Sebagian besar ekspor komoditas pertanian Indonesia masih terbatas dalam bentuk bahan mentah atau raw material. Akibatnya, petani tak menikmati marjin tinggi dari hasil usahanya. Seluruh pemangku kepentingan mesti mendorong ekspor produk setengah jadi yang memiliki nilai tambah tinggi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Sebagian besar ekspor komoditas pertanian Indonesia masih terbatas dalam bentuk bahan mentah atau raw material. Akibatnya, petani tak menikmati marjin tinggi dari hasil usahanya. Seluruh pemangku kepentingan mesti mendorong ekspor produk setengah jadi yang memiliki nilai tambah tinggi.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil di sela-sela pelepasan ekspor biji kopi ke Georgia di Surabaya, Rabu (12/6/2019) mengatakan, hal itu masih menjadi pekerjaan rumah yang harus mendapatkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Hanya dengan nilai tambah tinggi, petani mampu menikmati marjin dari hasil usaha budidayanya dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Rabu, melepas tujuh kontainer biji kopi seberat 134 ton ke Georgia. Produk senilai Rp 134 miliar ini menjadi bagian upaya peningkatan volume ekspor komoditas pertanian Nusantara. Sejak 2014, Kementan mengklaim telah melakukan akselerasi ekspor komoditas pertanian untuk mendulang devisa menggantikan migas.
“Ekspor komoditas pertanian meningkat signifikan dalam kurun waktu 2014-2019. Jenis komoditas pertanian yang diekspor lebih banyak dan beragam,” ujar Jamil.
Berdasarkan data BPS, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian dari 2014 hingga 2018 meningkat Rp 400 triliun hingga Rp 500 triliun. Secara akumulatif, PDB 2014-2019 mencapai Rp 1.370 triliun. Salah satu faktor penyebab meningkatnya PDB pertanian adalah kenaikan nilai ekspor. Jika pada 2013 volume ekspor hanya 33 juta ton, pada 2018 meningkat menjadi 42 juta ton.
Badan Karantina Pertanian memiliki enam balai besar karantina di seluruh wilayah Nusantara. Dari enam balai besar itu, volume ekspor komoditas pertanian terbesar tercatat di Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya. Selain banyaknya eksportir, komoditas pertanian asal Jatim yang berpotensi diekspor juga kaya dan beragam.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya Musaffak Fauzi mengatakan, komoditas unggulan asal Jatim antara lain kopi, kayu, mete, cengkeh, lada, pala, pucuk kapri, dan nilam. Adapun produk hewan di antaranya sarang burung walet, susu, bulu bebek, dan ular hidup. Terkini diekspor 150 kilogram (kg) kalajengking senilai Rp 3,75 miliar ke Korea Selatan.
Total nilai ekspor komoditas pertanian 2018 sebesar Rp 44 triliun, terdiri dari komoditas tumbuhan Rp 32,9 triliun dan komoditas hewan serta produk hewan Rp 11,36 triliun. Nilai ekspor komoditas pertanian 2019 diyakini meningkat. Sebagai gambaran, selama trimester pertama tercatat nilai ekspor Rp 10,8 triliun.
Diversifikasi produk
Ali Jamil mengatakan ada empat strategi untuk meningkatkan ekspor komoditas pertanian. Salah satunya melalui program Agro Gemilang (ayo galakkan ekspor produk pertanian oleh generasi milenial bangsa). Program ini menyasar generasi muda milenial agar tertarik menjadi eksportir dengan memberikan mereka bekal pengetahuan tentang ekspor.
Strategi lain mendorong lahirnya industri pengolahan produk pertanian. Selama ini ekspor dilakukan dalam bentuk bahan mentah seperti kelapa, kopi, dan kakao. Akibatnya tidak ada nilai tambah dari produk pertanian yang dihasilkan. Harapannya ekspor bisa dilakukan dalam bentuk barang setengah jadi misalnya kopi bubuk dan coklat olahan.
Strategi lain mendorong lahirnya industri pengolahan produk pertanian. Selama ini ekspor dilakukan dalam bentuk bahan mentah seperti kelapa, kopi, dan kakao.
Pemerintah perlu mendorong industrialisasi pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan nilai tambah terhadap komoditas yang dihasilkan oleh petani Indonesia. Namun hal itu tidak mudah karena memerlukan investasi. Di sisi lain, eksportir mengaku produk hasil olahan justru kurang diminati oleh pasar luar negeri.
“Pembeli mintanya barang dalam bentuk biji kopi. Mereka tidak mau menerima bubuk kopi apalagi yang sudah dicampur dengan bahan lain,” ujar Direktur Utama PT Asal Jaya Hariyanto.
PT Asal Jaya merupakan eksportir kopi ke Georgia dan sejumlah negara lainnya di Eropa maupun di kawasan Asia. Total volume ekspor biji kopi yang dilakukan oleh perusahaan ini mencapai 40.000 ton per tahun, jenisnya robusta dan arabica. Untuk memenuhi permintaan pasar ekspor, perusahaan mengumpulkan biji kopi dari seluruh nusantara tidak hanya dari Jatim.