Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan total biaya Rp 25,7 miliar untuk pengendalian banjir Kota Samarinda. Anggaran itu akan digunakan untuk pembangunan embung serbaguna, normalisasi Sungai Karang Mumus, dan peningkatan bendungan Benanga.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS - Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan total biaya Rp 25,7 miliar untuk pengendalian banjir Kota Samarinda. Anggaran itu akan digunakan untuk pembangunan embung serbaguna, normalisasi Sungai Karang Mumus, dan peningkatan bendungan Benanga. Masyarakat berharap agenda ini terealisasi dan tidak tersendat seperti rencana penanganan banjir pada tahun sebelumnya.
Berbagai sektor berkoordinasi mengendalikan banjir Kota Samarinda di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Timur, Senin (17/6/2019). Pertemuan tersebut membahas permasalahan dari hulu sampai hilir untuk mengatasi banjir yang meluas di Samarinda dari tahun ke tahun.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Rp 9,06 miliar untuk normalisasi Sungai Karang Mumus dan revitalisasi Kolam Retensi Vorpo Samarinda. Pemerintah Pusat menganggarkan Rp 16,737 miliar untuk pembangunan embung serbaguna, peningkatan Bendungan Benanga, dan penetapan sempadan waduk Lempake.
Kepala Bappeda Kaltim Zairin Zain mengatakan, dalam jangka pendek, pemerintah akan fokus memperbaiki drainase yang tersumbat dan yang menyebabkan air tidak mengalir. “Untuk jangka panjang lima tahun ke depan, ada empat poin yang akan kita lakukan, yakni normalisasi sungai, relokasi, revitalisasi, dan konservasi,” kata Zairin.
Normalisasi akan dilakukan di sepanjang Sungai Karang Mumus yang membelah Samarinda. Sedimentasi di sekitar sungai Karang Mumus mencapai 2 meter di sekitar Pasar Segiri. Pemerintah akan mengeruk sehingga sungai bisa menampung air lebih banyak saat hujan.
Sementara itu, pemukiman di sepanjang bantaran sungai akan direlokasi dengan skema pembiayaan yang masih dibahas oleh Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda. Sekitar 2.500 rumah akan direlokasi di sepanjang Sungai Karang Mumus.
Untuk jangka panjang lima tahun ke depan, ada empat poin yang akan kita lakukan, yakni normalisasi sungai, relokasi, revitalisasi, dan konservasi
Pemerintah juga akan merevitalisasi waduk Benanga yang menjadi pengendali banjir di Sungai Karang Mumus dengan melakukan pengerukan dan penyelesaian masalah lahan dan sosial. Di bagian hulu, pemerintah akan melakukan pengendalian izin pertambangan agar bukaan lahan tidak semakin membesar.
Embung
Permasalahan banjir di Samarinda tidak hanya berada di sepanjang Sungai Karang Mumus. Embung sebagai tempat penampungan air di beberapa lokasi sudah dialihfungsikan. Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III mencatat kolam retensi dan embung untuk menampung air sudah berubah fungsi.
Embung Sempaja, Kolam Retensi Damhuri, dan Embung Bengkuring, telah berubah menjadi pemukiman. Sementara Embung Muang berubah menjadi tambang batubara dan Embung Pampang Kanan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kepala BWS Kalimantan III, Anang Ichwan, mengatakan, pengendalian embung terkendala pembebasan lahan. Solusi yang ditawarkan BWS Kalimantan III adalah melakukan pembebasan lahan yang punya dampak signifikan terhadap banjir.
“Kami tinggal menunggu pembebasan lahan diselesaikan pemerintah kota dan provinsi, baru kami bisa melaksanakan tugas. Kami terus melakukan koordinasi,” ujar Anang.
Mahyudin (59), warga RT 30 Kelurahan Temindung Permai, Samarinda Utara, berharap penangan banjir tidak hanya sebatas rencana pemerintah semata. Ia yang tinggal di sekitar Sungai Karang Mumus tidak bisa bekerja ketika banjir melanda. Kerugian yang ia derita ditaksir mencapai Rp 10 juta.
“Saya terima saja program pemerintah asal tidak terkena banjir setiap tahun. Ini banjir cukup parah, bisa sampai 1,5 meter di rumah saya,” kata Mahyudin.
Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, pemerintah perlu konsisten untuk menyelesaikan masalah dari hulu. Menurutnya, pengendalian izin pertambangan harus benar-benar dilakukan. Sebab, banjir di Samarinda dan daerah lain di Kalimantan TImur cenderung meluas seiring bertambahnya izin tambang.