Jalur Trans-Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Konawe dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, masih terendam air dengan ketinggian hingga 1,5 meter.
Oleh
Saiful Rijal Yunus
·4 menit baca
KONAWE, KOMPAS — Jalur Trans-Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Konawe dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, masih terendam air dengan ketinggian hingga 1,5 meter. Banjir juga masih merendam semua jalur transportasi di wilayah Konawe Utara. Perbaikan jalan darurat mendesak.
Air dengan ketinggian setidaknya 120 sentimeter tampak merendam jalur Trans-Sulawesi, tepatnya di Desa Hongoa, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sabtu (15/6/2019). Selama beberapa hari banjir berlangsung, air hanya surut beberapa sentimeter.
Murhum (35), warga setempat, menuturkan, banjir setinggi lebih dari 1 meter merendam jalan sejak empat hari terakhir. Tak ayal, hal ini membuat kendaraan tidak mampu melintas di jalur tersebut.
”Hari ini sebenarnya mulai agak turun, sekitar 5 sentimeter. Namun, kendaraan masih susah lewat. Kalau berani, silakan. Itu kadang truk saja mogok,” ucapnya.
Menurut Murhum, selama ini, banjir tidak pernah sampai memutus jalur transportasi. Biasanya, air merendam jalan dengan ketinggian hingga 30 cm. Terlebih, banjir dengan tinggi lebih dari 1 meter telah berlangsung berhari-hari.
Masmur (53), warga desa lainnya, mengucapkan hal senada. Menurut dia, banjir saat ini benar-benar menghentikan semua aktivitas warga. ”Mau ke mana-mana tidak bisa. Mana sawah dan kebun terendam semua. Sawah baru umur satu bulan itu pasti sudah habis. Belum lagi tanaman merica yang sebentar lagi panen,” tuturnya.
Rumah Masmur terendam air hingga 1 meter. Sebagian barang-barangnya tidak mampu diselamatkan dan terus terendam air. Di depan rumahnya, air menggenangi jalan Trans-Sulawesi setinggi 1,5 meter. Banjir merendam jalan sepanjang sekitar 3 kilometer. Pengendara roda dua yang ingin melintas harus menaiki rakit agar kendaraannya tidak terendam air.
”Habis ini jalan pasti rusak. Semoga ada penanganan segera dari pemerintah biar kami tidak tersiksa begini,” ucap Masmur.
Banjir merendam jalan sepanjang sekitar 3 kilometer. Pengendara roda dua yang ingin melintas harus menaiki rakit agar kendaraannya tidak terendam air.
Sementara itu, puluhan kendaraan roda empat jenis minibus harus dinaikkan ke truk atau trailer untuk melintas. Sebab, ketinggian air akan menutupi mesin dan membuat kendaraan tidak mampu berjalan.
Jalur ini bukan satu-satunya yang terendam air. Sejumlah ruas jalan lainnya tergenang sebelum mencapai ibu kota Kabupaten Konawe. Pengendara belum bisa melintas hingga Kabupaten Kolaka Timur karena terputusnya Jembatan Ameroro. Meski begitu, jembatan mulai ditimbun meski belum bisa benar-benar dilalui.
Di wilayah Kabupaten Konawe Utara, banjir juga masih merendam enam kecamatan dan jalur Trans-Sulawesi menuju Sulawesi Tengah. Jembatan Asera yang ambrol juga belum bisa dilalui.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Konawe Utara Rahmatullah menyampaikan, semua jalur masih terendam banjir seperti hari sebelumnya. Air mulai berangsur surut meski lambat.
”Semuanya masih terendam meski air turun perlahan. Untuk distribusi logistik masih mengandalkan jalur udara,” ucapnya.
Dengan kondisi seperti ini, kata Rahmatullah, pengiriman bantuan ke warga terdampak dilakukan bertahap. Selain menggunakan jalur udara, satu kapal milik TNI AL membantu penyaluran bantuan. Perahu karet dan rakit juga digunakan untuk terus mengirim bahan kebutuhan pokok, air, dan beragam kebutuhan warga lainnya.
Rahmatullah mengklaim, semua daerah yang terisolasi telah mendapatkan bantuan. ”Hari ini ada 15 ton bantuan yang disalurkan. Semua lokasi telah bisa dijangkau. Kami berharap banjir segera surut dan bantuan kepada warga bisa terdistribusi maksimal".
Kondisi ini terjadi karena pembukaan kawasan industri, khususnya pertambangan, yang begitu marak dan perkebunan skala masif.
Banjir yang merendam empat kabupaten di wilayah Sultra memutuskan sejumlah jalur transportasi utama. Selain jembatan ambrol dan jalur yang tergenang, sejumlah jalan juga longsor dan rusak parah. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Sultra Abdul Rahim belum bisa dihubungi terkait penanganan jalan rusak ini.
Banjir selama dua minggu terakhir ini di Sultra membuat sekitar 10.000 keluarga terdampak. Puluhan ribu warga mengungsi di berbagai posko pengungsian. Rusaknya wilayah hulu dan kritisnya kondisi daerah aliran sungai membuat banjir begitu parah.
Direktur Eksekutif Walhi Sultra Saharuddin menengarai, kondisi ini terjadi karena pembukaan kawasan industri, khususnya pertambangan, yang begitu marak dan perkebunan skala masif. Ia menyarankan agar pemerintah segera merevisi izin-izin yang dikeluarkan, serta melandaskan semuanya pada analisis dampak lingkungan, juga kajian lingkungan hidup strategis.