30 WIB, suasana masih cukup gelap. Namun warga sudah terlihat mulai berdatangan ke Jembatan Ampera. Mereka bersiap menjalankan shalat Idul Fitri.
Sejak pukul 06.30 WIB, polisi lalu lintas menutup jalur ke arah Jembatan Ampera baik dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Beruntung, tahun ini sudah ada jembatan Musi IV yang dibangun untuk memfasilitasi kendaraan yang ingin menyeberangi Sungai Musi tanpa harus melewati Jembatan Ampera. Keberadaan jembatan Musi IV membantu keberadaan Musi II yang sudah didirikan sebelumnya.
Selain lewat darat, warga juga memanfaatkan kapal ketek (kapal mesin) untuk menyeberangi Sungai Musi. Serang (pengemudi kapal) tampak sibuk mondar-mandir menjemput penumpang di kawasan hulu dan menurunkan penumpang di kawasan hilir, tepatnya di Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang.
Turun dari kapal, beberapa warga berdiri di tepian Sungai Musi untuk mengambil wudu sebelum berjalan ke kawasan Bundaran Air Mancur dan Jembatan Ampera yang berjarak sekitar 700 meter dari Kawasan Benteng Kuto Besak. Senyum semringah tanda sukacita terpancar dari warga yang hendak menjalankan shalat.
Turun dari kapal, beberapa warga berdiri di tepian Sungai Musi untuk mengambil wudu sebelum berjalan ke kawasan Bundaran Air Mancur dan Jembatan Ampera yang berjarak sekitar 700 meter dari Kawasan Benteng Kuto Besak.
Tidak jauh dari sana, terlihat puluhan penjual koran berkeliling mencari pembeli. Mereka mengincar warga yang tidak membawa sajadah dengan harapan membeli koran untuk dijadikan alas shalat. Saat waktu menunjukan pukul 06.45 WIB, Kawasan Bundaran Air Mancur (BAM) dan Jembatan Ampera sudah padat. Saya harus mencari celah agar mendapatkan titik foto yang menarik.
Ihwal munculnya Jembatan Ampera sebagai lokasi shalat Idul Fitri dikarenakan kapasitas Masjid SMB I Jayo Wikramo Palembang yang terbatas. Pengurus Masjid SMB I Jayo Wikramo Palembang, Syukri Mascik Azhari menuturkan, sejumlah renovasi sebenarnya terus dilakukan.
Renovasi sudah dimulai dengan membangun menara masjid pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1774). Selanjutnya, pada 1819 dan 1821 dilakukan pemugaran oleh Pemerintah Hindia Belanda setelah masjid itu rusak akibat peperangan lima hari berturut-turut.
Baca juga: Rekapitulasi di KPU Papua, Pukul Meja hingga Lempar Mikrofon
Renovasi terakhir dilakukan 10 September 1999 dan diresmikan pada 16 Juni 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Renovasi yang menelan biaya Rp 32 miliar itu menambah kapasitas masjid dari 8.500 orang menjadi 15.000 orang. Namun kapasitas tersebut masih belum cukup untuk menampung jumlah jemaah shalat Idul Fitri.
Pemandangan berbeda
Ada yang berbeda di sekitar Jembatan Ampera tahun ini, yakni adanya pemandangan kereta ringan yang berlalu lalang di sebelah Jembatan Ampera. Beberapa kali suara mesin kereta terdengar disana.
Namun tidak mengganggu kekhusyukan warga untuk berdoa. Mendekati waktu shalat, warga sudah bersiap, membentangkan sajadah dan berdiri di posisinya. Ibadah shalat Idul Fitri pun dimulai. Suasana yang semula ramai, seketika senyap.
Suara khotbah dan lantunan doa serta pujian terdengar dari Masjid SMB I Jayo Wikramo. Di atas Jembatan Ampera, warga shalat dengan khusyuk. Saya tertegun melihat antusiasme warga yang sedemikian tinggi untuk memanjatkan doa kepada Sang Pencipta. Selesai berdoa, mereka bersalaman dengan jemaah lain di sekitarnya dan mengucapkan selamat Lebaran.
Penggunaan Jembatan Ampera sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan tidak hanya terjadi ketika shalat Id, tetapi juga terjadi pada momen tertentu salah satunya saat malam Tahun Baru. Jembatan Ampera ditutup bagi pengendara untuk perayaan pergantian tahun. Penutupan jembatan juga pernah dilakukan saat warga melihat fenomena gerhana matahari di Palembang.
Jembatan Ampera yang memiliki panjang total 1.117 meter ini memang menjadi mercu tanda di Kota Palembang dan keberadaannya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Baca juga: Menikmati Lebaran di ”Bumi Pancasila”
Jembatan ini menjadi penghubung dari hulu ke hilir. Sebelum Asian Games, sejumlah pembenahan dilakukan termasuk memperindah trotoar Jembatan Ampera dan pengecatan jembatan secara menyeluruh.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Isnaini Madani mengungkapkan, Jembatan Ampera menjadi salah satu obyek wisata yang ditawarkan di sepanjang Sungai Musi. Beberapa obyek wisata lain dibenahi agar minat wisatawan untuk menyusuri Sungai Musi semakin tinggi.
Bagi saya, meliput shalat Id di Jembatan Ampera memberikan pengalaman tersendiri, terutama menggambarkan semakin kuatnya hubungan antara manusia dan Tuhan melalui doa dan juga hubungan manusia dengan manusia melalui silaturahmi.