Hindari Awan Tebal dan Hujan, Pencarian Disarankan Saat Pagi
Pencarian helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat yang hilang kontak di kawasan Oksibil, Papua, disarankan mengoptimalkan waktu pagi hari. Sebab, sejak siang, awan tebal disertai hujan menyelimuti wilayah yang dikelilingi pegunungan setinggi 4.000 meter di atas permukaan laut tersebut.
Oleh
FABIO COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pencarian helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat yang hilang kontak di kawasan Oksibil, Papua, disarankan mengoptimalkan waktu pagi hari. Sebab, sejak siang, awan tebal disertai hujan menyelimuti wilayah yang dikelilingi pegunungan setinggi 4.000 meter di atas permukaan laut tersebut.
Dari hasil pantauan satelit Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura ditemukan awan kumulonimbus (CB) yang menutup wilayah pegunungan tengah Papua. Salah satu wilayah yang tertutupi awan kumolonimbus adalah Pegunungan Bintang yang menjadi lokasi helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat hilang kontak sejak Jumat (28/6/2019).
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili saat dihubungi dari Jayapura, Sabtu (29/6/2019), mengatakan, dari hasil pantauan citra satelit, cuaca buruk berupa awan kumulonimbus menutupi wilayah pegunungan tengah Papua dari pagi hingga sore.
Wilayah pegunungan tengah Papua meliputi Puncak Jaya, Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Puncak, Puncak Jaya, Mamberamo Tengah, dan Pegunungan Bintang. ”Diperkirakan awal tebal disertai hujan akan terjadi di wilayah pegunungan tengah Papua, seperti Pegunungan Bintang dari akhir Juni hingga awal Juli mendatang,” jelasnya.
Ia menuturkan, kondisi cuaca di Oksibil ketika helikopter MI-17 yang hilang kontak sejak Jumat kemarin juga ditutupi awan tebal di sejumlah lokasi. Adapun Kabupaten Pegunungan Bintang yang terdiri dari 34 distrik atau kecamatan ini berada di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut.
Kabupaten ini dikelilingi pegunungan yang memiliki tinggi hingga 4.000 meter di atas permukaan laut dan cuaca ekstrem yang tak dapat diprediksi. ”Kami berharap tim SAR mengoptimalkan operasi pencarian helikopter MI-17 pada pagi hari saja. Sebab, kondisi cuaca dengan awan tebal disertai hujan mulai terjadi pada siang,” katanya.
Komandan Pangkalan Udara Silas Papare Jayapura Marsekal Pertama Tri Bowo Santoso mengatakan, upaya pencarian helikopter MI-17 melalui jalur udara tetap mengutamakan faktor keamanan. Sebab, kondisi cuaca di Pegunungan Bintang sangat ekstrem dan tidak mudah diprediksi.
”Apabila pesawat tak bisa mendekati lokasi karena faktor cuaca buruk, upaya pencarian dari udara harus dihentikan untuk sementara waktu,” katanya.
Berdasarkan data bagian Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, helikopter dengan 12 penumpang itu lepas landas dari Bandara Oksibil pada Jumat pukul 11.44 WIT. Helikopter dilaporkan hilang kontak pada pukul 11.49 WIT dengan ketinggian 7.800 kaki.
Seharusnya, helikopter yang mengangkut logistik untuk Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia dan Papua Niugini di Pegunungan Bintang itu tiba di Sentani, Kabupaten Jayapura, pukul 13.11 WIT.
Adapun penumpang helikopter terdiri dari tujuh awak helikopter dan lima anggota Batalyon Infanteri 725/Waroagi. Tujuh awak itu meliputi Kapten CPN Aris, Letnan CPN Ahwar, Kapten CPN Bambang, Sersan Kepala Suriatnae, Prajurit Satu Asharulf, Prajurit Kepala Dwi Pur, dan Sersan Dua Dita Ilham. Personel Yonif 725 meliputi Sersan Dua Ikrar Setya Nainggolan, Pratu Yanuarius Loe, Pratu Risno, Prada Sujono Kaimuddine, dan Prada Tegar Hadi Sentana.
Staf Komite Nasional Keselamatan Transportasi Perwakilan Papua Norbert Tunyanan mengatakan, Pegunungan Bintang menjadi salah satu daerah rawan kecelakaan pesawat di Papua selama beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan kondisi cuaca ekstrem yang tak dapat diprediksi.
Total terjadi tiga kali kecelakaan pesawat sipil di daerah Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, sejak 2015 hingga 2018. Pertama, pesawat Trigana Air jenis ATR yang mengangkut 54 orang jatuh di Distrik Okbape pada 16 Agustus 2015. Seluruh penumpang tewas dalam insiden ini.
Pegunungan Bintang menjadi salah satu daerah rawan kecelakaan pesawat di Papua selama beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan kondisi cuaca ekstrem yang tak dapat diprediksi.
Insiden kedua, pesawat PK-FSO tipe C208 jenis Caravan yang dipiloti Kompol Rio Pasaribu dari Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel tujuan Oksibil, dengan membawa barang kebutuhan pokok jatuh di Bukit Anem, Pegunungan Bintang pada 12 April 2017. Rio ditemukan tewas oleh tim SAR.
Sementara yang ketiga, pesawat Dimonim Air PK-HVQ yang mengangkut sembilan penumpang jatuh di Gunung Menuk pada 11 Agustus 2018. Sebanyak delapan orang tewas dan satu orang selamat dalam insiden tersebut.
”Apabila terjadi cuaca buruk di Oksibil, pilot diharapkan jangan memaksakan diri untuk lepas landas atau mendarat untuk menghindari terjadinya kecelakaan,” tutur Norbert.