Perempuan dinilai belum terlibat penuh dalam pemilu. Mereka hanya digunakan untuk mendulang suara.
Oleh
Insan Al Fajri
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang perdana perselisihan hasil pemilihan presiden pada Pemilu 2019 yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019), menunjukkan sifat maskulinitas dari lembaga peradilan. Baik tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno belum menempatkan perempuan dalam diskursus substansi proses elektoral. Gerakan perempuan hanya digunakan untuk meraup suara.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengemukakan pandangan itu dalam diskusi bertajuk ”Mahkamah Keadilan untuk Rakyat” yang diselenggarakan oleh MNC Trijaya di Jakarta, Sabtu (15/6/2019). Titi berpandangan, semua pihak yang bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK) harus berkomitmen untuk melibatkan perempuan dalam seluruh proses elektoral.
”Ini bukan soal simbolisasi perempuannya (isu jender). Namun, dalam isu elektoral, pemilu itu bersifat inklusif, tidak boleh ada kelompok yang ditinggalkan,” katanya.
Titi terkejut ketika menyaksikan sidang perdana perselisihan hasil pemilihan presiden pada Pemilu 2019 di MK, kemarin, yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi. Tim kuasa hukum pihak pemohon, termohon, dan terkait didominasi oleh lelaki. Padahal, dalam masa kampanye, kedua kubu yang bersaing di Pemilu 2019 ini gencar menarasikan perempuan dalam kampanye.
Di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, kata Titi, didapati istilah gerakan politik ”emak-emak”. Begitu juga di kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Pasangan bernomor urut 01 ini juga menggunakan sayap gerakan perempuan untuk mendulang suara.
”Perempuan masih menjadi jargon untuk kepentingan elektoral, tetapi belum terlibat dalam substansi proses elektoral secara menyeluruh,” katanya.
Menurut Titi, persidangan di MK merupakan momentum pendidikan hukum dan politik yang luar biasa. Melalui sidang mahkamah, masyarakat diajak belajar konstitusi, politik, demokrasi, dan pemilu. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya perempuan diberi ruang.
Selain Titi, diskusi ini juga menghadirkan anggota tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Taufik Basari, dan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo- Sandi, Priyo Budi Santoso.
Taufik mengakui bahwa kuasa hukum Jokowi-Amin masih didominasi oleh laki-laki. Dari 33 pengacara, hanya tiga orang yang perempuan. Taufik menerima kritik tersebut dan akan menjadikannya sebagai pelajaran.
Senada dengan hal itu, Priyo menyatakan bahwa tim Prabowo-Sandi sebelumnya memang tidak terpikir hal itu. Terlebih, katanya, pendukung Prabowo-Sandi, setelah ditelusuri, juga didominasi oleh emak-emak.
”Mestinya memang harus ada representasi perempuan dalam perwakilan tim kuasa hukum. Kalau kami mendapat saran ini lebih awal, pasti hal itu akan dipertimbangkan,” katanya.