Alih Fungsi Lahan Picu Konflik Antara Manusia dan Satwa
Sepanjang tahun 2019, setidaknya ada 10 konflik warga dengan satwa gajah sumatera yang terjadi di Sumatera Selatan. Umumnya konflik disebabkan adanya perubahan fungsi lahan dari habitat gajah menjadi lahan perkebunan
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sepanjang tahun 2019, setidaknya ada 10 konflik warga dengan satwa gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terjadi di Sumatera Selatan. Umumnya konflik disebabkan adanya perubahan fungsi lahan dari habitat gajah menjadi lahan perkebunan.
Sejumlah upaya dilakukan untuk meminimalkan konflik mulai dari sosialisasi, pengembangan koridor satwa, hingga pemberian bantuan untuk menghalau gajah kepada masyarakat.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Genman Suhefti Hasibuan, Kamis (13/6/2019) di Palembang, mengatakan, saat ini jumlah populasi gajah di Sumsel mencapai 178 ekor, 40 di antaranya gajah jinak yang tersebar di perbatasan Banyuasin-Ogan Komering Ilir dan Lahat.
Penyebaran gajah liar ada di sejumlah wilayah, seperti Padang Sugihan di perbatasan Kabupaten Banyuasin-Kabupaten Ogan Komering Ilir dan sekitarnya mencapai 76 ekor; di Kikim, Kabupaten Lahat, berjumlah 20 ekor; di Gunung Raya, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, berjumlah 5 ekor. Selanjutnya, di Ulak Kedondong, Kabupaten Ogan Komering Ilir, berjumlah 30 ekor, dan di Hutan Harapan Kabupaten Musi Banyasin berjumlah 7 ekor.
Genman mengatakan, konflik antara gajah dan manusia kerap terjadi, bahkan tahun 2019 ada 10 kasus konflik antara manusia dan gajah. Kasus paling banyak terjadi di kawasan Gunung Raya, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Walaupun di sana hanya ada lima gajah liar, mereka tinggal di perkebunan sampai berbulan-bulan.
Konflik terjadi karena warga menanam sejumlah komoditas makanan yang disukai gajah, seperti singkong, jagung, dan pisang. Hal inilah yang membuat gajah gemar berada di kawasan tersebut. Namun, walau ada konflik, hal itu tidak sampai membunuh gajah.
”Hal ini karena proses sosialisasi terus dilakukan sehingga tidak ada jatuh korban,” ujar Genman.
Bahkan, di beberapa kawasan rawan konflik, lanjutnya, pihaknya sudah memberikan sejumlah bantuan alat bagi warga untuk menghalau gerombolan gajah. ”Kami memberikan meriam karbit bagi warga untuk menghalau gajah tidak masuk ke kawasan perkebunan warga di sana,” kata Genman.
Kami memberikan meriam karbit bagi warga untuk menghalau gajah tidak masuk ke kawasan perkebunan warga di sana.
Sejumlah upaya dilakukan, termasuk membangun skema ekosistem esensial di sejumlah kawasan, yakni menyediakan kawasan jelajah bagi satwa dilindungi. Hal ini sudah dilakukan di kawasan Banyuasin dan Musi Banyuasin melalui Kelola Sendang.
”Namun, untuk menyediakan konsep ini secara menyeluruh di Sumsel tidaklah mudah, perlu peranan dari semua pihak,” ucap Genman.
Konflik yang mengorbankan gajah juga terjadi di Pusat Latihan Gajah dan Hutan Suaka Alam Isau-Isau di kawasan Bukit Serelo, Lahat. Akibat klaim lahan oleh warga Dusun Padang Baru, 8 dari 10 gajah terusir dari habitatnya. Bahkan, 4 dari 10 gajah itu sakit diduga akibat keracunan.
Sebelumnya, Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Lahat Martialis Puspito mengatakan, akibat sengketa lahan ini, sekitar 30 hektar dari 210 hektar lahan hutan suaka alam rusak karena pohonnya ditebang. Penebangan dilakukan secara berkala dan terencana.
Beruntung, akhir Mei 2019, Polres Lahat menangkap 10 warga Dusun Padang Baru yang menjadi pelaku pembalakan hutan dan perusakan kantor Resor Konservasi Wilayah IX di pusat latihan gajah di kawasan Hutan Suaka Alam Isau-Isau, Lahat, Sumsel. Dua otak pelaku perambahan juga ditangkap.
”Ini bentuk ketegasan kami terhadap perbuatan melanggar hukum,” kata Kepala Polres Lahat Ajun Komisaris Besar Ferry Harahap.
Ferry menyebutkan, upaya preventif sudah dilakukan dengan mengimbau agar menghentikan perusakan, tetapi tidak digubris pelaku dan akhirnya dilakukan penindakan hukum.
Genman mengatakan, hingga saat ini, pihaknya belum mengembalikan delapan gajah ke pusat latihan gajah hingga proses pemulihan ekosistem rampung dilakukan. ”Kami ingin memastikan pakan dan pohon teduh untuk gajah tersedia,” ucapnya.